Mohon tunggu...
Kosasih Ali Abu Bakar
Kosasih Ali Abu Bakar Mohon Tunggu... Dosen - Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Penguatan Karakter

Baca, Tulis, Travelling, Nongkrong, Thinking

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemimpin Tak Boleh Dendam

28 Agustus 2022   07:38 Diperbarui: 28 Agustus 2022   07:43 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam perjalanan kehidupan, setiap orang tentunya pernah merasakan perasaan yang disakiti. Perasaan tersebut bisa berujung kepada perasaan dendam, putus asa, dan meningkatkan kemampuan diri.

Berkaca kepada cerita klasik ketika Iblis merasa sakit hatinya karena Tuhan menciptakan Nabi Adam sekaligus diminta bersujud kepadanya. Bagi Iblis ini merupakan sebuah penghinaan yang luar biasa. Ia merasa dipermalukan di alam semesta. Sehingga ia lebih memilih melawan perintah Tuhan karena sifat sombongnya dan mengimplementasikannya dendamnya tersebut.

Hal ini kemudian berujung perubahan-perubahan drastis, dari makhluk yang paling taat kemudian menjadi makhluk yang melawan Tuhan, namun karena ia tahu akan kekuatanTuhan, maka ia melakukan perjanjian dengan Tuhan. Ia bersumpah membuktikan kepada Tuhan jika manusia itu bukan makhluk sempurna. Sehingga Tuhan memberikan umur panjang dan ia kemudian diciptakan menjadi makhluk yang buruk.

Pelajaran yang diambil dari cerita ini adalah selain sifat sombong dari iblis, ada sebuah sifat tambahan lagi, yaitu dendam karena karena merasa dipermalukan sehingga rela melakukan hal apapun untuk membuktikan bahwa dirinya lebih baik.

Seringkali skenario ini digunakan untuk menguji daya tahan seseorang akan nilai-nilai kebaikan dalam dirinya. Secara psikologis, setiap manusia pasti akan terlihat dirinya sesungguhnya ketika menghadapi permasalahan ini.

Ketika seseorang menghadapi situasi seperti Iblis, kemudian lebih mengedepankan sifat sombong dan dendam. Maka bisa dikatakan potensi tidak baik dalam dirinya cukup tinggi, ini manusiawi, akan tetapi tetap menjadi catatan. Orang seperti ini cenderung tidak bijak ketika menghadapi persoalan dan loyalitasnya tentunya tidak sekuat yang dilihat.

Tingkat kebijakan seseorang tentunya bisa dilihat dari kematangan ketika menerima kekalahan. Dari sisi emosional dan kecenderungan seseorang ketika dalam tekanan atau pressure.

Pemilihan tindakan "dendam" oleh Iblis, tidak menguntungkan siapapun. Bila kita berpikir "seandainya", jika saja Iblis mau sujud kepada Nabi Adam AS, tentunya dunia tidak seperti sekarang. Iblis dan keturunannya akan tetap menjadi makhluk yang disukai Tuhan. Adam dan keturunannya akan bisa membangun peradaban yang sempurna sebagai makhluk yang berakal. Sehingga sering dikatakan dendam menjadikan segala sesuatunya menjadi abu.

Hal yang perlu dipahami, menerima kekalahan adalah biasa dalam kehidupan. Tuhan sebenarnya telah memberikan pesan dalam kisah Nabi Adam dan Iblis. Ketika sikap kita menerima kekalahan tidak secara baik dengan dendam, maka kita harus intropeksi diri akan nilai-nilai kebaikan yang ada dalam diri kita. Jangan-jangan kebaikan dalam diri kita tidaklah seperti yang kita pikirkan.  

Siapapun yang berhasil melewati ujian ini, maka dipastikan ia lebih matang dalam menghadapi segala sesuatu. Bakal menjadi seorang pemimpin yang mempersatukan dalam kebinekaan.

Tentunya, manusia tidak sempurna. Tuhan sendiri yang mengijinkan terciptanya lingkungan ketidaksempurnaan tersebut. Tuhan juga yang telah memberikan kita bekal tuk menghadapinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun