Di dunia yang lajunya semakin tak berkompromi, F1: The Movie hadir seperti tarikan gas penuh dari pit stop kehidupan. Disutradarai oleh Joseph Kosinski, otak di balik Top Gun: Maverick, film ini mengubah cockpit mobil balap menjadi panggung emosi dan ledakan adrenalin. Tapi tenang, ini bukan hanya soal mesin meraung dan tikungan tajam - ini adalah film tentang hidup, harapan yang pernah redup, dan keberanian untuk kembali bertaruh atas mimpi lama.
Di pusat cerita ada Sonny Hayes (Brad Pitt), mantan pembalap F1 yang pernah digadang-gadang menjadi legenda. Sayangnya, kariernya terhenti karena insiden tragis yang memaksanya pensiun. Kini, bertahun-tahun kemudian, saat dunia mengira ia telah usai, kesempatan itu datang lagi. Seperti matahari yang ragu tapi tetap muncul di balik awan, Sonny dihadapkan pada pilihan: kembali menyalakan mesin impian, atau tetap hidup di jalanan sebagai pengelana koboi dengan van tuanya.
Brad Pitt di sini bukan sekadar aktor. Ia menjadi Sonny Hayes. Energi mudanya mungkin telah berubah jadi keteduhan usia matang, tapi dedikasinya justru memikat lebih dalam. Ia bukan hanya berpura-pura jadi pembalap - ia bernapas sebagai pembalap. Aktingnya begitu intim dan jujur, seperti suara mesin yang tak bisa dibohongi.
APEX GP: Tim Fiksi Rasa Nyata
Didukung oleh tim fiksi bernama APEX GP yang terasa sangat nyata berkat kehadiran Javier Bardem, Damson Idris, dan Kerry Condon, dinamika tim ini membawa nuansa yang kaya dan penuh warna. Di layar, mereka bukan sekadar karakter pendukung - mereka adalah denyut jantung Sonny, bagian dari kisah kebangkitan ini. Sejenak, kita lupa kalau ini fiksi. APEX terasa seperti McLaren yang diasuh Ferrari tapi dibesarkan oleh Williams.
Dan jangan lupakan bintang-bintang F1 sungguhan yang jadi cameo: Toto Wolff, Zak Brown, Frdric Vasseur, hingga Stefano Domenicali muncul memperkuat imersi. Rasanya seperti menonton film dokumenter dengan emosi drama yang memuncak.
Bagi saya film ini adalah karya teknis yang gila. Gimbal, drone, dan kamera custom yang dikembangkan khusus oleh Sony dipasang di dalam dan di luar mobil. Hasilnya? Kita ikut balapan. Bukan nonton. Kita dibawa ke dalam kokpit, menyatu dengan mesin yang meraung dan aspal yang panas.
Dan jangan lupakan IMAX. Film ini seperti dibuat untuk bioskop - lebih dari sekadar tontonan, ia adalah pengalaman. Suara mesin yang meraung menyatu dengan scoring megah yang diisi oleh lagu-lagu dari Ed Sheeran, Ros BLACKPINK, Don Toliver feat Doja Cat, hingga Roddy Ricch. Ini bukan sekadar soundtrack. Ini album bertenaga turbo.
Jalan Cerita: Simpel tapi Penuh Nyawa
Meski jalan cerita F1: The Movie cenderung sederhana dan bisa dicerna bahkan oleh newbie di dunia Formula 1, justru di situlah kekuatannya. Film ini tidak berusaha menggurui tentang teknikalitas F1, melainkan mengajak kita menyelami sisi manusia dari dunia super kompetitif itu. Di beberapa bagian memang terasa agak dipaksakan dan kurang natural, tapi semua terbayar oleh intensitas emosi dan visual yang luar biasa.