Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Siapa Bilang Jadi Bapak Rumah Tangga Itu Memalukan?

9 Oktober 2025   21:03 Diperbarui: 11 Oktober 2025   18:31 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah terpikir resign dari pekerjaan dan memilih menjadi bapak rumah tangga? Di tengah dunia yang masih memegang teguh pola pikir “pria harus jadi pencari nafkah utama”, pertanyaan itu terdengar seperti tamparan keras bagi sebagian orang. Tapi, apa iya ukuran kejantanan dan tanggung jawab seorang pria cuma diukur dari seberapa besar gajinya setiap bulan?

Saya pribadi, meski masih lajang, sering merenung tentang hal itu. Andai suatu hari nanti saya menikah, lalu keadaan menuntut saya untuk lebih banyak di rumah - menemani anak-anak, mengurus rumah, sambil tetap mencari penghasilan dari rumah - apakah itu salah? Tentu tidak. Menurut saya, menjadi bapak rumah tangga bukanlah bentuk kegagalan, tapi bentuk tanggung jawab yang lain.

Banyak yang mungkin akan menatap heran, bahkan nyinyir. “Masa laki-laki di rumah aja?” atau “Istrinya kerja, suaminya ngurus dapur, kebalik kali!” Komentar-komentar seperti itu sudah biasa terdengar di telinga masyarakat kita. Tapi bukankah dunia sudah berubah?

Pekerjaan sekarang tidak melulu harus dilakukan di kantor. Banyak peluang yang bisa dikerjakan dari rumah - jadi freelancer, jualan online, bikin konten, bahkan mengelola usaha kecil dari balik layar laptop.

Jadi, ketika seorang pria memutuskan untuk resign dan mengambil peran lebih besar di rumah, bukan berarti dia malas atau lemah. Bisa jadi, justru itu keputusan paling dewasa dan berani yang pernah dia ambil.

Saya tumbuh melihat ibu saya di rumah setiap hari. Tapi bukan berarti beliau hanya “di rumah”. Saya tahu betul betapa beratnya pekerjaan domestik yang sering diremehkan orang. Dari pagi sampai malam, nyaris tanpa jeda. Karena itu, saya nggak tega kalau nanti semua pekerjaan rumah diserahkan ke istri. Saya terbiasa bantu-bantu di rumah - nyuci baju, nyapu, masak, bahkan cuci piring.

Lucunya, hal-hal kecil itu sering jadi bahan omongan. Ada saja yang nyeletuk, “Laki-laki kok nyuci piring, istri orang nanti manja tuh!” atau “Ngapain nyapu, nyuci, kan ada perempuan di rumah?” Tapi, saya masa bodoh. Lagipula, apa salahnya mandiri? Saya pikir, justru aneh kalau ada orang yang menganggap kegiatan seperti mencuci atau memasak itu menurunkan harga diri laki-laki.

Kalau dipikir, masyarakat kita kadang lucu. Orang yang berbuat salah, berani tampil percaya diri di publik, bahkan bangga memamerkan hal-hal yang tak pantas. Tapi ketika seseorang berbuat baik, sederhana, dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri, malah dicemooh. Ironi, bukan?

Makanya, kalau nanti saya jadi bapak rumah tangga, saya nggak akan malu. Saya justru bangga, karena saya memilih jalan yang mungkin tidak populer tapi penuh nilai. Saya juga nggak akan melarang istri saya berkarier. Asalkan dia bahagia, dan tetap punya waktu untuk keluarga, saya justru akan mendukung.

Dunia kerja bukan milik laki-laki saja. Banyak perempuan hebat yang mampu berkontribusi besar, baik di ranah profesional maupun domestik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun