Mohon tunggu...
Claudia Tiara Aji
Claudia Tiara Aji Mohon Tunggu... Mahasiswa

Bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Balik Bantengan dan Pencak Silat Kancil Mas dari Desa Jambuwer

2 Juni 2025   12:47 Diperbarui: 2 Juni 2025   17:13 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dokumentasi pribadi (kuliah terpadu 2025)

Kesenian tradisional di Indonesia memang tak pernah habis menyimpan cerita menarik. Salah satunya adalah kesenian yang berasal dari Desa Jambuwer, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Meskipun tidak menyaksikan secara langsung pertunjukan seni bantengan maupun latihan pencak silat, namun hasil observasi kami menghasilkan gambaran jelas. Tentang bagaimana organisasi ini tetap aktif, dijaga, dan dihormati oleh masyarakat sekitar.

 Kesenian ini adalah gabungan dari pencak silat dan seni bantengan yang tergabung dalam satu organisasi yaitu Kancil Mas. Kancil Mas tidak hanya dikenal sebagai kelompok seni atau bela diri, tapi juga sebagai bagian penting dari identitas budaya desa. Awalnya organisasi ini hanya berfokus pada pencak silat saja. Namun seiring dengan berjalannya waktu, kesenian bantengan yang sudah ada sejak dulu akhirnya menjadi bagian dari organisasi tersebut. Menurut observasi yang dilakukan, yaitu dengan Bapak Suparno selaku ketua dari Kancil mas dan Bapak Adi (Pak Ndong) selaku wakil ketua sekaligus pelatih.


Dari mereka, kami mengetahui bahwa mereka bukan pendiri pertama, namun meneruskan peninggalan budaya kesenian dari generasi sebelumnya. Meski tak tahu persis sejarah awalnya, mereka menyebut bahwa organisasi ini berdiri sejak tahun 1961. Menariknya pertunjukan ini, biasanya digelar menjelang masuknya bulan Suro yang dianggap sakral dalam tradisi Jawa. Jika dalam satu tahun tidak ada bulan Suro menurut kalender, maka jadwal pertunjukan digeser ke hari Senin Pahing, yang dianggap memiliki nilai Spiritual tertentu.

Banyak mitos menarik yang saya dapatkan, tentu masih dipercaya hingga sekarang, yang menjadi keunikan dari kesenian bantengan itu sendiri. Yang pertama adalah pada saat pertunjukan bantengan berlangsung, sang penari banteng bisa mengalami kesurupan yang diyakini dirasuki oleh arwah banteng. Cerita seperti ini bukan hanya beredar dikalangan pemain, tetapi juga masyarakat yang ikut menyaksikan.

Selain cerita menarik itu, konon katanya bahwa alat-alat bantengan harus disimpan dirumah pak Suparno. Masyarakat percaya bahwa jika dipindahkan ditempat lain sering terjadi kejadian aneh, misalnya Jidor yang berbunyi sendiri, atau kepala bantengan yang bisa bergerak sendiri. Hal hal semacam ini mungkin sulit dijelaskan secara logis, namun tetap hidup dan mengakar kuat dalam keyakinan para pelaku seni dan masyarakat setempat.

sumber: dokumentasi pribadi (kuliah terpadu 2025)
sumber: dokumentasi pribadi (kuliah terpadu 2025)

Mitos selanjutnya tak kalah menarik yaitu cerita dari salah satu anggota yang transmigrasi ke luar pulau. Meski jauh, mereka mengetahui bahwa kapan ada pertunjukan bantengan dipentaskan. Menurut cerita yang kami dapat, mereka mendapatkan "pesan" secara tidak langsung dari arwah yang ada dalam bantengan tersebut. Mereka mendapat pesan lewat mimpi, atau mungkin perasaan tertentu seolah ada ikatan batin yang tidak terputus.

Nah, satu cerita yang cukup membuat saya terkejut dan merinding adalah tentang kepala bantengan yang tanduknya sudah patah. Saat pak Suparno dan pak Adi ingin memperbaikinya, mereka mendapatkan penolakan yang kuat. Tentu  bukan dari orang lain, melainkan diyakini berasal dari arwah yang berada dalam bantengan tersebut.

Yang membuat saya semakin kagum adalah bagaimana organisasi ini tidak hanya aktif dalam bidang kesenian, tetapi juga berkontribusi dalam kehidupan sosial. Salah satu contoh yang diceritakan adalah Kancil Mas pernah mengadakan penggalangan dana untuk korban bencana alam. Berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp5 juta hanya dalam waktu satu hari. Selain itu, Kancil Mas pernah mengikuti karnaval Desa Jambuwer dan berhasil meraih juara tiga. Sebuah prestasi yang menunjukkan bahwa seni tradisonal tetap bisa bersaing dan mendapat tempat di tengah kegiatan modern.

Sumber: Dokumentasi pribadi (kuliah terpadu 2025)
Sumber: Dokumentasi pribadi (kuliah terpadu 2025)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun