Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Film

Assalamualaikum Baitullah: Film Religi Romansa tentang Luka, Doa, dan Hijrah Batin

20 Juli 2025   08:29 Diperbarui: 20 Juli 2025   08:29 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Assalamualaikum Baitullah menampilkan perjalanan batin Amira menuju kedamaian. Sumber: dokumentasi pribadi (dokpri).

Ada luka yang tidak terlihat tapi terasa di setiap helaan napas. Ada kesedihan yang tak bersuara tapi bergaung lama dalam dada. Itulah yang dialami Amira — seorang perempuan yang kehilangan lebih dari sekadar cinta. Ia kehilangan arah. Dan, dalam film Assalamualaikum Baitullah, kita diajak menelusuri luka demi luka yang perlahan diurai lewat perjalanan yang tak biasa: perjalanan ke tanah suci.

Disutradarai oleh Hadrah Daeng Ratu, di bawah naungan rumah produksi Visual Media Studio (VMS). Film yang tayang perdana pada 17 Juli dan diadaptasi dari novel karya Asma Nadia ini bukan sekadar drama romantis religi. Ia seperti lembar jurnal spiritual yang bergerak dalam gambar. Pelan tapi dalam. Sederhana tapi menghunjam.

Dari Rumah Tangga yang Renggang ke Tanah Suci yang Sunyi

Amira (yang diperankan oleh Michelle Ziudith) hidup dalam pernikahan yang awalnya tampak baik-baik saja bersama Pram (Miqdad Addausy). Tapi seperti banyak pasangan lain, ada hal-hal kecil yang dibiarkan mengendap hingga menjadi jurang.

Pram berubah, jadi dingin dan kaku. Ia mulai sering lembur kerja, tatapan tidak lagi menghangatkan, dan doa-doanya pun tak lagi saling mengaminkan. Amira mulai merasa dicintai bukan karena dirinya, tapi karena harapan yang tak kunjung ia wujudkan: anak.

Kita tahu, dalam banyak rumah tangga Indonesia, keinginan punya anak bisa jadi poros kegelisahan. Terutama untuk perempuan. Dan film ini menangkap itu dengan peka. Tanpa menyalahkan siapa pun, film ini justru memotret sisi rapuh dan resisten dari dua hati yang kehilangan arah.

Amira mempertimbangkan perceraian. Tapi bukan dari tempat marah. Melainkan dari titik letih. Di sinilah keputusannya untuk ke tanah suci lahir. Sebagai bentuk hijrah — bukan hanya berpindah tempat, tapi berpindah jiwa.

Di Tanah Haram, Amira Mencari Diri

Yang menarik dari film ini adalah bagaimana ia menggambarkan perjalanan spiritual bukan lewat adegan dramatis nan heboh, tapi melalui kesunyian yang panjang. Doa-doa yang lirih, hingga percakapan hati yang sunyi.

Kamera berjalan pelan mengikuti langkah Amira di pelataran Masjidil Haram, seakan mengajak kita ikut menyentuh dinding Ka’bah, bukan dengan tangan, tapi dengan luka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun