Mohon tunggu...
Citra Melati
Citra Melati Mohon Tunggu... Guru bahasa inggris dan pemerhati pendidikan dan sosial.

Kebebasan berpikir dan berpendapat adalah hak setiap manusia (bukan 𝘢𝘥 𝘩𝘰𝘮𝘪𝘯𝘦𝘮). Pikiran tak harus bersifat konformis, pikiran individual juga diperlukan di dalam proses menelaah sebuah kebenaran secara bersama.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menikmati liburan keluarga dengan pergi ke museum

23 Mei 2021   10:33 Diperbarui: 23 Mei 2021   12:10 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayo liburan ke museum (wayang potehi)

 

Kali ini kami ingin mengisi liburan anak kami dengan pergi ke tempat yang menyenangkan yakni melihat pemandangan yang hijau. Kami jarang sekali menghabiskan waktu liburan kami hanya untuk pergi ke mall, biasanya kalau ke mall, kami pergi ke toko buku atau sekedar beli keperluan bukan untuk jalan-jalan utama.

Susah sekali mencari tempat hijau terbuka dengan udara yang sejuk dan bersih, kami harus ke luar kota dulu pergi ke arah selatan untuk menemukannya, di kota kami sudah penuh sesak dengan bangunan tembok, seperti perumahan, kendaraan berasap, mall, dsb. Kami ingin merasakan kealamian alam yang asri dan luas.

Tapi ternyata rencana kami berubah, mengingat pandemi ini, dan ternyata tempat edukasi sudah mulai buka (dengan mematuhi protokol kesehatan), setelah sekian lama semua akses pelayanan publik ditutup bagi pengunjung. Pikiran kami tertuju pada museum! Museum yang sudah kami nanti-nanti yaitu salah satunya adalah Museum Gubug Wayang di Mojokerto yang sebelumnya kami dapat infonya dari hasil pencarian di instagram. Kebetulan museum tersebut tidak terlalu jauh dari kota kami tinggal, dan kami memang selalu menyempatkan liburan kami dengan pergi ke museum, seperti museum di Surabaya, Yogyakarta, Bali, dsb. 

Kami berangkat pagi menuju siang sekitar jam 10, perjalanan kami menghabiskan waktu sekitar kurang dari 2 jam. Alhamdulillah, kami telah sampai tujuan dengan mengandalkan peta google (untung tidak sampai nyasar). Saat sampai, mobil kami parkir di bawah pohon rindang agar tidak kepanasan mengingat cuaca pada hari itu memang lagi puncak musim panas dan matahari yang silau serta terik menyengat. 

Kami menelepon kepada petugas museum bahwa kami mau menuju ke tempat museum, sebelum turun dari mobil, perut kami terasa lapar. Meski kami sudah membawa camilan, tak cukup memenuhi perut kami yang butuh energi untuk berpetualang (liburan), dan memang sudah tibalah kami waktunya makan siang, karena waktu sudah menunjukkan pukul 12. Pikiran kami tertuju pada kuliner sate komoh, khas Mojokerto, yang sebelumnya belum pernah kami coba, tanpa pikir panjang kami bergegas menuju tempat kuliner yang memang tidak terlalu jauh dari tempat museum, walau dengan agak ragu, khawatir tidak dapat tempat parkir yang teduh dan ke museumnya keburu tutup jam 4.

Singkat cerita, kami hampir bolak balik mengitari parkiran museum sampai 3 kali hanya karena tempat makan yang kami tuju belum kami temukan, akhirnya kami tidak berlama-lama makan di tempat lain saja, khawatir waktu ke museumnya nanti kesiangan. Kami jadi makan soto ayam saja di sekitar alun-alun Mojokerto, kebetulan ada sate komoh juga walau tinggal dua tusuk, lumayan sebagai rasa penasaran, ternyata memang tempat makan yang kami tuju sebelumnya ada disebelah tempat kami makan dan masih tutup.

Jeep hardtop eks Cakrabirawa
Jeep hardtop eks Cakrabirawa

Setelah makan, kami tiba di museum. Kedatangan kami disambut dengan ramah oleh petugas (mas-mas) museum gubug wayang. Kami sempat ngobrol sedikit seputar museum, setelah itu diminta untuk mengisi daftar hadir, dengan mencantumkan nama, asal, pesan dan kesan, saat menuliskan tanggal 17 Mei 2021 di buku daftar hadir, ternyata kami menjadi pengunjung pertama dan satu-satunya yang datang sejak museum gubug wayang dibuka untuk umum pasca Hari Raya, yang sebelumnya sudah dibuka pada tanggal 8 Mei 2021.

Kami sempat melakukan swafoto, namun daya baterai tinggal beberapa persen saja sehingga hanya beberapa kali saja bisa ambil foto dan video. Kami juga disambut oleh patung Pak Raden, salah satu legenda Indonesia, berukuran sekitar 2,5 meter sambil membawa boneka Unyil. Cuma sayang, kami lupa berswafoto dengan patung Pak Raden, mungkin lain kali bisa kesana lagi untuk foto sebagai kenangan. Kenapa ada patung Pak Raden? Karena di sini merupakan tempat barang-barang mendiang Pak Raden terlengkap di Indonesia, mulai dari boneka si Unyil dkk lengkap dengan set latar belakangnya, lukisan dan sketsa, hingga barang pribadi beliau.

Selain itu, kami suka sekali dengan mobil jeep yang dipajang halaman pertama museum di sebelah ujung kiri. Kami mempunyai impian untuk memiliki mobil petualangan, terutama anak kami yang juga suka sekali dengan mobil jeep tersebut. 

Cukup hanya dengan membayar Rp.20.000 per orang untuk tiket masuk. Sisihkan biaya dan waktu untuk mengenal sejarah, seni dan budaya Indonesia, jangan sampai kita yang menyesal, karena kearifan peninggalan nenek moyang kita diklaim oleh negara lain, akibat kita sering mendewakan budaya asing dan teknologi dan melupakan budaya sendiri. Siapa lagi kalau bukan kita sebagai generasi bangsa Indonesia kalau bukan kita sendiri yang mengenalkan dan melestarikan pada anak cucu kita. 

Kami memang mencari tempat yang menghibur sekaligus mengedukasi, lagipula tak harus selalu menunggu sekolah untuk pergi ke museum, (tak semua sekolah punya inisiatif berkunjung ke museum) karena di museum akan ada pemandu yang menjelaskan.

Cerita Ramayana
Cerita Ramayana

Lagi serius baca;)
Lagi serius baca;)

Kami dipandu oleh bapak yang sudah berpengalaman yang akan menjelaskan mengenai info museum, menurut info beliau yang sudah agak sepuh dan pensiun yang sebelumnya pernah menjadi dosen. Anak kami sudah mulai antusias dengan replika relief, yang terpajang di sekeliling tembok di halaman pertama. 

Cukup lama kami dijelaskan tentang sejarah relief pewayangan per adegan cerita yang terletak di samping bangunan halaman luar, terdapat patung Ganesha yang dikisahkan dan dijelaskan dari segi bentuk dan rupa.

Gedung tersebut memiliki tiga lantai, menurut info gedung tersebut adalah milik perseorangan untuk koleksi pribadi yang memang punya ketertarikan dengan seni budaya Indonesia dan ditujukan sebagai wadah Ilmu pengetahuan sejarah Indonesia agar tetap lestari. Kami sangat salut dan bangga tentunya, mengingat biaya untuk membuat museum ini tidak sedikit karena koleksi barang lawas yang bernilai tinggi.

Penggemar mainan Pak Lik
Penggemar mainan Pak Lik

 

Sepeda Kuno dan penjual mainan
Sepeda Kuno dan penjual mainan

Kami sudah mulai masuk ke halaman indoor gedung lantai pertama yang rapi, bersih, tertata apik dan sangat banyak sekali dihiasi dengan pajangan wayang golek, keris, wayang, foto seniman Indonesia, alat musik gamelan, mainan anak lawas yang dipajang di sepeda Kuno tersebut (biasanya di tempat kami kalau ada penjual mainan keliling, kami menyebutnya dengan Pak Lik).


Peninggalan atribut Pak Raden
Peninggalan atribut Pak Raden

 

Foto bersama Pak Ogah 
Foto bersama Pak Ogah 

Pak Raden dan si Unyil
Pak Raden dan si Unyil

Peninggalan atribut sang maestro Pak Raden, dari pakaian sampai dengan hasil karya-karya beliau yang memukau seni dunia anak. Penampilan boneka tangan berbagai karakter tokoh si Unyil, yang menggambarkan khas wajah Indonesia dari berbagai profesi, ini sangat kreatif dan unik sampai tidak menyadari bahwa jaman dulu ada acara TV yang berkualitas baik, bernilai seni tinggi, dan amat relevan ke anak, dimana jaman sekarang jarang sekali ditemukan seniman pencipta tokoh anak yang ditayangkan televisi dengan dikemas menarik bagi anak. 

Ada koleksi kaset video lawas, majalah, film, naskah yang tersimpan rapi dalam pajangan kaca serta lukisan besar beliau yang terpajang di tembok. Beliau adalah seniman besar serba bisa tak hanya sebagai tokoh pencipta si Unyil, beliau juga bisa melukis, mendongeng, dsb. Karya beliau memang tak diragukan lagi, dimana karya beliau sudah malang melintang di layar televisi.

Pak Raden adalah seniman sejati yang luar biasa dalam mendedikasikan hidupnya dalam dunia anak. Karya yang dilakukan beliau memang atas dasar cinta bukan semata-mata materi, tapi sayang karya beliau kurang mendapat tempat dan apresiasi dari negeri sendiri dengan melihat kondisi sepanjang hidup Pak Raden yang jauh dari kemapanan, seharusnya ada penghargaan khusus serta ada penghargaan kepada seniman Indonesia dan generasi selanjutnya untuk menghidupkan kembali dunia seni anak yang lebih berkualitas dan kreatif. Selain itu, patut berbangga dengan sumbangsih beliau yang sudah menghibur dan menemani dunia anak selama ini. 

 

Penggemar Upin Ipin
Penggemar Upin Ipin

Di lantai dua kami melihat berbagai koleksi wayang golek dari berbagai daerah, termasuk karakter Upin ipin ada disitu. Menurut bapak kurator atau pemandu, bahwa Upin ipin asli berasal dari karya anak bangsa Indonesia. Cerita awal mulanya Upin Ipin ditawarkan di berbagai televisi, tapi ditolak. Akhirnya Malaysia yang tertarik membeli, dan sekarang Upin Ipin menjadi tontonan anak-anak yang terkenal, dan mungkin ada penyesalan dengan menyandingkan Sapo Jarwo yang (masih) kalah jauh. Masih banyak lagi karya anak bangsa lain yang terasing dari negeri sendiri karena tidak mendapat dukungan malah lebih dihargai di negeri lain. Bagai dianaktirikan di negeri sendiri, namun dianakemaskan di negeri lain. Jika demikian, bagaimana menanamkan nilai nasionalisme dan pancasila jika karya anak bangsa sendiri pupus di negeri sendiri?

Wayang pancasila
Wayang pancasila

Di lantai tiga kami melihat ada tambahan koleksi wayang golek, topeng, keris, wayang, ternyata jenis wayang memiliki banyak macam dari berbagai daerah, adat agama, atau bahkan dari negara lain dengan penyajian yang tentu berbeda, gambar wayang di atas menceritakan tentang sejarah awal terbentuknya lambang garuda pancasila, kemudian ada patung figur tokoh terkenal beserta karyanya mulai dari presiden, penyanyi, tokoh kemanusiaan, dsb. 

Terdapat juga topeng-topeng khas Jawa Timur, terutama Malang. Pengrajin topeng daerah yang sempat jualan dipinggir jalan, nasib yang begitu miris, mengingat banyak jenis pahatan yang rapi dan halus terpinggirkan, karena kurang adanya perhatian. Menurut info, pengrajin topeng diambil alih oleh pihak museum untuk dipedulikan dan dikembangkan nasibnya agar pengrajin topeng tetap bertahan namun malah dianggap menyalahi aturan karena tanpa izin. Dahlah!

 

  

Ayo liburan ke museum (wayang potehi)
Ayo liburan ke museum (wayang potehi)
Kamsia....

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun