Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kangen Jakarta

3 Agustus 2020   01:48 Diperbarui: 3 Agustus 2020   01:37 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image By Pixabay.com

Wow sudah seratus delapan puluh hari kita tidak jumpa, tidak ribut, tidak bercanda juga tidak minum kopi bersama sambil menunggu kopi hitam pesananku kuseruput tanpa sisa juga menunggu ritual sebat yang akhirnya berbat-bat baru selesai.

Matahari sudah mulai menyengat, sepertinya dia telah mencuri start dariku, hingga pagi ini dia berhasil membuat eksotis dan sedikit manis wajahku.

Aku tambah kecepatan agar aku masih bisa menghirup segarnya udara sekitar Ragunan juga menyusuri jalanan menuju Kebagusan yang belum terlalu padat.

"Selamat pagi kamu, ngebut amat nyetirnya. Mau kemana sih?"
"Mau tahu saja kamu. Sudahlah tugasmu menyinari bersama pagi, tidak usah ganggu aku!"
"Loh bukannya dalam do'amu maunya ditemani aku terus?. Bahkan jika senja sudah mau pamit, kau tetap memintanya untuk tinggal?"
"Ya namanya juga manusia, kadang begini maunya begitu."

"Manusia?. Atau kamu saja?"

"Manusia..."

Entah apa penyebabnya, hatiku tiba-tiba berbunga-bunga. Padahal tanggal gajian masih lama, uang di dompet makin tipis, Kartu ATM sudah tidak bisa digunakan dan aku harus banyak menelan ludah agar perut tetap kenyang sebelum jam makan siang tiba.

Jam delapan kurang delapan menit, setidaknya angka yang tercatat di bill parkir membuatku tenang. Artinya dalam hitungan tidak lebih dari delapan menit aku harus tiba-tiba di depan mesin absensi. Sebetulnya sih bisa saja agak kesiangan sedikit, tapi kalau melihat angka merah di raport absenku, kok rasanya ada yang tidak elok dilihat.

"Selamat pagi kamu, tumben pagi-pagi sudah berkeringat. Kesiangan ya?"
"Mau tahu saja. Sudahlah tugasmu bukan memperhatikan aku, tidak usah ganggu aku!"
"Loh bukannya dalam do'amu maunya aku temani terus?. Bahkan jika senja sudah mau pamit, kau tetap memintaku temani minum kopi?"
"Ya namanya juga manusia, kadang begini maunya begitu."
"Basa-basi maksud kamu?"

"Bukan, hanya sekadar mencari cara saja."

"Untuk?"
"Mau tahu saja kamu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun