Mungkin kita semua punya satu pertanyaan ‘andai’ yang sering mampir di kepala. Andai aku tidak mengambil jalan ini, andai aku memilih keputusan yang lain. Pengandaian ini sering kali terasa manis, namun tak jarang pula pahit.
Film terbaru berjudul Andai Ibu Tidak Menikah Dengan Ayah membawa kita masuk ke dalam pengandaian yang paling mendasar, dan mengeksplorasinya dengan begitu dalam hingga menyentuh sanubari. Film yang disutradarai oleh Kuntz Agus ini bukanlah sekadar tontonan biasa, melainkan sebuah cermin besar yang mengajak kita merenungi arti keluarga, pengorbanan, dan kebahagiaan sejati.
Diproduksi oleh Rapi Films, Screenplay Films, Legacy Pictures, dan Vortera Studios, film ini mulai tayang di bioskop pada tanggal 4 September lalu dengan durasi 1 Jam 59 Menit. Premisnya sederhana namun kuat.
Kisah bermula dari Alin (diperankan oleh Amanda Rawles), seorang mahasiswi kedokteran yang beasiswanya terancam dicabut. Kondisi ini memaksanya untuk kembali ke rumah, ke tempat yang ia tinggalkan demi mengejar impian.
Namun, kepulangannya justru membuka mata Alin terhadap realitas yang selama ini luput dari perhatiannya. Ia menemukan keluarganya makin terpuruk, sementara Ayahnya, Tio (diperankan oleh Bucek Depp), jarang ada di rumah. Alin juga menyadari bahwa kakak-kakaknya, Anis (Eva Celia) dan Asya (Nayla Purnama), harus menanggung beban berat dan mengorbankan mimpi-mimpi mereka sendiri.
Di tengah kebingungan dan keputusasaan, Alin tak sengaja menemukan buku harian milik ibunya, Wulan (diperankan oleh Sha Ine Febriyanti). Melalui tulisan tangan sang ibu, Alin membaca memori masa muda Wulan, mimpi-mimpi yang pernah ia rajut, dan segala harapan yang mungkin kini terpendam.
Pertanyaan besar yang menjadi judul film ini pun muncul di benak Alin: andai ibu tidak menikah dengan ayah, akankah hidupnya lebih bahagia? Pertanyaan itu tidak hanya menghantui Alin, tetapi juga membuatnya berpikir apakah Irfan (Indian Akbar) pasangannya, adalah pilihan yang tepat untuk dirinya.
Sebuah Perjuangan Ibu dan Pesan Tersirat yang Sederhana
Salah satu kekuatan utama film ini terletak pada kemampuannya menyuguhkan konflik berlapis yang terasa begitu dekat dengan realitas sehari-hari. Konflik-konflik ini tidak disajikan secara bombastis, melainkan melalui detail-detail kecil yang justru membuat air mata membekas di pipi.
Film ini berhasil menyoroti perjuangan setiap karakter dengan sangat jujur. Kita melihat bagaimana Anis harus berjuang sebagai seorang ibu tunggal dan kesulitan mencari pekerjaan. Ada pula kegelisahan Asya, sang adik bungsu, yang khawatir tidak bisa melanjutkan kuliah. Dan puncaknya, kita diperlihatkan pada ketegaran seorang ibu yang tetap sabar menghadapi Ayah.