Mohon tunggu...
Chusnul C
Chusnul C Mohon Tunggu... Peneliti dan penulis lepas

Seorang peneliti dan penulis lepas, menyukai isu lifestyle, budaya, agama, sastra, media, dan pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rekonsiliasi, Taubat Nasional dan Pendinginan Alam

23 September 2025   20:10 Diperbarui: 24 September 2025   17:48 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo (Sumber: Jakartapost/Kredit Foto)

Pasang ri Kajang mengajarkan bagaimana manusia berelasi dengan sesama manusia dan alam semesta dalam bentuk relasi yang setara.

Mereka percaya beragam energi yang muncul akan mempengaruhi bagaimana alam semesta meresponds dan begitupun sebaliknya, ketika alam semesta dianggap tidak ramah, manusia perlu melakukan pendinginan alam.

Pada tahun 2019, ketika saya berkunjung ke Kajang, panas mencekam dan hujan tak juga turun padahal di berbagai daerah lainnya di sekitar mereka sudah turun hujan.

Akhirnya, mereka melakukan ritual pendinginan alam atau yang disebut Andingingi dalam skala kecil. Ritual tersebut adalah upaya untuk meresponds alam semesta (Langgar.co).

Di sisi lain, mereka juga memiliki ritual Andingingi yang diselenggarakan setiap tahun, dilakukan dalam skala besar, dan ditujukan untuk mendapatkan kedamaian serta dijauhkan dari bahaya (Sarah Arsitha Putri dan Abdul Rahman, 2021).

Dalam disertasi Samsul Maarif (2012), Ia menceritakan bagaimana salah satu warga Ammatoa menilai bahwa demokrasi tidak akan berhasil dalam mengelola negara karena didasarkan pada urusan manusia, dan karenanya hanya dapat memenuhi keinginan manusia.

Demokrasi adalah tentang uang dan orang-orang hanya peduli dengan mereka yang memberi uang untuk mendapatkan suara. Mereka tidak mengikuti kata hati mereka, suara alam, dan suara Tuhan karena itu, menurut dia demokrasi bertentangan dengan alam dan Tuhan.

Obrolan tersebut terjadi pada September 2009, tidak lama setelah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memenangkan hasil pemilu dan menjadi presiden kedua kalinya.

"SBY telah terpilih sebagai presiden untuk masa jabatan kedua dan itu menunjukkan bahwa orang-orang tampaknya sangat mengagumi dan mempercayainya. Tetapi alam dan Tuhan jelas tidak. Bencana alam silih berganti. Tsunami, erosi, banjir, dan banjir lumpur adalah "air mata" alam. Alam sedang menangis. Gempa bumi adalah batuk alam. Alam sedang sakit. Masyarakat Indonesia tidak memahami bahwa alam merasakan, melihat, mendengar, dan melakukan hal-hal sebagaimana manusia. Alam bahkan dapat mencelakai dan menyakiti. Jika alam marah setelah diperlakukan secara tidak bertanggung jawab, ia menghancurkan kehidupan manusia. Ia menghancurkan manusia mana pun tanpa menyaring yang baik dan yang jahat. Ia seperti semut yang menggigit kita, dan kita membunuh semua-semut yang kita temukan, sebanyak yang kita bisa, termasuk yang tidak bersalah. Itu semua karena manusia tidak mengikuti Pasang. Mereka bahkan mengubahnya karena hawa nafsu mereka yang tak terkendali," sebagaimana dikutip dari disertasi Samsul Maarif.

Rekonsiliasi Bersama sebagai Warga Negara

Pada tanggal 5 September 2025, pemerintah, dalam hal ini DPR RI telah mengabulkan 6 dari 17-8 tuntutan dan selebihnya masih dalam proses. Meski belum sepenuhnya, hal ini menjadi sejarah bagi Bangsa Indonesia dalam menegakkan nilai-nilai demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun