Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menunggu Waktunya Tiba

8 Agustus 2020   02:36 Diperbarui: 8 Agustus 2020   02:38 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by pixabay.com

"Rei, aku lupa bawa mukena. Bisa aku pinjam?"

"Di sini tidak ada mukena Dru. Memang kamu tidak sadar ya?"
"Maksudnya?"

"Tuh."

Kulihat Bunda Maria di ruangan besar tempat Opa bersantai. Kuperhatikan lagi ada tanda salib saat menuju kamar Oma.

Aku pulang dengan bingung. Haruskan aku ceritakan pada Ibu. Tapi undangan telah dicetak. Lagi pula Rei muslim. Kenapa aku harus khawatir?. Bukankah toleransi akan lebih baik aku lakukan daripada aku mulai meragu.

Rupanya di sini salah satu kesalahanku.

Bersujud aku memohon ampun pada-Nya. Bukan karena alasan tidak menghargai umat-Nya dengan agama yang berbeda. Namun bertahun-tahun menikah tanpa pernah beribadah di tempat yang sama, sungguh membuat aku menangis.

Bukan ini yang aku inginkan. Aku mau pengganti Pras yang lebih baik.

Shalat sendiri, puasa sendiri, tarawih sendiri dan berjuang hiduppun akhirnya sendiri.

Adzan Ashar sudah berkumandang. Perasaanku tidak karuan, sengaja aku berdiam dari mulai Dzuhur tadi. Hanya pada Tuhan aku dapat bercerita hingga lega.

"Hei, kamu Dru. Kita cari dari tadi, rupanya kamu di sini. Kok kamu tidak ajak kita sih?".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun