Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Pengalaman Mendaki Gunung Panderman, Mendaki Gunung itu Bukan Seperti ke Taman Hiburan

30 Juni 2025   22:34 Diperbarui: 1 Juli 2025   14:42 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lereng Gunung Panderman. (KOMPAS/DEFRI WERDIONO)

Sore kami berangkat dari kota Malang, setelah tiba kami istirahat sejenak dan menitipkan kendaraan, kami pun mulai beranjak menuju ke puncak, awalnya memang terasa mudah karena melalui jalur jalan makadam.

Setelah berjalan hampir sekitar sejam jalan mulai menanjak dan melalui semak-semak. Perkiraan sampai ke puncak kira-kira tiga sampai empat jam pendakian. Berjalan di kegelapan dengan hanya bermodalkan senter dengan suara angin yang menderu seperti suara truck besar yang lewat mulai menyurutkan perasaan.

Awalnya kami berjalan masih dipenuhi dengan guyonan dan sambil tertawa-tawa, semakin lama jalan semakin sempit dan sulit, di samping jurang sudah menganga beruntung banyak semak-semak yang bisa kami pakai untuk berpegang.

Nyali mulai ciut, otot dan otak mulai tegang walau masih tetap berusaha santai. Jalan semakin terjal dan mulai menyulitkan beban bawaan terasa semakin berat, tidak ada lagi guyon.

Beberapa orang diantara kami termasuk saya sudah mulai ngos-ngosan, mulai rajin bertanya kapan sampainya, yang terus dijawab oleh rekan yang memimpin rombongan sebentar lagi tinggal seratus meter.

Berulang kali dijawab tinggal seratus meter tapi kok nggak sampai-sampai, saya bersama dua orang teman memilih singgah untuk istirahat karena sudah merasa capek dan ngantuk. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, berarti sudah sekitar tiga jam kami mendaki, karena tadi kami start pada pukul delapan.

Di balik sebuah batu yang cukup besar dan cukup aman saya dan teman akhirnya memilih istirahat dan tidur disitu. Terbangun pas sudah subuh, Masya Allah pemandangannya sungguh luar biasa, keindahannya diiringi dengan perasaan takjub akan kebesaran sang maha pencipta dan merasa bagaimana diri ini begitu kecil di hadapan-Nya.

Cepat kami menyusul teman yang sudah berada di puncak yang ternyata sudah dekat sekali. Setelah cukup menikmati keindahan puncak Panderman kami pun memutuskan untuk turun. 

Satu yang bisa saya katakan tentang perasaan di puncak gunung ini adalah merasakan kebesaran dan keagungan Tuhan yang Maha Pencipta dan Kuasa.

Lelah yang dirasakan saat mendaki sepertinya hilang ketika sampai di puncak dan menikmati suguhan alam, mulai kombinasi antara hijaunya pepohonan yang ditimpa kilau mentari pagi bersama gradasi kabut serta kecilnya benda-benda yang ada di kejauhan serta suara angin yang menderu, sungguh itulah momen yang tak bisa dibeli.

Puas di puncak, saya pikir perjuangan sudah selesai, kini saatnya tinggal pulang dengan santai. Tapi ternyata penderitaan saat pendakian itu tidak ada apa-apanya, karena perjuangan turun jauh lebih berat ternyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun