Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Film

Assalamualaikum Baitullah: Film Religi Romansa tentang Luka, Doa, dan Hijrah Batin

20 Juli 2025   08:29 Diperbarui: 20 Juli 2025   08:29 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Assalamualaikum Baitullah menampilkan perjalanan batin Amira menuju kedamaian. Sumber: dokumentasi pribadi (dokpri).

Di sana, Amira tak sendiri. Ada Barra (Arbani Yasiz), seorang pembimbing ibadah yang kehadirannya menjadi cermin bagi perjalanan batin Amira. Ada Amel (Tissa Biani), sesama perempuan yang juga menyimpan luka yang sama. Dukungan mereka bukan pelipur lara yang klise, melainkan persaudaraan batin yang menguatkan.

Kita diingatkan bahwa terkadang, penyembuhan datang bukan dari mereka yang paling dekat secara darah, tapi dari mereka yang paling mengerti rasa kehilangan.

Di film ini, Michelle Ziudith tampil tidak seperti biasanya. Ia menanggalkan kesan manis dan girly-nya, lalu menggantinya dengan wajah penuh luka dan air mata yang tertahan. Ia tidak menangis berlebihan, tapi sorot matanya cukup untuk membuat kita ikut tercekat. Ia tidak bicara banyak, tapi keheningannya terasa seperti teriakan minta tolong yang tak mampu diucap. Aktingnya adalah kekuatan utama film ini.

Sementara itu, Hadrah Daeng Ratu sebagai sutradara memilih pendekatan yang subtil. Tidak ada loncatan musik dramatis, tidak ada dialog yang dibuat-buat. Semuanya serba tenang, dan justru itu yang bikin kita terikat secara emosional. Kita seperti duduk di samping Amira, mendengarnya berdoa dalam diam, menyaksikan jiwanya mencari pintu pulang.

Assalamualaikum Baitullah tidak menawarkan jawaban hitam-putih soal iman. Ia justru memberi ruang untuk bertanya, meragukan, menangis, lalu perlahan kembali percaya. Ia menunjukkan bagaimana kesedihan bisa menjadi jalan pulang menuju Tuhan. 

Film ini menyentil satu realitas dalam banyak kehidupan: bahwa rumah tangga bisa retak, bahwa tidak semua harapan dikabulkan, dan bahwa doa tidak selalu langsung dijawab. Tapi di balik semua itu, selalu ada pelukan Tuhan yang menunggu di tempat paling sunyi.

Satu hal yang terasa usai menonton film ini adalah hening. Tapi bukan hening yang kosong, melainkan hening yang membuat kita menunduk dan bertanya pada diri sendiri: sudah sejauh apa aku berjalan, dan kepada siapa aku akan pulang?

Karena pada akhirnya, seperti Amira, kita semua adalah jiwa-jiwa yang mencari pulang. Dan barangkali, luka-luka yang kita alami bukan untuk membuat kita lemah, tapi untuk membawa kita lebih dekat kepada-Nya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun