Mohon tunggu...
Ciput Putrawidjaja
Ciput Putrawidjaja Mohon Tunggu... Praktisi Inovasi dan Inkubasi Bisnis Teknologi Kelautan -

Direktur Badan Pengelola Marine Science Techno Park Universitas Diponegoro (MSTP UNDIP)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Kadipaten Pakualaman

22 November 2015   19:35 Diperbarui: 22 November 2015   21:14 1291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan point (3) di ataslah, kemudian Pangeran Notokusumo dinobatkan menjadi Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I pada 29 Juni 1813, menyusul Political Contract 17 Maret 1813 antara Residen Inggris John Crawford dan Pangeran Notokusumo, yg isinya antara lain:
1. BPH Notokusumo diangkat sebagai Pangeran Mardika di bawah Kerajaan Inggris dengan gelar Pangeran Adipati Paku Alam I
2. Kepadanya diberikan tanah dan tunjangan, tentara kavaleri, hak memungut pajak, dan hak tahta yang turun temurun.
3. Tanah yang diberikan meliputi sebuah kemantren di dalam kota Yogyakarta (sekarang menjadi wilayah kecamatan Pakualaman) dan daerah Karang Kemuning (selanjutnya disebut Kabupaten Adikarto) yang terletak di bagian selatan Kabupaten Kulon Progo sekarang.

Selain memerintah kadipatennya sendiri, Paku Alam I juga merangkap sebagai wali Sultan Hamengku Buwono IV yg naik tahta di usia 10 tahun pada tahun 1814 sepeninggal ayahnya HB III yg memerintah secara singkat selepas ontran-ontran di Kraton Yogyakarta. Paku Alam I berbagi tugas dengan GKR Ageng dan GKR Kencana, nenek dan bunda Sultan, serta Patih Danurejo IV. PA I mengundurkan diri sebagai wali Sultan pada tahun 1820. Ketika HB V dinobatkan pada usia 3 tahun menggantikan HB IV yg wafat di usia 19 tahun pada tahun 1823, Paku Alam I sudah tidak lagi diikutkan pada perwalian raja tersebut.

Pada 7 Maret 1822 secara resmi oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda Paku Alam I diberi gelar Pangeran Adipati. Selanjutnya gelar ini hanya digunakan untuk para penguasa Kadipaten yang telah berusia lebih dari 40 tahun. Dalam Perang Jawa (Pemberontakan Diponegoro) 1825-1830 Paku Alam bersifat pasif.

Setelah memerintah selama sekitar 16 tahun Paku Alam I wafat pada tahun 1829 dan dimakamkan di Kotagede, Yogyakarta. Pendiri Kadipaten Pakualaman ini meninggalkan 11 putra-putri, dan digantikan tahtanya oleh putranya, RT Notodiningrat (Pangeran Suryaningrat), dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Suryaningrat pada 18 Desember 1829. Baru setelah menandatangani Politiek Contract 1831-1832-1833 dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda, beliau dikukuhkan menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) Paku Alam II.

BENTUK NEGARA & POLA PEMERINTAHANNYA

Tidak Pernah Berdaulat Penuh dan Berubah-ubah

[caption caption="Peta Kerajaan-kerajaan Mataram Tahun 1830, wilayah Kadipaten Pakualaman yang berwarna kuning"]

[/caption]Monarki ini berstatus Kadipaten, setingkat dengan Kadipaten Mangkunegaran di Surakarta, mengadopsi bentuk negara kepangeranan (principality/principaute) atau "duchy" di Eropa, seperti Luxembourg, Liechtenstein, Monaco sekarang. Meskipun berdaulat, namun kekuasaan Adipati Pakualam tidak pernah sepenuhnya merdeka, karena kekuasaannya diawasi dan segala keputusan politik strategis harus disetujui oleh Residen Inggris (dan selanjutnya Belanda) di Yogyakarta.

Status Pakualaman berganti-ganti seiring dengan perjalanan waktu. Pada 1813-1816 merupakan "negara dependen" di bawah Pemerintah Kolonial Inggris di Hindia Timur. Selanjutnya tahun 1816-1942 merupakan "negara dependen" Kerajaan Hindia Belanda dengan status "Zelfbestuurende Landschappen". Dari 1942 sampai 1945 menjadi bagian dari Kekaisaran Jepang dengan status Kooti di bawah pengawasan Penguasa Militer Tentara XVI Angkatan Darat. Selepas kemerdekaan RI 1945, KGPAA Pakualam VIII, ayah dari KGPAA IX yg bertahta saat itu, bersama2 dengan Sri Sultan HB IX mengeluarkan Maklumat yg menyatakan bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman mendukung kemerdekaan RI dan bergabung dengan status Daerah Istimewa. Sejak saat itu, sebagai konsekuensinya, Kadipaten ini turun statusnya sebagai bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta, bersama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Meskipun tidak pernah merdeka berdaulat secara penuh, namun eksistensi Pakualaman mampu bertahan menembus jaman, hingga hari ini, secara turun temurun pemimpin monarki ini masih tetap menjabat Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai bentuk keistimewaan sejarahnya.

ADIPATI PAKUALAM YG PERNAH BERTAHTA

  1. BPH Notokusumo - Pangeran Adipati Paku Alam I (1813-1829)
  2. RT Notodiningrat - KGPA Suryaningrat - KGPA Paku Alam II (1829-1858)
  3. GPH Sasraningrat - KGPA Surya Sasraningrat I - KGPA Paku Alam III (1858-1864)
  4. RM Nataningrat - KGPA Surya Sasraningrat II - KGPA Paku Alam IV (1864-1878)
  5. KPH Suryadilaga - KGPAA Paku Alam V (1878-1900), pertama kali bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA)
  6. KPH Notokusumo - KGPAA Paku Alam VI (1901-1902)
  7. BRMH Surarjo - KGPA Suryadilaga - KGPAA Paku Alam VII (1906-1937)
  8. BRMH Sularso Kunto Suratno - KGPA Prabu Suryadilaga - KGPAA Paku Alam VIII (1938 - 1998)
  9. BRMH Ambarkusumo - KGPAA Paku Alam IX (1998 - 2015).

Sumber:

  1. Soedarisman Poerwokoesoemo, KPH, Mr. Kadipaten Pakualaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1985.
  2. Wikipedia
  3. Kerajaan Nusantara
  4. Pakualaman Yogya: https://pakualamanyogya.wordpress.com/
  5. Sejarah Nusantara: http://www.sejarahnusantara.com/…/sejarah-pendirian-negeri-…
  6. National Geographic Indonesia:
    6.a. Tatkala Raffles Menjarah Keraton Yogyakarta
    6.b. Kecamuk Pertempuran Inggris dan Keraton Yogyakarta 1812

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun