Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Book

Pelajaran Cinta dan Keikhlasan dari Novel Tere Liye yang Menyentuh Hati

9 Juni 2025   09:00 Diperbarui: 9 Juni 2025   08:47 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto buku Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye, lengkap dengan pembatas halaman bertema senada. (Sumber: pbookish.id-ig)

"Kehidupan ini seperti daun yang jatuh. Biarlah angin yang menerbangkannya."

  - Tere Liye, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Ada cinta yang tumbuh bukan dari gombalan, bukan pula dari janji manis. Ia tumbuh perlahan, dari kehadiran yang konsisten, dari kebaikan yang tidak bersyarat, dari tangan yang tidak pernah menuntut imbalan. Tapi justru cinta yang seperti itulah - cinta yang sunyi, jujur, dan sederhana - seringkali harus dilepaskan, bukan dimiliki. Itulah cinta yang digambarkan Tere Liye dalam novel "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin", sebuah kisah menggetarkan tentang syukur, kehilangan, dan perasaan yang tak pernah bisa diucapkan tepat waktu.

Ketika Malaikat Tak Bersayap Bernama Danar Datang

Tania kecil hidup dalam kemiskinan bersama ibu dan adik laki-lakinya, Dede. Mereka tinggal di rumah kardus, bertahan hidup dari mengamen, dan harus merelakan pendidikan karena himpitan ekonomi. Dalam keadaan yang nyaris putus asa, muncullah sosok Danar, seorang pria dewasa yang hadir seperti malaikat. Ia bukan kerabat, bukan teman lama - hanya seorang asing yang memiliki empati begitu besar.

Danar menawarkan mereka bukan hanya pertolongan finansial, tetapi juga harapan. Ia menyekolahkan Tania dan Dede, membantu ekonomi keluarga, bahkan menjadi sosok ayah dan pelindung yang selama ini absen dalam hidup mereka. Pada titik itu, kehidupan Tania berubah selamanya.

Seiring bertambahnya usia, Tania mulai menyadari bahwa perasaannya pada Danar bukan hanya sekadar rasa hormat atau terima kasih. Ia mulai jatuh cinta. Cinta yang tumbuh dari kekaguman, dari rasa aman, dari kedekatan emosional yang dalam. Tapi, seperti yang bisa ditebak, perasaan itu rumit.

Danar jauh lebih tua. Danar sudah menjalani kehidupannya sendiri. Bahkan sang ibu pun memperingatkan bahwa rasa itu hanya akan membuat segalanya jadi sulit. Tapi apakah perasaan bisa dikendalikan semudah itu? Tentu tidak.

Perasaan Tania adalah hasil dari luka dan kesepian yang tak pernah benar-benar sembuh. Dan Danar adalah satu-satunya cahaya yang pernah menyinari ruang gelap dalam hidupnya.

Tere Liye menulis novel ini dengan gaya narasi orang pertama yang sangat intim. Menggunakan sudut pandang Tania, kita diajak masuk ke dalam hatinya. Membaca buku ini seperti membaca buku harian - penuh perasaan, terkadang naif, kadang marah, sering kali patah. Tapi semuanya terasa nyata.

Ketika sudut pandang berganti ke narator atau sudut pandang orang ketiga, pembaca diajak untuk menilai situasi secara lebih objektif. Di titik inilah pembaca sadar bahwa perasaan Tania, walau tulus, tetap tidak ideal. Gap usia, perbedaan posisi sosial, dan dinamika emosi membuat hubungan mereka mustahil untuk diterima logika, meski bisa dipahami oleh hati.

Meski bertema cinta, novel ini sebenarnya menyampaikan pesan yang jauh lebih besar dan mendalam:

*) Tentang berterima kasih. Tidak semua orang yang hadir dalam hidup kita akan tinggal selamanya. Tapi itu tidak menghapus jasa dan kebaikan mereka.

*) Tentang memaafkan. Memaafkan bukan hanya untuk orang lain, tapi terutama untuk diri sendiri - agar bisa hidup tanpa beban.

*) Tentang melepaskan. Karena tidak semua cinta harus memiliki. Kadang, cinta sejati justru diuji ketika kita mampu mengikhlaskan orang yang paling kita sayangi demi kebaikan bersama.

Danar sendiri bukan tokoh yang sempurna. Ia punya keputusan yang bisa diperdebatkan. Ia tidak selalu jujur, dan tidak selalu berani. Tapi justru itulah kekuatan novel ini. Bahwa manusia bisa saja menjadi pahlawan bagi orang lain, meski tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri.

Tanpa memberikan terlalu banyak spoiler, ending novel ini berhasil membuat hatiku terombang-ambing oleh perasaan dan tanpa disadari air mata ikutan jatuh. Bukan karena kejam, tapi karena jujur. Tere Liye tidak memaksakan happy ending seperti sinetron. Ia memberikan penutup yang sesuai dengan alur dan realitas: bahwa tidak semua orang yang mencintai kita akan bisa menemani kita sampai akhir.

Ada satu adegan penutup yang sangat membekas, ketika Tania akhirnya mengerti, bahwa terkadang kita mencintai orang hanya untuk mempelajari arti kehilangan. Dan bahwa kadang, kehilangan adalah satu-satunya jalan agar kita bisa tumbuh.

Aku agak merasa kurang nyaman dengan jarak usia yang jauh antara Tania dan Danar, terlebih saat cerita berkembang ke arah perasaan romantis. Namun terlepas dari itu, novel ini tetap menyajikan narasi yang mengalir, emosional, dan menyentuh.

Perubahan karakter, terutama pada Tania dan Dede, terasa alami. Dari anak jalanan yang terpaksa mengamen, mereka tumbuh menjadi pribadi tangguh, cerdas, dan memiliki masa depan. Tania bahkan meraih beasiswa ke Singapura - sebuah puncak dari perjalanan panjang yang dimulai dari sebuah rumah kardus.

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin -  bukan hanya tentang cinta. Ia adalah cerita tentang perjalanan batin manusia dalam menghadapi luka, belajar menerima kenyataan, dan tumbuh dari rasa sakit. Novel ini tidak mengejar romansa sempurna, melainkan memperlihatkan bahwa mencintai adalah juga tentang menguatkan, meski akhirnya harus melepaskan.

"Bahwa hidup harus menerima... penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti... pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami... pemahaman yang tulus. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan."

- Tere Liye

Jika kamu sedang berada di fase belajar melepaskan, atau ingin mengerti arti cinta yang tidak egois, maka buku ini akan menjadi teman yang mengerti luka-lukamu tanpa perlu kamu jelaskan. Dari 1-5, aku beri nilai 4 untuk novel yang cukup mengombang-ambingkan perasaanku. 

Identitas Buku

Judul: Daun Jatuh Tak Pernah Membenci Angin 

Penulis: Tere Liye

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (GPU)

Tahun Terbit: 2018

Jumlah Halaman: 264

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun