Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Presiden Mengeluh Lagi, Bukan Sinyal Kegagalan Kinerja

5 Agustus 2020   12:40 Diperbarui: 5 Agustus 2020   12:50 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto. Biro Pers Sekretariat Presiden

Pagi ini saya menyaksikan di Kompas.TV Live, yang membahas tentang Presiden Joko Widodo kembali mengeluh perihal kinerja jajaran kementerian terkait masih minimnya serapan anggaran covid-19. Dengan beberapa orang narasumber, yang mungkin dianggap pakar dalam bidangnya sehingga dijadikan narasumber untuk memberikan ulasan dan tanggapan.

Pandangan dan ulasan-ulasan mereka, menurut saya secara pribadi adalah sah-sah saja, akan tetapi menurut saya juga terlalu opurtunis dan bisa jadi terlalu tendensius, dengan hanya melihat fakta lapangan dari satu sisi kepentingannya saja. 

Hambatan-hambatan yang terjadi sepertinya menurut mereka adalah sepenuhnya ketidakprofesionalan "Menteri" yang ada, padahal pandangan seperti itu adalah terlalu prematur, kendala dan hambatan birokrasi yang terjadi tidak semata-mata terjadi sesuai dengan pandangan mereka, pemahaman birokrasi mereka masih terbatas pada pemahaman teoritis bukan pada situasi dan kondisi faktual birokrasi di lapangan. 

Saya sangat sepaham dan setuju dengan gambaran-gambaran yang dijelaskan Pak Dhany staf khusus KSP dalam diskusi tersebut, upaya percepatan penanganan krisis ini, sudah maksimal dilaksanakan oleh masing-masing kementerian, tapi yang namanya birokrasi ada "rantai-rantai" yang tidak bisa diabaikan begitu saja secara sekonyong-konyong, kebijakan berskala besar, yang melibatkan jumlah rupiah yang besar, dan juga struktur birokkrasi yang melibatkan banyak pihak, tentu tidak bisa memuaskan atau memenuhi ekspektasi berlebih dari sebuah perencanaan yang terburu-buru.

Kata kunci pertama adalah "Pertanggungjawaban", semudah apapun petunjuk teknis penyerapan dan pertanggungjawaban anggaran yang diberikan, tentunya sikap kehati-hatian dari pihak-pihak yang terlibat dari penggunaan anggaran ini pasti ada. Bukan saja pertanggungjawaban dalam aspek hukum, tapi juga efektifitas dan tepat sasarannya penyaluran anggaran, ini jelas memerlukan waktu, apalagi situasi dan kondisi dari masing-masing kebijakan dan juga kondisi daerah adalah berbeda.  

Kita kembali ke situasi pandemi covid-19 ini, negara mana yang tidak kelabakan menghadapi situasi ini ?. Pandemi global covid-19 ini menghantam semua negara, pertumbuhan ekonomi terkoreksi negatif, hingga memasuki kwartal ketiga tahun 2020 ini,boleh dikatakan hanya China yang sudah bisa recovery atau keluar dari pertumbuhan negatif, setelah di kwartal I, China mencatat pertumbuhan -- 6%, dan di kwartal II telah mencatat pertumbuhan + 3.2%. Bagaimana dengan Indonesia? 

Jika memang perbaikan pertumbuhan ekonomi kita tidak membaik, atau dalam arti kata selama 2 kwartal pertumbuhan ekonomi kita tercatat minus, maka sudah dipastikan kita akan menghadapi resesi ekonomi, dan hal inilah yang menjadi kekhawatiran pemerintah saat ini. 

Beruntungnya krisis pandemi ini mulai menyerang kita diakhir kwartal I, sehingga pertumbuhan ekonomi kita saat itu masih positif, namun di kwartal kedua ini diprediksi mengalami posisi minus 3-4.7%, maka di kwartal ketiga ini yang telah memasuki bulan kedua, kinerja ekonomi kita memang harus dipacu maksimal, kalau kita tidak ingin masuk ke dalam krisis ekonomi yang akan membuat krisis bencana kesehatan covid-19 ini menjadi lebih runyam.

Mengeluhnya presiden jangan langsung diterjemahkan sebagai kegagalan birokrasi, kegagalan kementerian dalam menangani covid-19. Yang jelasnya tidak ada satupun negara yang siap menghadapi serangan pandemi virus corona ini, kecuali negara itu mempunyai fundamen ekonomi yang sangat kuat. Adalah hal yang wajar jika Presiden sebagai kepala negara memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap progres kinerja penanganan krisis, demikian pula adalah wajar jika beliau memiliki kekhawatiran terkait kondisi ekonomi kita yang seperti berjalan ditempat atau bahkan mungkin masih terus berjalan mundur. 

Ekspektasi dan kekhawatiran presiden ini juga tidak bisa kita katakan berlebihan, dan bukan pula kita jadikan sebagai bahan untuk saling menyalahkan apalagi untuk dijadikan komoitas politiik. Hak preorogatif itu ada ditangan presiden, pertanggungjawaban kinerja menteri adalah pertanggungjawaban kabinet yang dalam hal ini adalah tanggungjawab presiden, jadi presiden yang paling tahu apa yang diinginkannya dan apa yang didapatkannya terkait kinerja menterinya, kalau memang harus diganti pasti diganti, keluhan itu hanya sebagai cambuk dan harapan agar kita bisa segera recovery dan keluar dari krisis ini.

Sedikit berbagi saja tentang kondisi kami di birokrasi, yang kalau saya tidak salah tangkap dari tanggapan salah satu narasumber didiskusi di Kompas. TV tadi, dinilainya sebagai biang kerok lambannya serapan anggaran, yang dinilainya hanya menikmati gaji saja tanpa peduli kinerja, sangat menyakitkan penilaian beliau ini. 

Dipikirnya kami di birokrasi ini tidak puyeng, demikian juga kami-kami yang merupakan pegawai ASN daerah, ketika target rencana strategis yang berkesinambungan harus terkoreksi, akibat adanya pandemi ini, refocusing anggaran itu bukan perkara mudah, apalagi potensi penerimaan yang sudah bisa kita prediksi akan jauh menurun dari target. Unsur birokrasi itu baik pusat maupun daerah itu sudah "mendarah daging" dengan kehati-hatian penggunaan anggaran, pemeriksaannya berlapis mulai dari administrasi hingga fisik, sikap dan kehati-hatian ini tidak bisa langsung berubah hanya dengan keluarnya Perpes 82/2020 tentang Komite Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi yang baru berusia kurang dari 1 bulan (20 Juli 2020). 

Birokrasi itu menyangkut kesiapan menyeluruh, okelah ditingkat kementerian sudah melaksanakan sesuai dengan target, tapi ketika bergulir ke bawah belum tentu siap secara serentak, apalagi menyangkut kebijakan dengan banyak hirarki yang harus terlibat. Salah satu yang bisa saya contohkan adalah proyek infrastruktur, setelah sebelumnya Dana Alokasi Khusus dipending, yang kemudian alhamdulillah kembali dikucurkan, mengingat betapa bermanfaatnya pencairan dana infrastruktur ini memutar ekonomi masyarakat. 

Tapi pelaksanaan proyek ini tidak bisa langsung dieksekusi, ada aturan-aturan baru yang harus dipahami dan disinkronkan. Demikian pula ada proses pengadaannya (Tender), dimana tahun ini ada aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang baru, yang semuanya harus dilaksanakan, dimana kesemua ini adalah proses yang membutuhkan waktu dari satu proses ke proses lainnya.

Yang jelas dalam tulisan ini saya hanya ingin menegaskan, bahwa mulai dari Presiden, jajaran kabinet hingga unsur birokrasi sampai ditingkat bawah, tidak berleha-leha menghadapi situasi ini, kami yang berada di jajaran paling bawah saja merasa terbebani secara moral, kalau boleh saya katakan unsur birokrasilah yang paling merasakan tekanan psikologis dari pandemi covid-19 ini, birokrasi ini akan menjadi ujung tombak yang tajam atau tumpul bergantung dari dukungan moral dari seluruh lapisan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun