Mohon tunggu...
Girindra Sandino
Girindra Sandino Mohon Tunggu... Penulis Bebas

Berimajinasi, menulis, dan abadi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggagas Protokol Integritas Algoritmik Untuk Penyelenggaraan Pemilu

2 Oktober 2025   10:49 Diperbarui: 2 Oktober 2025   10:54 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi Pemilu dan Keadilan.Algoritmik

Akan tetapi, di sisi lain algoritma mendorong interaksi melalui konten yang memicu emosi dan perpecahan, mengaburkan batas antara partisipasi yang bermakna dan aktivitas digital yang dangkal.

Partisipasi yang dimediasi oleh algoritma seringkali bukan tentang diskusi substantif, melainkan tentang amplifikasi emosi dan engagement tanpa substansi.

Dua fenomena kunci yang mengancam keadilan algoritmik adalah gelembung filter (filter bubble) dan ruang gema (echo chamber). Meskipun sering disamakan, keduanya memiliki perbedaan mendasar.

Echo chamber merujuk pada ruang komunikasi di mana individu secara sadar memilih untuk mengurung diri bersama orang-orang yang memiliki pandangan serupa (Sunstein: 2001).

Di samping itu, filter bubble adalah ekosistem informasi pribadi yang diciptakan oleh algoritma tanpa disadari oleh pengguna, berdasarkan riwayat perilaku mereka (Pariser: 2011). Kedua fenomena tersebut bersinergi, memperkuat kecenderungan alami manusia untuk mencari informasi yang mengonfirmasi keyakinan mereka (confirmation bias) (Terren & Borge-Bravo: 2021).

Data empiris menunjukkan bahwa algoritma memainkan peran signifikan dalam mempercepat polarisasi. Sebuah studi pada 2016 menemukan bahwa paparan terhadap konten negatif atau komentar yang menghina lawan politik di media sosial membuat orang menjadi lebih terpolarisasi secara ideologis (Heiss et al.: 2019).

Bahkan, ada bukti bahwa paparan terhadap konten yang bertentangan justru dapat membuat seseorang semakin teguh pada keyakinan awalnya (Dubois & Blank: 2018).

Algoritma tidak menciptakan bias dari nol; ia hanya mengamplifikasi kecenderungan kognitif bawaan manusia, menciptakan siklus umpan balik yang semakin mempersempit pandangan dunia pengguna.

Sebuah studi di Princeton University menunjukkan bahwa bahkan tanpa algoritma, pengguna Twitter yang terus-menerus berinteraksi dengan berita dari sumber yang mereka sukai secara tidak sadar mengisolasi diri ke dalam "gelembung epistemik" mereka sendiri (Princeton University: 2020).

Algoritma kemudian dengan cepat mendeteksi kecenderungan tersebut dan mempercepatnya, membuat polarisasi menjadi otomatis.

Gagasan Protokol Integritas Algoritmik Nasional (PIAN)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun