Mohon tunggu...
Girindra Sandino
Girindra Sandino Mohon Tunggu... Penulis Bebas

Berimajinasi, menulis, dan abadi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Kecantikan Putri Hijau Deli Penyebab Perang

7 Oktober 2025   18:17 Diperbarui: 7 Oktober 2025   18:17 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Penolakan Lamaran Sultan

Kisah ini jauh lebih dari sekadar dongeng biasa. Ia adalah babak kelam dalam sejarah lisan Sumatra, tempat kecantikan seorang putri berujung pada pertumpahan darah yang hebat. 

Putri Hijau, namanya abadi dalam legenda Melayu Deli dan Aceh, menjadi simbol betapa berharganya kehormatan dan betapa dahsyatnya hasrat kekuasaan. 

Kisahnya terjalin kuat, meninggalkan jejak fisik berupa artefak yang menjadi bukti bisu dari sebuah tragedi besar.

Cahaya Mistik di Istana Deli Tua

Dahulu kala, di wilayah Deli Tua (kini masuk wilayah Sumatera Utara), hiduplah seorang putri dari kerajaan kecil yang kecantikannya tiada tandingan. Dia adalah Putri Hijau. Keelokannya tidak hanya bersifat fisik. 

Konon, karena kesucian dan laku spiritualnya, tubuh sang putri sering memancarkan cahaya kehijauan yang lembut, terutama saat ia berada di taman istana pada waktu senja. 

Fenomena inilah yang mengabadikan namanya (sumber: Legenda Putri Hijau: Antara Mitos dan Sejarah, 2018).
Putri Hijau tinggal bersama dua saudara laki-lakinya yang sangat menyayanginya, yaitu Mambang Yazid dan Mambang Khayali. 

Setelah wafatnya raja, kedua abangnyalah yang memimpin kerajaan dan menjadi pelindung utama sang putri. Mereka berdua dikenal sebagai pemuda yang gagah berani dan memiliki ilmu kesaktian yang tinggi.

Foto: Putri Hijau
Foto: Putri Hijau

Kasih sayang yang tulus dari kedua abangnya membuat Putri Hijau hidup damai, jauh dari kesedihan. Kerajaan Deli Tua berjalan tenteram di bawah lindungan para pendekar ini.

Berita tentang kecantikan Putri Hijau yang bersinar itu menyebar cepat, melintasi Selat Malaka hingga ke Kesultanan Aceh Darussalam, sebuah kekuatan besar yang disegani.

Pinangan dan Penolakan yang Memantik Murka Sultan

Kecantikan sang putri yang memukau itu membuat Sultan Aceh berhasrat besar untuk memperistrinya. Sultan pun mengirim utusan dengan membawa hantaran pinangan yang mewah dan tak ternilai harganya. 

Harapannya, pinangan tersebut diterima tanpa kesulitan, mengingat kerajaan Deli Tua adalah kerajaan kecil.

Akan tetapi, pinangan tersebut ditolak mentah-mentah oleh kedua abang Putri Hijau. Penolakan itu bukan didasarkan pada ketidakcocokan harta atau derajat.

Foto: Penolakan Lamaran Sultan
Foto: Penolakan Lamaran Sultan

Saudara-saudara Putri Hijau menolak karena cinta kasih mereka yang begitu besar dan keinginan untuk melindungi adiknya dari pihak luar. Mereka tidak rela melepas putri kesayangan mereka ke negeri yang jauh.

Oleh karena itu, Sultan Aceh murka besar. Penolakan itu dianggapnya sebagai penghinaan terhadap martabat dan kekuasaan Kesultanan Aceh yang agung. 

Rasa malu dan marah membuat Sultan Aceh segera memerintahkan pengerahan armada perang besar-besaran untuk menyerbu Deli Tua. 

Dia bertekad untuk mengambil Putri Hijau, entah dengan cara baik ataupun dengan paksa (sumber: Kisah-Kisah Legenda dari Sumatera, B. Siregar, 2011).

Meriam Puntung dan Pertahanan Terakhir

Melihat pasukan Aceh yang datang dengan jumlah besar dan bersenjata lengkap, Deli Tua menyiapkan segala kekuatan untuk melawan.

Sebab, Deli Tua tidak memiliki pasukan sebanyak Aceh, kedua abang Putri Hijau pun memutuskan untuk menggunakan kesaktian mereka.

Foto: Perang dan Putri Hijau
Foto: Perang dan Putri Hijau

Mambang Yazid memimpin pasukan di garis depan, sementara Mambang Khayali menunjukkan pengorbanan yang tak terbayangkan.

Sungguh heroik, Mambang Khayali mengubah wujud dirinya menjadi meriam besar yang sakti. Meriam ini diletakkan di benteng pertahanan utama, menembakkan peluru yang menghancurkan kapal-kapal Aceh dan menewaskan banyak tentaranya. 

Pertempuran berkecamuk hebat selama berhari-hari. Tentara Deli berjuang mati-matian, dilindungi oleh tembakan dahsyat dari meriam jelmaan Mambang Khayali. Meriam itu berbunyi tanpa henti, memuntahkan peluru panas.

Tiba-tiba, saat pertahanan mulai goyah dan musuh semakin mendekat, meriam itu tidak mampu menahan serangan lebih lanjut. 

Meriam jelmaan Mambang Khayali pun terbelah dua, meninggalkan bagiannya yang buntung. Meriam yang terbelah ini, yang kini dikenal sebagai "Meriam Puntung," menjadi bukti bisu betapa sengitnya pertempuran tersebut dan betapa besarnya pengorbanan Mambang Khayali (sumber: Jejak Peninggalan Sejarah dan Budaya Melayu, Dr. Tengku Luckman Sinar, 2010).

Akhir yang Melankolis dan Misterius
Akibatnya, pertahanan Deli Tua akhirnya jebol. Mambang Yazid menyadari bahwa mereka telah kalah, dan kini fokus utamanya adalah menyelamatkan Putri Hijau dari penawanan dan aib. Putri Hijau akhirnya tertangkap dan dibawa ke kapal Aceh.

Foto: Putri Hija Lenyap
Foto: Putri Hija Lenyap

Dalam perjalanan menyeberangi Selat Malaka, di tengah laut yang tenang, Putri Hijau memohon izin kepada Sultan Aceh. Dia meminta untuk diberi waktu untuk mengambil kotak kaca berisi perhiasan dan harta pusaka miliknya. Permintaan itu dipenuhi, dan kotak kaca pun dibawa ke geladak kapal.

Setelah itu, kejadian ajaib pun terjadi. Konon, saat kapal melaju, Putri Hijau tiba-tiba menghilang. Rupanya, saat kapal melintasi perairan yang diyakini kini dekat dengan Selat Malaka, Mambang Yazid yang sakti muncul. 

Dia tidak mati, tetapi telah berubah wujud menjadi seekor naga atau makhluk laut besar. Naga itu kemudian membawa Putri Hijau dan harta bendanya ke dasar laut, ke kerajaan gaib untuk melindunginya dari Sultan Aceh selamanya.

Sejak saat itu, Sultan Aceh tidak pernah berhasil menemukan Putri Hijau. Konon, Mambang Yazid yang berubah menjadi naga itu bersemayam di Selat Malaka, menjaga kerajaan gaib tempat Putri Hijau tinggal. 

Sementara itu, Mambang Khayali yang telah menjadi Meriam Puntung dikisahkan bertapa di Gunung Sibayak, menjadikannya penjaga gunung berapi itu. Kedua abang tersebut menjadi pelindung abadi sang adik.

Kisah Putri Hijau ini terus hidup, mengajarkan bahwa kecantikan bisa membawa kehormatan sekaligus malapetaka, dan bahwa cinta seorang saudara bisa memicu perang paling dramatis, meninggalkan artefak yang terus berbisik tentang tragedi Melayu klasik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun