Mohon tunggu...
CINTA DWI AFRILYA
CINTA DWI AFRILYA Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi saya mencoba hal baru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Telaah Puisi Lama: Pantun, Syair, Gurindam, Mantra, dan Seloka

16 April 2025   21:19 Diperbarui: 4 Oktober 2025   14:01 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: kids.grid.id)

Seperti yang saya jelaskan pada artikel sebelumnya, puisi adalah suatu kumpulan kata yang dirangkai menjadi kalimat dengan tujuan meluapkan emosi dan pikiran penulis dalam bentuk karya sastra. Puisi juga bisa digunakan untuk cara manusia berkomunikasi dengan perasaan yang sulit untuk diungkapkan secara langsung. Nah, kali ini saya akan menjelaskan tentang kategori periodesasi sastra. Ada 6 katgori yaitu puisi lama, masa peralihan (punjangga lama dan pujangga baru), periode angkatan 45, periode angkatan 66, puisi reformasi, dan puisi kontemporer dan digital.

Saat ini kita bahas untuk puisi lama terlebih dahulu. Puisi lama ini masih terikat aturan (jumlah baris, rima-persamaan bunyi, irama-lagu), bersifat kolektif, bersifat anonim (karena berkembang secara lisan, maka pengarang sering tidak tercatat), dan diwariskan secara lisan. Jenis-jenis puisi lama yaitu pantun, syair, gurindam, mantra, dan seloka. Mari kita bahas satu persatu.

Pertama pantun, pantun adalah bentuk puisi lama yang mungkin paling dikenal masyrakat Indonesia. Bentuknya sederhana, terdiri dari 4  baris dalam 1 bait, dengan pola rima akhir a-b-a-b, dan baris 1 dan 2 disebut sampiran (sampiran berisi pembukaan, tidak selalu terkait dengan makna yang akan disampaikan), baris 3 dan 4 disebut isi (berisi pesan utama atau makna yang disampaikan). Pantun digunakan untuk menyampaikan nasihat, pesan, kritik dengan cara berirama. Pantun juga sering disampaikan secara spontan dan bersahutan.

Kedua syair, berbeda dengan pantun karena syair seluruh barisnya memiliki isi, tanpa pembagian antara sampiran dan isi. Umumnya syair terdiri atas 4 baris dalam 1 bait, memiliki rima a-a-a-a diakhir, dan terkadang dinyanyikan seperti tembang. Karena ke-4 barisnya merupakan isi, syair kerap digunakan sebagai media pencerita, atau narasi panjang yang menceritakan suatu peristiwa, legenda, cerita rakyat, atau ajaran agama dan moral.

Ketiga gurindam, gurindam adalah bentuk puisi yang singkat, hanya 2 baris dalam 1bait, namun kandungan maknanya begitu dalam. Biasanya, baris pertama mengandung semacam sebab, pernyataan, atau kondisi tertentu, dan baris kedua menyampaikan akibat, akibat moral, atau nasihat yang menyertainya. Bersajak atau rima a-a. Gurindam tidak banyak bermain dalam unsur cerita atau kiasan seperti pantau dan syair. Gurindam penuh hikmah dan terasa seperti kata-kata bijak yang bisa dijadikan pedoman hidup.

Keempat mantra, mantra adalah bentuk puisi yang tidak ditulis untuk dibaca, tetapi untuk diucapkan dalam suasana sakral. Biasanya diucapkan dalam upacara adat atau ritual tertentu. Bahasa mantra sering kali tidak mudah dipahami. Di dalamnya terdapat kata-kata kuno, berasal dari bahasa asing. Keindahan dan kekuatan mantra tidak terletak pada maknanya yang harfiah, melainkan pada getaran bunyi, irama pengucapan, serta kepercayaan yang mengiringinya.

Yang terakhir yaitu kelima seloka, seloka adalah bentuk puisi yang penuh permainan dan kejenakaan, namum sering menyimpan sindiran tajam. Seloka memberi kebebasan bagi penyairnya untuk bermain-main dengan kata, menyindir secara halus, dan mengungkapkan kebenaran sosial dengan cara yang tidak menyakitkan. Seloka sering digunakan dalam konteks hiburan, dalam cerita rakyat, atau dalam percakapan antar tokoh dalam drama tradisional

Kelima bentuk puisi lama ini (puisi, syair, gurindam, mantra, dan seloka) bukan hanya warisan estetika. Melalui puisi, orang-orang zaman dahulu menyampaikan cinta dan kebijaksanaan, doa dan kritik, cerita dan kepercayaan. Kini, meski dunia telah berubah, gema mereka tetap hidup di sekolah-sekolah, di panggung seni, di benak para penulis, dan di hati mereka yang masih mencintai sastra lama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun