Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

G30S PKI dan Warisan Konflik Masa Lalu

1 Oktober 2022   01:00 Diperbarui: 1 Oktober 2022   01:03 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara PKI, bicara komunisme di Indonesia tentulah selalu menjadi topik yang panas, apalagi akhir-akhir ini isu kebangkitan PKI semakin marak. Tak bisa dipungkiri gejala-gejala upaya untuk membangkitkan kembali paham komunis di negeri tercinta bisa kita lihat. Akan tetapi apakah gejala kebangkitan yang kita lihat itu adalah betul-betul upaya PKI untuk bangkit kembali ataukah itu hanya paranoid laten kita yang sudah tertanam untuk mengatakan tidak pada komunisme.

Dan jika pun betul ada upaya bangkit itu, apakah itu mengancam dan membahayakan negeri ini?, ataukah mungkin itu hanya sekedar eforia segelintir anak muda yang hanya mencari identitas diri. Apapun itu, bahaya laten komunis masih menjadi momok bagi bangsa ini, dimana TAP MPRS Nomor XXV/1966 belum dicabut.

TAP MPRS Nomor XXV/1966 merupakan ketentuan yang mengatur terkait pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain itu juga penetapan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah NKRI, termasuk didalamnya larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme.

Nah, isu hangat belakangan ini yang disuarakan oleh pemerhati adalah rekonsiliasi. Ini menarik, rekonsiliasi yang dimaksudkan disini rekonsiliasi seperti apa?.

Apakah itu rekonsiliasi yang akan membawa pada pengakuan bahwa PKI tidak bersalah, pemerintah harus meminta maaf dan pada akhirnya memberi tempat bagi komunis untuk berkiprah lagi di negeri Pancasila ini.

Mohon maaf, berbicara rekonsiliasi terhadap isu sensitif ini harus berangkat dari, dan berlandaskan konsensus final bangsa yakni Pancasila. Jadi dengan demikian rekonsiliasi ideologi sudah final dengan keputusan "tidak mungkin".

Rekonsiliasi yang paling memungkinkan adalah rekonsiliasi kemanusiaan, kita tentu tidak menginginkan generasi muda kita mewarisi konflik masa lalu. Pelanggaran HAM berat yang mewarnai konflik yang melibatkan PKI dengan anggotanya ataupun yang dianggap anggota, harus diterima oleh kedua belah pihak yang sama-sama sebagai korban dan sekaligus juga sebagai pelaku.

PKI itu masa lalu, komunisme itu masih ada di masa kini, ia masih tetap menjadi bahaya laten. Berlandaskan kemanusiaan, anak-cucu PKI tentu tidak bisa dianggap secara otomatis mewarisi pandangan politik orang tuanya, apalagi di generasi ke-4, jangan sampai stigma PKI yang terus dilekatkan pada anak keturunan PKI justru menjadi penyebab paham yang sudah ketinggalan jaman itu masih tetap hidup di diri anak keturunan PKI.

Yang menjadi musuh Pancasila adalah paham komunismenya, bukan anak-cucu-cicit dari musuh masa lalu. Bisa jadi yang berpaham komunis saat ini adalah generasi baru yang secara keturunan tidak pernah terlibat dengan komunisme.

Yah, melanggengkan doktrinasi saling memusuhi sudah saatnya dibuang jauh-jauh. Kini saatnya marilah kita berbicara tentang edukasi bagi generasi muda dan generasi penerus kita, tentang duka yang sama kita rasakan akibat konflik ideologi yang pernah terjadi di negeri ini, sejarah harus dibuka dengan sebenderang-benderangnya dan diedukasikan secara bertanggungjawab kepada generasi muda kita dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan undang-undang dasar 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun