Pengasingan itu sendiri merupakan hukuman yang memilukan, memisahkan seorang pemimpin dari rakyatnya dan tanah airnya. Meskipun demikian, semangat perjuangannya terus hidup, dan kisah pengasingannya menjadi bagian dari memori kolektif lokal.
Makam di Cianjur
Pangeran Wirakusumah dimakamkan di Jalan Siliwangi, Kecamatan Cianjur. Keberadaan makam ini menjadi bukti fisik kehadiran beliau dan keluarganya di Cianjur. Salah satu sumber juga menampilkan foto makam Pangeran Musa Wirakusuma IV, cucu beliau, yang terletak di Cianjur, menunjukkan bahwa situs pemakaman ini terawat oleh keturunannya.
Penting untuk dicatat bahwa makam Pangeran Hidayatullah juga terletak di Cianjur, di depan pintu masuk Taman Prawatasari. Makam ini berada di bawah naungan Yayasan Keluarga Besar Pangeran Hidayatullah Cianjur.
Dalam beberapa sumber, makam Pangeran Hidayatullah lebih sering dibahas secara detail, yang menunjukkan bahwa narasi Pangeran Hidayatullah lebih menonjol dalam memori kolektif Cianjur dibandingkan Pangeran Wirakusumah. Meskipun demikian, keberadaan makam dan perawatan oleh keturunannya menegaskan bahwa warisan Pangeran Wirakusumah juga tetap dijaga.
Keturunan Wirakusumah II di Cianjur
Pangeran Wirakusumah II memiliki beberapa anak yang masih hidup, salah satunya adalah Pangeran Muhammadilah (Wirakusuma III). Pangeran Muhammadilah ini diasingkan bersama ayahnya ke Cianjur pada 3 Maret 1862 saat ia berusia 9 tahun.
Silsilah keturunan ini terus berlanjut di Cianjur. Pangeran Muhammadilah Wirakusuma III memiliki 13 anak, salah satunya adalah Pangeran Musa Wirakusuma IV. Pangeran Musa Wirakusuma IV memiliki 9 anak, di antaranya adalah Ratu Yuyu Wahyu Ningsih Wirakusuma V.
Garis ini berlanjut dengan Ratu Yuyu Wahyu Ningsih Wirakusuma V yang memiliki lima anak, salah satunya Henry Wirakusuma VI
Meskipun sumber yang tersedia tidak merinci peran spesifik keturunan Pangeran Wirakusumah dalam melestarikan warisan di Cianjur, keberadaan mereka, yang masih menggunakan nama "Wirakusumah" dan melanjutkan penomoran silsilah (Wirakusuma III, IV, V, VI), adalah bukti kuat dari komitmen mereka untuk menjaga identitas leluhur.
Fakta bahwa sebuah keluarga kerajaan yang diasingkan dari Kalimantan dapat mempertahankan identitas dan warisannya di tanah Pasundan selama lebih dari satu abad merupakan fenomena sejarah yang menarik.