Bayangkan foto seorang prajurit yang sedang memberi hormat. Secara denotatif, foto itu hanya menggambarkan seseorang yang sedang melakukan salam militer.Â
Tapi secara konotatif, foto tersebut bisa bermakna keberanian, nasionalisme, atau bahkan pengorbanan.
Makna konotatif inilah yang sering dimanfaatkan oleh media, iklan, dan budaya populer untuk membangun citra tertentu.
Mitos: Ketika Makna Menjadi "Alamiah"
Salah satu ide paling menarik dari Roland Barthes adalah konsep mitos. Dalam bukunya Mythologies, Barthes menjelaskan bahwa mitos bukan sekadar cerita kuno, melainkan sistem makna kedua yang membuat ide-ide budaya tampak alami dan tak terbantahkan.
Contohnya bisa kita lihat dalam iklan kecantikan. Ketika kulit putih digambarkan sebagai simbol cantik dan sukses, makna itu bukanlah kebenaran alamiah, tetapi hasil konstruksi budaya.
Namun karena terus diulang melalui media, masyarakat akhirnya menganggapnya wajar. Di sinilah mitos bekerja , ia menyembunyikan fakta bahwa makna itu diciptakan manusia, bukan sesuatu yang netral.
Membaca Dunia di Era Digital
Konsep tanda menurut Barthes terasa semakin relevan di zaman sekarang, terutama di era media sosial. Setiap unggahan foto, emoji, atau caption adalah tanda yang membawa pesan tertentu.
 Misalnya, seseorang yang sering mengunggah foto kopi di kafe mungkin ingin menunjukkan gaya hidup santai atau estetik.
Sementara seseorang yang membagikan foto buku mungkin ingin menampilkan diri sebagai sosok yang intelektual.
Tanpa disadari, kita semua sedang menciptakan tanda dan menafsirkan tanda setiap hari.