Mohon tunggu...
Christie Stephanie Kalangie
Christie Stephanie Kalangie Mohon Tunggu... Akuntan - Through write, I speak.

Berdarah Manado-Ambon, Lahir di Kota Makassar, Merantau ke Pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Jadi, Standar Kekayaan Itu Seperti Apa?

29 Agustus 2020   21:15 Diperbarui: 30 Agustus 2020   20:29 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source Photo :  cdn.amarbank.co.id 

Hubungan gelap ini sudah berjalan selama hampir 3 tahun, apakah aku merasa bersalah dan takut? Tentu saja. Meski aku begitu terlena dengan kenikmatan dunia ini, tapi percayalah bahwa jauh di lubuk hatiku yang terdalam, aku juga merasa tak tega dengan istri dan anak-anaknya yang selama ini telah kami kelabui. 

Sejujunya, aku tak tahu harus bagaimana, aku sudah sangat bahagia dengan hidup bersama suami orang dan tidur di atas kekayaannya, kekayaan yang sebenarnya bukan milikku. Dengannya, aku merasa mendapatkan kasih sayang dari seorang Ayah, suami, pacar, sekaligus sahabat. Suami orang ini adalah harta kekayaan berjalan bagiku."  

Keluarga, pertemanan dan pekerjaan boleh baik-baik saja, namun aku merasa miskin kasih sayang dari seorang pria. - Kartika, 43 tahun 

"Sama seperti wanita-wanita tua yang tidak menikah lainnya, aku pernah merasakan kesepian juga khawatir yang berlebih. Usia sudah berkepala 4 namun belum atau bahkan tidak akan memiliki pasangan hidup, belum memiliki aset yang tetap, bahkan bisa dibilang belum bisa membahagiakan orang tua. 

Diumur yang sudah setua ini, aku masih menumpang di rumah orang tuaku meski jabatan dan gaji di kantor yang aku miliki sudah cukup tinggi. Sejujurnya, aku juga merasa malu dengan saudara-saudaraku yang sudah sukses dari segi percintaan hingga ekonomi mereka. 

Saat sedang ramai, sekilas aku melupakan apa yang terjadi di dalam hidupku, sekilas aku merasa lupa dengan kesendirian dan kehampaan hidupku selama kurang lebih 40 tahun ini. 

Namun saat aku harus kembali ke rutinitas hidupku seperti biasa, aku kembali mengingat betapa kesepiannya aku, betapa menyusahkannya aku, betapa miskin dan tidak bergunanya aku. 

Aku berusaha menutupi kekhawatiranku dengan banyak berteman dan bergabung dengan komunitas yang membangun di lingkunganku. Aku berusaha agar terlihat biasa-biasa saja, bahkan ingin terlihat kuat. 

Hingga suatu ketika, saat aku sedang menonton salah satu acara televisi yang diisi oleh motivator ternama, saat itu juga aku merasa hidupku diubahkan.

Intinya, sejak saat itu aku mulai mengerti arti kehidupan ini, ternyata hidupku ini terlalu indah dan sangat berharga. 

Orang tuaku menerima aku dengan sangat baik di rumahnya walau aku sudah setua ini. Sanak saudara tidak pernah membandingkan dan memaksakan aku harus seperti mereka. Aku berada di tengah lingkungan pertemanan yang tepat. Aku memiliki pekerjaan tetap dengan jabatan dan juga gaji yang tinggi. Meski hingga saat ini aku belum menemukan jodohku, namun itu tak sebanding dengan hal lain yang sudah aku miliki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun