Mohon tunggu...
Cici Lestari
Cici Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hallo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Naik Gunung dengan Nyawa Taruhan : Ketika Sistem Tak Menjaga

19 Juli 2025   22:07 Diperbarui: 20 Juli 2025   08:35 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa waktu lalu, Gunung Patuha kembali ramai diberitakan. Bukan karena keindahannya, tapi karena peristiwa tragis yang menimpa seorang pendaki pemula. Ia tetap naik meski jalur pendakian sudah ditutup akibat cuaca ekstrem. Keesokan paginya, tubuhnya ditemukan dalam kondisi membeku. Hipotermia jadi penyebab kematian.

Peristiwa ini cukup menyentak. Apalagi kalau kita melihat bahwa larangan sebenarnya sudah ada. Tapi sayangnya, larangan itu seperti tidak punya kekuatan. Di lapangan, tidak ada pagar pengaman, tidak ada pos penjagaan yang aktif, bahkan tidak ada sistem teknologi yang bisa memberi peringatan ke calon pendaki. Semua berjalan seadanya. Hukum memang bicara, tapi tidak diikuti dengan tindakan nyata.

Dari kacamata hukum, kasus ini menunjukkan lemahnya implementasi regulasi di sektor wisata alam. Kita terlalu sering menganggap larangan sudah cukup sebagai bentuk perlindungan hukum. Padahal, hukum tanpa pengawasan itu sama saja seperti papan peringatan yang bisa dilewati siapa saja.

Di sinilah pentingnya peran regulasi yang tidak hanya tertulis, tapi juga dilaksanakan. Kita bisa mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) khusus tentang pendakian, yang mengatur secara jelas prosedur keselamatan, sanksi jika dilanggar, dan tanggung jawab pihak pengelola. Perda ini bisa jadi landasan untuk memastikan setiap jalur pendakian punya sistem keamanan yang layak.

Solusi lain yang bisa diterapkan adalah penerapan sistem izin elektronik (e-permit). Lewat sistem ini, calon pendaki harus mendaftar lebih dulu, dan mereka bisa langsung mendapat informasi soal status jalur, cuaca terkini, dan prosedur keselamatan yang berlaku. Sistem ini juga bisa terhubung dengan data BMKG untuk update cuaca secara real-time.

Tak kalah penting adalah briefing wajib sebelum pendakian. Bukan cuma formalitas, tapi sesi edukasi yang menyampaikan potensi bahaya, jalur alternatif, dan tindakan saat darurat. Ini sangat penting, apalagi bagi pendaki pemula yang belum punya pengalaman menghadapi cuaca ekstrem di gunung.

Untuk mendukung semua itu, pemerintah juga bisa mengembangkan aplikasi pendakian nasional. Aplikasi ini bisa memuat status jalur, lokasi pendaki lewat GPS, notifikasi cuaca, serta tombol darurat yang langsung terhubung ke petugas setempat.

Namun, semua solusi itu hanya akan berjalan jika ada kemauan serius dari pemerintah daerah dan lembaga terkait. Regulasi harus dilengkapi dengan sumber daya dan pengawasan. Kita juga perlu membangun budaya keselamatan di kalangan pendaki, komunitas, pengelola, dan masyarakat sekitar.

Kematian pendaki di Gunung Patuha seharusnya tidak dianggap sebagai musibah semata. Ini adalah peringatan bahwa sistem yang ada belum berjalan sebagaimana mestinya. Negara tidak boleh hanya hadir ketika sudah ada korban. Negara harus hadir sebelum langkah pertama kaki menginjak jalur pendakian.

Karena hukum bukan sekadar tulisan. Ia harus menjadi perlindungan nyata bagi warganya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun