Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Pengalaman Mendaki Gunung Panderman, Mendaki Gunung itu Bukan Seperti ke Taman Hiburan

30 Juni 2025   22:34 Diperbarui: 1 Juli 2025   14:42 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lereng Gunung Panderman. (KOMPAS/DEFRI WERDIONO)

Begitu juga kalau terjadi insiden buruk seperti yang dialami oleh Juliana Marins, tentu proses rescue pastilah tidak semudah yang bisa kita bayangkan. Insiden kecelakaan itu sebahagian besar pasti terjadi di medan ekstrem, tentu proses rescue tidak bisa dilakukan sembarangan mengingat tingkat kesulitannya tentu juga sangat besar.

Kecelakaan di gunung itu bukan saja akan membuat tim penyelamat berkelahi dengan waktu yang menjadi malaikat maut, tetapi juga berkelahi dengan diri mereka sendiri yang harus dalam kondisi fisik dan mental yang prima serta perhitungan yang presisi terhadap situasi dan kondisi lingkungan.

Cerita indah tentang gunung memang begitu menginspirasi dan menantang untuk dicoba, gunung apapun pasti menyimpan dan punya cerita indahnya masing-masing.

Tetapi dibalik cerita indahnya, tersimpan bahaya yang mematikan ada risiko mengancam keselamatan yang harus dihadapi. Bahaya paling nyata dan seringkali mematikan adalah risiko terjatuh, seperti yang dialami mendiang Juliana Marins.

Permukaan batuan kasar dan curam serta kedalaman jurang dapat membuat pendaki rentan terhadap luka fraktur atau patah tulang yang parah bahkan kematian. Belum lagi kondisi medan yang berat, membuat proses penyelamatan dan evakuasi tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru.

Yang jelas, sebelum terlibat dalam pendakian gunung, bahkan gunung yang tergolong paling mudah sekalipun, pendaki harus punya pemahaman penuh akan risiko dan bahaya yang mungkin dihadapi.

Langkah-langkah persiapan harus diperhatikan dengan cermat, mulai dari fisik, mental, perlengkapan dan peralatan keselamatan, ransum hingga kondisi cuaca dan aktifitas vulkanik di gunung yang dituju kalau ada.

Dulu waktu zaman kuliah di pertengahan 1980-an saya juga punya pandangan bahwa naik gunung itu adalah kegiatan refreshing biasa saja, sama seperti kegiatan-kegiatan di alam lainnya yang nyaman-nyaman saja tanpa ada sesuatu yang harus dikhawatirkan.

Suatu waktu, kami kumpul-kumpul dan sepakat untuk mendaki Gunung Semeru atau Gunung Lawu. Namun sebelum itu, sebagai perkenalan bagi kami yang masih betul-betul pemula, rekan yang sudah berpengalaman mengajak untuk menjajal Gunung Panderman terlebih dahulu.

Begitulah akhirnya kami berdelapan waktu itu sepakat untuk mendaki Gunung Panderman yang terletak di kota Batu Malang. Gunung Panderman boleh dikata adalah gunung yang paling mudah didaki walau oleh seorang pemula sekalipun, dengan ketinggian yang hanya sekitar 2045 m dpl dengan jalur yang sebagian besar cukup landai.

Pendakian pun kami lakukan, karena menganggap pendakian ke Panderman hanya pendakian biasa saja, kami merasa tidak perlu ada persiapan fisik, begitupun juga dengan persiapan mental. Perlengkapan pun seperlunya saja, bawaan yang cukup banyak cuman bahan makanan dan minuman karena merasa naik gunung ini seperti piknik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun