Film klasik '12 Angry Men' menggambarkan berjalannya persidangan di pengadilan Amerika Serikat, yang menjatuhkan hukuman terhadap seorang terdakwa berkulit hitam berusia 18 tahun, atas tuduhan tindak pidana pembunuhan berencana tingkat pertama.
Plot persidangan berlokasi di New York City, AS, sebagai tempat yang menggunakan sistem juri dalam proses di pengadilan. Seluruh alat bukti dihadirkan dalam persidangan ini untuk memperkuat bahwa terdakwa adalah pelaku pembunuhan.
Berdasarkan alat bukti, berupa keterangan saksi, keterangan terdakwa, petunjuk, dan barang bukti, disimpulkan bahwa kejadian pembunuhan ini disebabkan karena perselisihan antara Terdakwa (anak) dengan ayahnya, yang mana pada saat pertengkaran, sang ayah memukuli anaknya beberapa kali. Setelah pertengkaran, anak itu keluar rumah pukul 20:00 menuju toko bekas dan membeli pisau lipat dengan ukiran pada bagian gagangnya.
Lanjut sekitar pukul 20:45 anak itu berada di kedai bersama kawan-kawannya, yang melihat pisau yang baru dibelinya. Diduga pisau itulah yang digunakan untuk membunuh korban. Terdakwa meninggalkan kedai pukul 21:45 dan tiba di rumah pukul 22:00. Kemudian keluar lagi menuju bioskop pukul 23:30. Saat pulang pukul 03:10 anak tersebut menemukan ayahnya telah tewas tergeletak di rumah akibat ditusuk suatu dengan menggunakan pisau lipat.
Guna memperoleh keputusan Terdakwa bersalah atau tidak, harus ada suara bulat 12 juri di persidangan. Saat voting, 11 juri menyatakan Terdakwa bersalah, dan 1 juri meyakini Terdakwa tidak bersalah berdasarkan keraguan yang beralasan.
Perbandingan hasil voting 11:1 ini menyebabkan para juri berdiskusi membahas fakta dan alat bukti, yakni keterangan saksi dan pisau lipat. Diskusi penuh dengan emosi, karena perdebatan yang memicu kemarahan dan ketegangan. Namun setelah melewati proses panjang, semua juri akhirnya memutuskan bahwa Terdakwa tidak bersalah.
Perbandingan Sistem Common Law dan Civil Law
Indonesia menganut sistem Civil Law yang memberikan perlindungan terhadap Tersangka dengan mengacu pada asas praduga tidak bersalah. Hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta hukum dan cermat menilai alat bukti, dan berperan besar dalam memutus perkara.
Dalam sistem Common Law, yurisprudensi merupakan sumber hukum utama. Hakim terikat untuk mengikuti dan atau menerapkan putusan pengadilan terdahulu, baik yang ia buat sendiri atau oleh pendahulunya untuk penanganan kasus serupa. Dalam sistem ini, yang berperkara adalah lawan antar satu dengan yang lainnya dengan didampingi pengacara masing-masing.
Analisis Film 12 Angry Man dikaitkan dengan Hukum Acara Pidana
Sistem peradilan pidana di Amerika atau Adversary System mengatur bahwa yang menjadi Penggugat adalah negara, sedangkan Tergugat adalah tertuduh.
Sistem Adversary System mengenal 'Plea Bargain' yakni suatu sistem yang menyatakan bahwa 'apabila seorang tertuduh menyatakan bersalah, maka proses selanjutnya adalah penjatuhan hukuman tanpa melewati proses trial. Sebaliknya apabila tertuduh menyatakan tidak bersalah, maka perkaranya akan diadili melalui tahapan trial dengan para juri'.
Pada saat trial, Terdakwa tidak perlu membuktikan kepolosan mereka (innocence) sebab beban pembuktian ada pada pemerintah yang harus memberikan bukti, untuk meyakinkan para juri atas kesalahan terdakwa.
Standar pembuktian dalam pengadilan pidana ini memberi beban yang jauh lebih besar bagi jaksa, sebab Terdakwa harus dinyatakan bersalah "tanpa keraguan" yang berarti bahwa buktinya harus kuat sehingga tidak diragukan lagi bahwa Terdakwa melakukan kejahatan tersebut. Jika masih ada keraguan pada juri, maka Terdakwa tidak dapat dinyatakan bersalah.
Kasus tindak pidana yang diceritakan lewat film "12 Angry Men" memberikan pemahaman tentang pentingnya upaya untuk memperdalam alat bukti, karena masing-masing alat bukti dapat saling melengkapi keterangan yang diberikan dalam upaya membuktikan apakah Terdakwa benar bersalah atau tidak.
Alat-alat bukti yang digunakan dalam persidangan tersebut adalah:
- Keterangan 2 orang saksi, yakni wanita yang tinggal di seberang apartemen Terdakwa yang bersaksi bahwa ia melihat secara langsung pembunuhan tersebut; dan saksi seorang pria tua yang mendengar ucapan Terdakwa yang akan membunuh.
- Pisau lipat sebagai barang bukti. Pisau ini digunakan oleh Terdakwa untuk membunuh ayahnya.
- Keterangan Terdakwa itu sendiri, dimana ia menjelaskan seluruh kegiatan yang ia lakukan pada hari ayahnya dibunuh.
Alat-alat bukti ini telah memenuhi syarat namun fakta-fakta yang ditemukan dan diperdalam oleh para juri ternyata tidak Sesuai, sehingga mereka memutuskan bahwa Terdakwa tidak bersalah.
Pembahasan film dikaitkan dengan teori pembuktian dalam hukum acara pidana ini menjadi bagian dari analisis dalam perkuliahan di FH Universitas Indonesia, sebagai  mitra perguruan tinggi dari salah satu universitas Islam terbaik di Jakarta, Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), dalam program Pertukaran mahasiswa Merdeka (PMM) yang diselenggarakan oleh Kemendikbud dalam program MBKM.Â
Dalam bidang pendidikan, Universitas Al-Azhar Indonesia yang membuka 5 fakultas dengan 19 program studi ini telah mengirimkan mahasiswa/i ke berbagai mitra baik perguruan tinggi maupun korporat yang bekerjasama dalam program MBKM.
Dengan demikian, mahasiswa/i dapat belajar di luar kampus UAIÂ dan mendapatkan pengalaman baru dan teman-teman baru, juga suasana perkuliahan baru yang bukan hanya memperluas wawasan ilmu pengetahuan tetapi juga soft skills.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI