Mohon tunggu...
Pecandu Sastra
Pecandu Sastra Mohon Tunggu... Penulis - Blogger dan Penulis

Blue | Read | Black Coffee | Social and Humanity | DSF7296 | pecandusastra96 | Ungkapkan Kebenaran Meski itu Sakit

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Alasan Mengapa Ulama Tidak Memperbolehkan Menaruh Smartphone di Saku

22 Mei 2024   18:48 Diperbarui: 22 Mei 2024   18:55 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menaruh handphone di Saku. Foto: Kompas. Ist

Handphone atau smartphone bukan lagi sebagai alat komunikasi, melainkan saat ini sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan. Bahkan, ada yang rasanya seakan tidak bisa hidup jauh dari benda tersebut. 

Semakin ke sini alat komunikasi semakin canggih dan kian bervariasi, jika dulu telepon seluler (ponsel) hanya digunakan untuk mengirim pesan singkat atau yang lebih kita kenal sebagai SMS (Short Message Service) dan pesan suara langsung. Kini, semakin berkembang pesatnya teknologi, telepon genggam bertambah fitur dan meningkat dari segi tampilan maupun fungsinya.

Kebanyakan dari kita kebiasaan menaruh barang yang satu itu pada saku celana maupun baju karena lebih praktis, sehingga tak perlu membuka tas terlebih dahulu ketika ingin menggunakannya.

Ternyata, hal ini sangat tidak dianjurkan dalam segi kesehatan. Begitupun para ulama banyak pula yang melarang menaruh handphone, terlebih di saku baju.

Dalam sebuah perjalanan di Kota Hujan beberapa waktu lalu, saat turut mengawal sohib yang juga guru spiritual ke kampung-kampung di Kabupaten Bogor bagian Timur - guna menyebarluaskan ratib dan sholawat. Pada momen-momen duduk bersama sembari menikmati hidangan kopi hitam tanpa gula dan jamuan lainnya, kita sering sharing perihal kesibukan perduniawian maupun hal-hal yang berhubungan dengan agama. Topik yang kita obrolkan tidak melulu bersifat serius, ada kalanya senda gurau diperlukan untuk mewarnai obrolan menjadi bervariasi, namun tidak kehilangan makna.


Suatu ketika saat kita sedang asyik berbincang di beranda majelis usai shalat magrib, sembari menanti waktu isya yang hanya beberapa menit - ada percakapan yang tidak aku lupakan perihal handphone, hal ini tampak sepele, tapi memiliki nilai kemaslahatan yang sangat luar biasa besar. 

Abah, demikian aku memanggil lelaki yang tengah berusia 50 tahun itu. Panggilan yang dengan tidak sengaja terlontarkan oleh bibirku pada suatu malam di sekian kali mengawal beliau berdakwah, sehingga akhirnya aku putuskan untuk menjadikan nama tersebut sebagai panggilan akrab. 

Kala itu Abah memberi nasihat agar aku tidak sembarang menaruh telepon di saku baju. Terlebih di bagian atas, terutama di daerah yang dekat dengan dada. Sebagaimana beliau kutip dari nasihat Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, Ulama dari Kota Tarim, Hadramaut, Yaman - menaruh telepon di saku sangatlah tidak dianjurkan, karena di sana terletak hati.

Dalam nasihat Habib Umar tersebut, telepon yang sering kita gunakan untuk hal-hal yang banyak mengandung mudharatnya (tidak baik/tidak bermanfaat); banyak digunakan untuk kemaksiatan. Contohnya saja dalam era yang semakin canggih ini, jari kita sangat mudah untuk berjulid ria, nyinyir, maupun lainnya. 

Belum lagi tayangan-tayangan yang sering berseliweran di layar handphone kita, baik itu disengaja atau pun tidak, hal-hal yang tidak layak untuk kita tonton dan lihat, bahkan mungkin banyak aurat lawan jenis yang dipandang mata, serta banyak lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun