Sistem peradilan pidana di Amerika atau Adversary System mengatur bahwa yang menjadi Penggugat adalah negara, sedangkan Tergugat adalah tertuduh.
Sistem Adversary System mengenal 'Plea Bargain' yakni suatu sistem yang menyatakan bahwa 'apabila seorang tertuduh menyatakan bersalah, maka proses selanjutnya adalah penjatuhan hukuman tanpa melewati proses trial. Sebaliknya apabila tertuduh menyatakan tidak bersalah, maka perkaranya akan diadili melalui tahapan trial dengan para juri'.
Pada saat trial, Terdakwa tidak perlu membuktikan kepolosan mereka (innocence) sebab beban pembuktian ada pada pemerintah yang harus memberikan bukti, untuk meyakinkan para juri atas kesalahan terdakwa.
Standar pembuktian dalam pengadilan pidana ini memberi beban yang jauh lebih besar bagi jaksa, sebab Terdakwa harus dinyatakan bersalah "tanpa keraguan" yang berarti bahwa buktinya harus kuat sehingga tidak diragukan lagi bahwa Terdakwa melakukan kejahatan tersebut. Jika masih ada keraguan pada juri, maka Terdakwa tidak dapat dinyatakan bersalah.
Kasus tindak pidana yang diceritakan lewat film "12 Angry Men" memberikan pemahaman tentang pentingnya upaya untuk memperdalam alat bukti, karena masing-masing alat bukti dapat saling melengkapi keterangan yang diberikan dalam upaya membuktikan apakah Terdakwa benar bersalah atau tidak.
Alat-alat bukti yang digunakan dalam persidangan tersebut adalah:
- Keterangan 2 orang saksi, yakni wanita yang tinggal di seberang apartemen Terdakwa yang bersaksi bahwa ia melihat secara langsung pembunuhan tersebut; dan saksi seorang pria tua yang mendengar ucapan Terdakwa yang akan membunuh.
- Pisau lipat sebagai barang bukti. Pisau ini digunakan oleh Terdakwa untuk membunuh ayahnya.
- Keterangan Terdakwa itu sendiri, dimana ia menjelaskan seluruh kegiatan yang ia lakukan pada hari ayahnya dibunuh.
Alat-alat bukti ini telah memenuhi syarat namun fakta-fakta yang ditemukan dan diperdalam oleh para juri ternyata tidak Sesuai, sehingga mereka memutuskan bahwa Terdakwa tidak bersalah.
Pembahasan film dikaitkan dengan teori pembuktian dalam hukum acara pidana ini menjadi bagian dari analisis dalam perkuliahan di FH Universitas Indonesia, sebagai  mitra perguruan tinggi dari salah satu universitas Islam terbaik di Jakarta, Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), dalam program Pertukaran mahasiswa Merdeka (PMM) yang diselenggarakan oleh Kemendikbud dalam program MBKM.Â
Dalam bidang pendidikan, Universitas Al-Azhar Indonesia yang membuka 5 fakultas dengan 19 program studi ini telah mengirimkan mahasiswa/i ke berbagai mitra baik perguruan tinggi maupun korporat yang bekerjasama dalam program MBKM.
Dengan demikian, mahasiswa/i dapat belajar di luar kampus UAIÂ dan mendapatkan pengalaman baru dan teman-teman baru, juga suasana perkuliahan baru yang bukan hanya memperluas wawasan ilmu pengetahuan tetapi juga soft skills.