Mohon tunggu...
Muhamad Karim
Muhamad Karim Mohon Tunggu... Dosen - Saya seorang Akademisi

Bidang Keahlian saya Kelautan dan perikanan, ekologi, ekonomi politik sumber daya alam.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kelola Perikanan Tanpa Ocean Grabbing

15 Oktober 2019   09:03 Diperbarui: 15 Oktober 2019   09:11 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemerintah juga mengedepankan pemanfaatan dan pengelolaan yang berkelanjutan dengan melarang penggunaan alat tangkap yang merusak yang merupakan varian dari pukat harimau (trawl) dan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan secara bebas. 

Tujuannya agar sumber daya perikanan dan ekologinya tetap berlangsung sesuai prinsip metabilosme alam.

Ketiga, kebijakan KKP yang melarang trashipment ikan hasil tangkapan di tengah laut dan eks kapal ikan asing beroperasi bebas di perairan Indonesia jadi instrumen mencegah prinsip perdagangan bebas komoditas perikanan yang menimbulkan  efek ketidakberlanjutan. 

Hal ini dikarenakan pelaku transhipment hanya mementingkan pribadinya, dan mengeruk keuntungan tanpa batas disertai dukungan informasi yang memadai. 

Akibatnya, mereka mengabaikan kondisi sosio-ekologi yang sudah melekat dalam kehidupan masyarakat (terutama nelayan dan masyarakat adat) dan instrumen kelembagaan yang berlaku formal (peraturan perundangan) dan non-formal (hukum adat).

Keempat, kebijakan KKP yang mengedepankan pilar keberlanjutan, kemakmuran dan kedaulatan sejalan dengan cara pandang de-growth dalam pengelolaan sumber daya ikan yang tidak bersifat eksploitatif. 

Konsep de-growth bukan berarti tanpa pertumbuhan ekonomi, tetapi lebih mengedepankan prinsip steady state sehingga tercipta redistribusi sumber daya secara adil dan merata. Hal ini akan menyebabkan sumber daya ikan sebagai modal alamiah tidak akan mengalami degradasi secara signifikan dan perbaikan hidup masyarakat pesisir (terutama nelayan) secara kualitatif  akan terjamin. 

Hal ini juga tidak berbeda secara substantif dengan pemikiran Hatta (1960) yang menekankan bahwa pertumbuhan pendapatan nasional tidak bisa dipandang sebagai "aggregative thinking", melainkan lebih menekankan upaya memperbesar kemakmuran rakyat  secara adil dan merata sebagaimana cita-cita UUD 1945. 

Kemudian Bung Hatta mempertegas bahwa dalam menjalankan dan mengelola perekonomian nasional Indonesia lebih mengutamakan prinsip  kedaulatan ekonomi yang sekarang menjadi salah satu pilar KKP dalam menjalankan kebijakannya. 

 Hatta (1967) menyatakan bahwa kedaulatan ekonomi berisikan "kemampuan masyarakat dan bangsa dengan semangat berdikari, memiliki individualitas, oto-aktivitas, memiliki harga diri, kepercayaan pada diri sendiri serta jiwa bangsa yang berkepribadian". Bung Hatta melanjutkan bahwa isi dari kedaulatan ekonomi tersebut merupakan bentuk perwujudkan dari "mencerdaskan kehidupan bangsa yang sangat erat dengan pengembangan dan pembangunan pengusaha kecil".

Sementara itu, dalam konsep Gray (2005) tata kelola perikanan dibagi dalam tiga model yaitu: pertama, tatakelola perikanan yang bersifat hirarkis (Hierarchical Governance). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun