Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pernyataan Mahfud MD di Kasus 'FS', Bikin Publik Semakin 'Panas'

12 Agustus 2022   13:44 Diperbarui: 13 Agustus 2022   08:04 1501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) 

Sudah sebulan lebih kasus Brigadir J berjalan, namun masih saja terus menyita perhatian publik di tanah air. Seiring dengan terkuaknya beberapa informasi-informasi baru, jagat berita juga semakin diramaikan dengan beragam opini baik yang bersifat fakta, isu bahkan hoaks ramai beredar.

Kasus polisi tembak polisi ini telah berkembang menjadi liar dan cenderung panas dengan berbagai macam opini publik, media dan juga pejabat negara. 

Kasus ini telah menjadi semacam ladang opini baik di linimasa media sosial, platform berita online dan juga di media mainstream.

Masyarakat tidak lagi menjadi konsumen berita, tetapi bisa dikata sudah menjadi produsen berita, para nitizen berlomba memproduksi konten, menyebarkan konten melalui media sosial demikian pula editor-editor media sepertinya berlomba menyajikan info-info aktual dan opini panas dari sumber-sumber berita yang kebanyakan aji mumpung sambil menyelam minum air numpang tenar.

Kasus Brigadir J, (tidak lagi) dipandang sebagai kasus hukum, tetapi sudah berkonotasi kemana-mana sesuai selera penyimaknya. Di media televisi acap kita lihat menampilkan nara sumber-nara sumber yang hadir dengan asumsi-asumsinya, dengan argumen-argumen yang masih sumir, yang masih bersifat praduga, yang sekalipun mungkin benar tetapi mungkin juga banyak yang salah dan tidak sesuai dengan kenyataan. Dan itu semua akan membentuk interpretasi publik yang bisa saja berkonotasi negatif.

Percayalah apapun kebenaran dan fakta yang ada di lapangan pasti akan dihadirkan oleh pihak penyidik dalam hal ini oleh kepolisian, dan segala hoaks dan praduga tak berdasar tidak akan mungkin akan dibawa ke ruang sidang.

Dari berbagai informasi dan opini yang berkembang, baik oleh nitizen, media berita bahkan oleh pejabat, satu yang menjadi perhatian publik adalah pernyataan-pernyataan Pak Mahfud MD yang maaf, menurut hemat kami cenderung 'cerewet'. Apa yang beliau nyatakan di tataran publik (awam) cenderung membawa kasus ini tidak lagi dilihat dalam bingkai kasus hukum, padahal harus kita sepakati bahwa kasus ini harus dilihat dalam konstruksi hukum.

Psiko hierarki dan psiko politis

Salah satu pernyataan Pak Mahfud MD, adalah pernyataan tentang kasus ini punya muatan psiko hierarki dan psiko politis. Ini yang menjadi pertanyaan bagi publik awam, kenapa? Dalam posisi Pak Mahfud MD sebagai pejabat negara ini tentu berbeda jika dinyatakan oleh masyarakat biasa. 

Di tengah upaya serius Kepolisian bekerja profesional mengungkap kasus ini secara tuntas, seharusnya statement psiko hierarki dan psiko politis ini tidak perlu disampaikan karena memang hal itu tidak ada, ini sepertinya hanya ingin diada-adakan saja.

Psiko hierarki, sudah semestinya dikesampingkan. Irjen FS, sekalipun pejabat tinggi Polri, tetapi sebagai bintang dua tidaklah berarti beliau tidak bisa diperiksa, pertama masih banyak perwira tinggi yang berpangkat lebih tinggi dari FS dan punya kewenangan untuk menyidik seperti salah satunya adalah Kabareskrim. 

Yang kedua, sudah banyak perwira tinggi Polri yang diusut dan dihukum karena tindak pidana yang mereka lakukan, diantaranya sebut saja (Komjen) Susno Duaji yang menjabat sebagai Kabareskrim, kemudian ada (Komjen) Suyitno Landung yang juga mantan Kabareskrim, ada (Irjen) Raja Erizman bersama rekannya (Brigjen) Edmon Ilyas, yang terjerat di kasus Gayus Tambunan.

Berikut ada mantan Kakorlantas (Irjen) Djoko Susilo bersama wakilnya (Brigjen) Didik purnomo dalam kasus simulator SIM. Juga yang masih hangat kasus (Irjen) Napoleon Bonaparte. Jadi hambatan psiko hierarki ini sama sekali tidak relevan dengan fakta-fakta yang ada, bahkan untuk memutus hambatan psiko hierarki, tidak lama berselang Kapolri telah memberhentikan FS dari jabatannya.

Kemudian pernyataan psiko politis, ini lebih tidak masul diakal lagi, janganlah memperuncing situasi dengan memperluas konstruksi kasus dari konstruksi kasus hukum ke masalah politis segala macam. 

Jika, presiden terlihat memberikan atensi serius dalam kasus ini, itu bukan berarti ini masalah politis. Atensi presiden dalam hal ini harus dimaknai sebagai dukungan presiden untuk institusi kepolisian dalam bekerja profesional, proporsional dan prosedural tidak lebih daripada itu. Kenapa? Karena isu yang berkembang terkait kasus ini telah jauh berkembang ke arah yang kontra produktif dari visi dan misi Polri yang presisi.

Motif kasus yang sensitif dan menyangkut orang dewasa

Meski pernyataan ini masih secara implisit dalam menyampaikan motif, namun ini sudah cukup membuat publik (awam) menerjemahkan macam-macam, padahal polisi sendiri masih dalam pendalaman kasus dan belum mencapai keputusan final mengenai motif, yang pasti informasi apapun yang didapatkan oleh Pak Mahfud MD itu juga sudah berada ditangan penyidik, tetapi apa yang ada ditangan penyidik belum tentu telah diketahui oleh Pak Mahfud MD.

Nah, gambaran yang ada di frame publik dengan pernyataan sumir ini bisa jadi bumerang, jika seandainya motif sesungguhnya yang terungkap adalah bukan perkara sebagaimana yang dinyatakan. 

Apa susahnya, untuk menyampaikan pernyataan yang mendukung pihak kepolisisan agar bekerja secara optimal namun tetap berhati-hati. Kita tentu harus paham, bahwa ada informasi yang bisa dikecualikan untuk diekspos secara publik, apakah itu terkait sebagai rahasia agar tidak bocor ke terduga atau mungkin hal-hal yang menyangkut kesusilaan.

Meminta Polri ikut turun tangan dalam memfasilitasi LPSK dalam melindungi Bharada E.

Salah satu pernyataan Pak Mahfud MD yang juga bisa mempengaruhi opini publik adalah kemungkinan Bharada E terbebas dari jeratan hukum jika yang bersangkutan terbukti melaksanakan perintah atasan, dan dari pernyataan ini, kemudian Pak Mahfud mempertegas dengan meminta pihak Polri untuk memfasilitasi LPSK dalam melindungi Bharada E agar terbebas dari ancaman penganiyaan dan racun.

Pernyataan seperti ini bisa dimaklumi jika kerangka pemikiran itu dikeluarkan oleh kuasa hukum atau keluarga terduga, tetapi jika ini, dikeluarkan oleh Pak Mahfud yang jika dilihat dari posisi beliau sebagai pejabat negara menurut hemat saya itu akan membuat publik (awam) terframe pada anggapan bahwa Bharada E memang tidak bersalah. Dan jika pada kenyataannya nanti berlaku lain, bisa jadi akan membuat publik kehilangan kepercayaan terhadap sebuah institusi yang telah bekerja baik dan maksimal.

Posisi Bharada E ini harus jelas, mengingat dari keterangan pihak keluarga dan penasihat hukum keluarga Brigadir J, sebelum kejadian telah ada ancaman-ancaman terhadap korban yang dilakukan oleh sesama mereka (skuad adc). Jika berbicara melaksanakan perintah, ini perintah apa?. Apakah ini perintah untuk kepentingan yang memerintah atau untuk kepentingan bersama?. Semuanya ini akan diungkap oleh penyidikan pihak kepolisian, mulai dari olah TKP, autopsi jenazah, hingga uji balistik yang bisa menjawab bagaimana posisi tersangka Bharada E.

Maaf, jika 'mungkin' memang ada yang berniat membungkam Bharada E, apakah bisa? jika Bharada E sekarang ini telah berada dalam penahanan ketat pihak kepolisian. Kalau misalnya ada yang berani dan nekat melakukannya itu sama saja melakukan bunuh diri dan justru akan semakin menghancurkan orang-orang yang terlibat.

Justru pernyataan Pak Mahfud MD ini, sepertinya meragukan institusi Polri dalam bekerja, hal-hal teknis dalam penanganan perkara seperti ini bagi Polri adalah hal yang biasa, buktinya rekayasa yang coba dilakukan oleh FS cs bisa diketahui. Mohon maaf dengan tidak mengecilkan perjuangan pihak keluarga dan penasihat hukum korban (Brigadir J), pengungkapan kasus ini berjalan lancar karena kerja serius dan profesional Polri, dan yakinlah ini akan berakhir tuntas. 

Memang tak bisa dipungkiri ada oknum-oknum nakal dan jahat di tubuh Polri (FS cs), tetapi ada jauh lebih banyak Polisi yang berintegritas dalam menegakkan hukum dan kebenaran.

Konstruksi hukum yang dibangun dalam kasus Brigadir J ini adalah menghukum yang bersalah dan membebaskan yang tidak bersalah, Tapi dalam hal ini adagium 'lebih baik membebaskan seorang yang bersalah, daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah' tidak bisa dijadikan pegangan.

Sekecil apapun kesalahan dalam kasus ini harus mendapatkan hukuman yang sesuai, disini semuanya harus jelas, jangan sampai orang yang bersalah justru dianggap sebagai pahlawan, dan orang yang 'benar' justru dianggap sebagai penjahat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun