Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hari 4 Setelah Serangan Stroke - Pak Trihatma Pemilik PT Agung Podomoro Grup, Tidak Mau Aku Resign

31 Januari 2024   14:26 Diperbarui: 31 Januari 2024   14:40 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Chriatie Damayanti

Walau aku dalam keadaan yang parah, tidak bisa apa2 tidak bisa bicara tidak bisa bergerak bahkan tidak bisa atau susah untuk menelan, tetapi coba lihat wajahku yang cukup sumringah! Itu tandanya aku merasa berhagaia, dan berserah penuh kepada Tuhan .....

Chapter 4

Hari keempat aku di ICCU di Rumah Sakit Katolik -- St Francis MemorialHospital, San Francisco USA

Aku tidak bisa tidur, justru setelah aku lepas dari semua mesin2 yang menopang hidupku, dan aku dipindah ke ruang perawatan biasa dari ICCU besar, dingin dan "mengerikan".


Walau kenangan2 manis dengan keluargaku di 3 hari pertama aku terserang stroke, memang benar2 bisa menjadi sebuah kenangan manis .....

Di ruang baru tempat aku akan dirawat entah sampai kapan, aku merasakan kekosongan yang penuh dan berat, di hatiku. Karena, mulai hari itu, hari keempat aku sebagai seorang pasca stroke, aku tidak akan bisa bertemu lagi dengan anak2ku, entah sampai kapan.

Ya, karena anak2ku memang harus pulang keJakarta, karna mereka harus sekolah. Itu juga karena mereka memang sudah bolos hampir 2 minggu, setelah liburan Natal dan Tahun Baru.

Karena aku berpikir, kapan lagi kita bersenang2 setelah aku menyelesaikan tugas2ku membangun sebuah mega proyek, dan aku mempunyai 6 minggu libur panjang serta ada bonus besar hasil kerja kerasku.

Kapan lagi, karena setelah tugas lama ini, mungkin aku ditempatkan pada tugas2 ku yang baru, yang belum tentu ada waktu lagi untuk bisa bersama anak2ku.

Sehingga aku memberanikan diri untuk meminta ijin 2 minggu tambahan untuk tidak masuk sekolah, sebelum libur Natal dan Tahun Baru, dan 2 minggu tambahan juga untuk tidak masuk sekolah setelah libur Natal dan Tahun Baru.

Sehingga, aku tidak bisa berkelit lagi dengan semua alasan, untuk anak2ku harus masuk sekolah ......

Tetapi, anak2ku pun memang harus menyelesaikan kegiatannya yang sudah dirancang jauh2 hari sebelumnya, untuk ke Las Vegas dan Lo Angeles, baru terbang pulang ke Jakarta. Dan, genaplah 6 minggu rencana liburan bersama keluarga besarku .....

Pagi itu, di hari keempat aku terserang stroke,

Tubuhku terasa lunglai, setelah aku tidak bisa tidur dengan baik. Sebenar2 bangun, sebentar2 nangis. Aku terpuruk, bukan karena keberadaanku yang nyaris tidak bisa bergerak setelah terserang stroke 4 hari lalu saat itu,

Tetapi aku terpuruk karena aku merasa tidak akan bisa bertemu lagi dengan anak2ku. Dan, itu benar2 membuat aku terpuruk, sangat!

Pikiranku melayang2 penuh, tidak tahu haru berpikir apa. Kepalaku, atau lebih tepatnya, otakku, semakin berdenyut!

Aku sudah sedikit mempelajari otakku yang sudah cacat karena pecahnya pembuluh darah di otak kiriku dan merendam sekitar 20%, otak kiriku.

Bahwa, jika aku sedih atau kepuruk, otakku mulai berdenyut, dan semakin berdenyut jika aku semakin sedih, apalagi terpuruk.

Seperti saat itu,

Dari semalam, aku benar2 terpuruk berat, setelah aku berpamitan dengan anak2ku yang hari ini akan pergi ke Las Vegas, lalu ke Los Angeles dan kemudian langsung ke Jakarta.

Bukan hanya sekedar berpikir, aku pun sebentar2 menangis, bahkan sempat sesegukkan. Dan, itu benar2 membuat otakku terus berdenyut. Dan semakin lama denyutannya semakin membuat menangis karena kesakitan .....

Akhirnya, aku mulai sadar.

Jika aku tidak mau otakku berdenyut lagi, berarti aku harus bangkit! Tidak menangis lagi, dan tidak terpuruk lagi! Aku harus kuat! Ya, aku harus kuat!

Aku memejamkan mataku lagi, menenangkan diriku. Dan bersaha untuk tidur lagi.

Aku tidak tahu, saat tu jam berapa karena tidak ada jam besar yang bisa aku lihat, tidak seperti di ruang ICCU lama ku. Tetapi, dari jendela aku melihat masih gelap. Lampu2 kuning terus berpendar, dan seperti tidak ada kehidupan.

Mungkin masih tengah malam .....

Aku berdoa, tanpa mengatupkan kedua tanganku, karena tangan kananku masih belum bisa kuangkat. Tubuhku benar2 belum bisa kugerakkan. Aku belum bisa apa2.

Aku sadar dengan itu, bahwa aku meang harus benar2 bersabar. Bahkan, hari iu baru 4 hari aku terserang stroke berat, berada di rumah sakit, bahkan baru beberapa jam lalu aku dilepaskan dari mesin2 yang mendukung hidupku dan dipindahkan ke ruang perawatan biasa!

"Wake up, Christie!"

"Sadar, Christie! Kamu baru 4 hari disini! Kamu tahu? Tidak ada yang tahu, sampai kapan kamu berada disini! Di rumah sakit ini! Di San Francisco ini! Di Amerika ini! Jauh dari rumahmu!" 

"Bahkan, kamu tidak tahu, apakah kamu bisa kembali lagi ke Jakarta! Kamu tidak tahu, apakah kamu bisa bertemu lagi dengan anak2mu!"

"Sabar, Christie! Sabar! Kesabaran itu akan menunjukkan kebenaran! Tuhan tahu, apa yang kamu mau! Tetapi, kamu harys sabar!"

Pikiran itu melayang2, dan justru membuat aku tenang. Ya, aku benar2 harus tenang .....

Dengan ketenagan itu, justru aku tertidur dengan nyenyak sampai pagi hari dan matahari sudah bersinar terang, yang bisa masuk ke kamar perawatan baruku .....

***

Aku baru pagi itu, justru dengan segar. Tanda2 keterpurukanku, sepertinya sudah tidak ada. Aku tersenyum lebar, ketika Dokter Gandhi datang pagi itu, ditemani oleh seorang dokter, yang mungkin dia adalah asisten doter utama, serta sederet suster.

"Good morning, beautiful lady", Dokter Gandhi menyapaku, sambil tersenyum lebar.

Aku membalas sapaanya, dengan tersenyum lebar juga. Dan, menggumamkan kayata2 dengan suara yang seperti alien dan kata2 yang tidak jelas maksudnya. Padahal, aku Cuma membalas,

"Selamat pagi, dokter. Good morning, juga", .....

Dan, Dokter Gandhi tertawa gembira. Mungkin, merasa lucu dengan caraku menjawab dengan suara mengguman dan kata2 tidak jelas artinya.

Aku tidak peduli dia tertawa karena apa, tetapi aku mempunyai harapan baru. Hatiku berbunga2 ketika Dokter Gandhi ngoceh banyak2 tentang keadaanku. Sebagian kecil, aku mennagkap artinya, sebagian besar, aku tidak mengerti artinya.

Tiba2, baak dan ibuku datang. Dan, mereka terlibat diskusi tentang keadaanku, dan aku Cuma melihat mereka saja, pikiranku belum sepenuhnya berkonsentrasi. Otakku masih menyesuakan diriku dengan keadaanku yang baru.

Yang aku dengar dan yang aku mengerti, Dokter Gandhi sudah menjadwalkan beberapa terapi khusus untukku, mulai besok.

Aku tidak mengerti terapi2 apa untukku. Tetapi, aku sudah tidak sabar lagi, untuk bisa bergerk. Untuk bisa berbicara, dan untuk bisa sembuh, segera!

Dokter Gandhi dengan timnya, pergi keluar kamarku, setelah berbasa basi dengan ku, dengan kata2 sederhana. Ya, aku mengerti bahwa dia mau aku tenag, sabar dan mengikuti terapi3 yang sudah dijadwalkan untuk ku.

Begitu mereka keluar, kedua orang tuaku memelukku. Aku tersenyum lebar, aku memeluk mereka dengan 1 tanganku saja, sambil berbaring. Dan, mereka menegakkan tempat tidurkku, supaya aku bisa duduk tegak.

Ibu menambahka bantal di sisi tubuh kananku, supaya aku tdak doyong ke kanan, dan ibu mulai menyuapiku teh hangat dan bubur.

Aku mengikuti saja, apa yang disodorkan apapun untukku. Teh hangat manis, dan bubur hangat. Perut menjadi hangat. Cara menelanku pun semakin baik. Walau masih agak sudah menelan.

Bapak bercerita, bagaimana nank2ku sangat excited untuk langsung pergi ke Las Vegas, dan aku tersenyum mendengarnya.

Kasihan anak2ku, mereka harus melihat kenyataan berat, bahwa mamanya terserang stroke yang mengakibatkan aku lumpuh tubuhku sebelalah kanan.

Anak2 itu masih sangat rapuh.

Mereka belum bisa menerima bahwa mungin mamanya tidak bisa berjalan lagi. Mungkin, mamanya tidak bisa bekerja lagi untuk membiayai hidup mereka.

Mereka belum bisa mengerti, bagaimana aku harus menyabung hidupku dalam keadann lumpuh seperti ini.

Yng mereka tahu dan yang mereka inginkan adalah, meeka mau mamanya kan terus mendampingi mereka!

Jadi, ketika kemarin bapak membuat rencana untuk mereka tetap mengikuri rencana utama, ke Las Vegas, lalu ke Los Angeles dan pulang ke Jakarta, itu bukan hanya sekedar mengikuti planning utama saja.

Tetapi, bapak memikirkan betapa anak2 akan semakin terpuruk, jika mereka hanya di rumah sakit saja sampai pulang ke Jakarta.

Mereka harus melihat mamanya yang tidak bisa bergerak dan suaranya seperti alien, serta kata2nya tidak bisa dimegerti, setiap hari, setiap saat, sampai mereka harus pulang ke Jakarta.

Betapa kasihannya mereka. Dan, mungkin itu akan berdampak psikologis mereka, dalam masa depan mereka .....

Hari itu, bapak banyak bercerita tentang kelucuan anak2ku, yang membuat hati dan dadaku hangat sekali. Banyak tersenyum dan tertawa. Kedua orangtuaku, benar2 berusaha untuk menghibur aku, karena aku pun tahu bahwa mereka sangat mengerti, aku sedang galau.

Bapak bertanya,

"Yanti, apakah kamu sudah berpikir, kira2 kamu harus bagaimana?"

Aku suka jika berdiskusi dengan bapak, tetapi aku tidak bisa menjawab. Suaraku masih seperti alien dan kata2ku tidak bisa dimengerti.

Aku cuma mengangguk saja. Dan tersenyum. Aku mencoba berkata2. Yang jelas, aku berusaha minta bapak menelpon atasanku untuk minta resign, karena aku tidak tahu, kapan aku bisa sembuh dan bekerja kembali.

Aku sudah sangat bisa menerima dengan keberadaanku. Aku udah bisa mengerti, betapa aku harus mengundurkan diriku dari persaingan pekerjaan2ku di Jakarta. Sehingga, dengan keadaanku sendiri, aku minta bapak menelpon atasanku untuk minta resign.

Bapak diam termangu, sejenak, sebelum beliu bergerak untuk mengambil hp nya. Dan, memutar nomor atasanku.

Bapak cukup dekat dengan atasanku, pak Halim karena perusahaan bapak, PT Multikon, ikut membangun mega proyekku, Central Park.Dan, hubunganku dan bapak, sangat dekat. Sebagai ayah dan anak, dan sebagai partner pekerjaan.

Aku seagai arsitek dan bapak seorang insinyur sipil, dan sama2 mencintai Jakarta, kami sangat dekat sebagai teman diskusi.

Bapak sangat mengerti tugas2ku dan bapak tahu, bagaimana aku membangun Central Park.

Ketika bapak berusaha menelpon atasanku, tiba2 bapak menutup telpnyanya. Waktu itu jam 9.00 pagi, dimana di Jakarta sudah jam 11.00 malam!

Hahaha .....

Aku pun lupa bahwa Amerika berada di belakang Jakarta 14 jam, jadi bapak harus menunggu nanti malam untuk menelpon pak Halim. Minimal, jam 7.00 malam untuk bisa meraih jam 9.00 pagi dan pak Halim sudah di kantor.

Aku tersenym lagi, dan akhirnya aku dan kedua orang tuaku banyak tertawa, untuk menghiburku ......

Ah .... Iya!

Aku minta bapak untuk menelpon sahabat2ku di Jakarta! Pasti mereka masih bangun, belum tidur. Karena selama ini, kami adalah kalong2 yang bergerak malamm sampai pagi. Jam 11.00 tu bukan apa2!

Jadi, dengan susah payah, aku meminta bapak menelpon Diani dan Valentino, sahabat2ku. Aku lupa apakah bapakku punya nomor telp mereka, tetapi  ternyata ada, dan kami terhubung dengan Diani dan Valentino.

Aku gembira tersambung dengan merka, satu perastu. Aku "berbicara", seperti aku berbicara biasa saja. Dengan suara seperti alien dan kata2 yang tidak jelas artinya, aku riang melakkannya. Padahal, mungkin mereka tidak mengerti apa yang aku katakan .....

 "Setelah dalam masa pemulihan di Jakarta, aku baru mendengar beberapa cerita dari kedua sahabatku, Valentino dan Diani, tentang banyak hal, khususnya percakapan mereka bersama aku pada saat aku dirawat intensif di St Francis Hospital San Francisco."

"Saat itu, aku belum bisa berbicara, bahkan suaraku masih seperti alien kata anak2ku, dan kata2ku belum bisa dimengerti. Mereka menceritakan hal2 ucu bagiku, namun kenyataanya bagi mereka, campur aduk perasaannya".

"Mereka sendiri kebingungan, mengapa nama mereka sering disebut olehku dan aku selalu berkeinginan untuk berkomunikasi via telpon dari San Francisco -- Jakarta, yang seisih waktunya 14 jam"

Kata Valentino,

"Sebenarnya, aku merasa sedih sekali dengan berita kamu terserang stroke berat, dan dalam kesedihan itu, nama Valentimo dan Diani selalu kamu sebut"

"Kamu tahu, perasaanku campur aduk, sekalipun kamu mengingat dan menyebut namaku air mataku selalu menetes, entah sedih, haru atau bahagia, karena kamu masih mengingat nama kami berdua"

"Tapi, Chris, kamu taku ga? Dibalik semua itu, jujur ada juga tawa kebahagiaan di hariku, sekalipun aku harus menunggu telpon kamu melalui bapakmu, di jam 3.00 atau jam 4.00 pagi, waktu Jakarta"

"Kamu bayangkan saja, aku harus selalu terjag di jam2 itu, sampai kadang, aku tertidur dimeja kerjaku menunggu dering telpon, dari hp bapakmu atau hp adik2mu".

"Lalu, hahaha .....", tawa Valentino sebelum melanjutkan ceritanya, membuat aku bingung sekaligus penasaran ....

"Kamu tahu, ga? Kata2mu sungguh tidak jelas! Aku harus berusaha untuk memahaminya, tetapi jujur, aku tidak mengerti sama sekali! Ya, mungkin benar kata anak2mu, seperti bahasa alien, waktu itu, hahaha ...."

Lagi2 Valentino menghentikan ceritanya dengan tawa, yang membuat hatiku juga tersenyum, dan ..... jujur aku lupa, apa yang dahulu aku katakana untuk nya ......

"Tetapi, Chris ..... kamu tahu, ga? Sekalupin aku, dan mungkin Diani pun begitu, pasti tidak bisa memahami kata2 yang kamu ucapkan. Ketika membalas sapaan mu lewat telepon, aku menempatkan diri seolah2 berbicara dengan orang normal, tidak sebagai pasca-stroke seperti kamu"

"Aku masih ingat, entah kalau Diani, sekalipun tidak mengerti yang kamu katakan, kamu selalu menjawab apa saja, ya ..... Puji Tuhan, kamu menjadi semangat! Aku senang kamu semakin sehat".

Valentino kembali berdiam diri, sambil menahan linangan air matanya .....

"Chris, air mata ini kadang mengalir, berusaha menganggap kami sehat2 saja dan akan bertemu kembali di Jakarta. Sekalipun aku tidak tahu apa yang kamu katakan, aku selalu menguca doa dan menjawab dengan harapan".

"Cepatlah pulang, agar kita bertiga bertemu kembali di Jakarta ...."

Menurut Valentino, pembicaraan jarak jauh dengan selisih waktu 14 jam antara San Francisco dan Jakarta, hampir setiap hari dilakukan. Dan, baik Valentino maupun Diani, selalu menantikan sapaan kamu, sekalipun diwaktu yang berbeda.

Dan, mereka harus menahan rasa kantuk yang melanda, dan terus berusaha tetap terjaga. Seperti kata Valentino, dia baru bisa tidur setelah menerima telepon dari aku .....

Dan, bahasamu, 

"axadat6tady7arjr ftjumgbfyjdnc gnfdhddedtj. Dhsjrkdtldhmhm ....tjsjsnanagna"

Hahahahaha .....

Dengan kata2 dipaling belakang, yaaaaaaaaaaaa ...... yang panjang, itu serius, aku tidak mengerti dan aku hanya menjawab, ya ... iya ... kamu baik2 saja, ya. Dan, aku selaku berdoa untukmu .....

Itu yang dikatakan sahabat2ku, terutama Valentino. Betapa aku sama sekali tidak bisa berbicara, atau aku bisa "berbicara" ala alien, tetapi dengan dukungan semua keluarga dan sahabat2ku itu, perlahan aku semakin pulih ......

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Hampir setiap hari, isaat2 tertentu aku mnta disambungkan dengan sahabat2 ku, Valentino dan Diani di Jakarta, dimana aku di San Francisco. Dengan perbedaan sekitar 14 jam, bapak dan di Jakarta harus tahu benar, jam berapa bisa tersambung .....

***

Kedua orang tuaku, selalu dan seharian di ruanganku. Mereka keluar, jika harus makan siang dan malam malam, atau membeli makan dan makan bersama di ruanganku.

Mereka benar2 mendukungku, untuk aku bisa segera pulih.

Malam harinya, dihari keempat itu, setelah siang hari aku bisa tersambung dengan sahabat2ku, Valentino dan Diani, yang berada jauh dari San Francisco di Jakarta dengan perbedaan waktu 14 jam, aku un terhubung dengan atasanku pak Halim.

Bapak membukan speaker telponnya, supaya aku bisa mendengarkan jawaban beliau .....

Saat itu, mungkin jam 9.00 pagi waktu Jakarta, dan pak Halim sedang di kantor, meeting dengan tim Central Park, termasuk dengan pak Trihatma, pemilik Agung Podomori Grup.

Seharusnya, aku berada di tim itu, tetapi aku memang sedang berlibur, dan mungkin aku tidak akan terlinat lagi dengan tim itu, karena aku akan minta resign berhubungan dengan keberadaanku sebagai seorang pasca-stroke berat, yang lumpuh separuh tubuh sebelah kanan.

BApak berbiara perlahan, aku tahu beliau menahan emosinya yang sedih, untuk bercerita keadaanku dari A sampai Z, dan dari speaker aku mendengar suara2 disana, dari yang berisik dan gaduh, perlahan sunti senyap, mendengarkan kata2 bapak.

Aku yakin, pak Halim pun membuka speakernya, supaya semua orang dalam tim itu mendengar, apa yang terjadi tentang aku .....

Bapak bercerita begitu detail, dan suaranya makin lama mkin terdengar bergetar, menahan gejolak emosi di dada beliau.

Bapak tahu, betapa aku bekerja keras sampai aku mampu duduk berada di tengah2 mereka di tim itu, tim terhebat, setidaknya menurutku.

Dan, aku tahu bapak sebenarnya tidak tega, untuk aku resign di tim itu, dan tidak bekerja lagi sebagai arsitek, dan menyandangn sebagai seorang pasca-stroke, yang lumpuh separuh tubuh sebelah kanan.

Bukan, bukan karena bapak malu dengan keberadaanku. Bukan! Bukan karena itu!

Bapak cuma tidak tega, aku, anaknya terkasih, yang sudah bersusah payah membangun karir sedemikian kerasnya, sejak awal aku bekerja sebagai arsitek, dan berhasil membangun beberapa mega proyek, dan yang terakhir sebuah mega proyek yang menjadi viral sampai sekarang,

Akhirnya mengundurkan diri, bukan karena aku tidak mampu, tetapi karena aku terserang stroke berat, dan tubuh kanannya lumpuh.....

Ketika bapak sudah menyelesaikan ceritanya tentang aku, dari speaker aku menebak, yang ada di Jakarta saat itu di ujung telpon, mereka pasti terkejut, bahkan bisa saja mereka terpengarah ......

Aku, yang selama itu mereka melihat aku sebagai "preman proyek", terserang stroke berat, di saat2 yang sebenarnya aku harusnya untuk berlibur dan bersenang2 setelah menyelesaikan mea proyek itu.

Ya, aku terserang stroke di saat2 aku harusnya berbahagia bersama seluruh keuargaku .....

Sesaat, agak lama, suara2 sama sekali tidak terdengar di seberang telpon, sampai pada akhirnya, pak Halim dan bergantiang dengan pak Trihatma, menjawab sapaan dan cerita bapakku,

Mereka bergantian berbicara denganku, walau mereka tahu dari bapak, aku tidak menjawab,

"Christie, mengapa kamu mau dan harus resign? Kamu tidak harus resign, koq. Kami sayang kepadamu. Kami mau membantumu. Jadi kamu tidak perlu resign".

"Kamu tidak harus resign. Kamu sembuhkan diriku saja dulu. Tidak apa, kamu berbulan2 tidak mauk kerja, atau sampai kapanpun kamu bisa bekerja kembali, kami akan menerimamu"

"Kamu bebas untuk kembali bekerja lagi, kapanpun! Ok? Kami di Jakarta, akan berdoa utukmu, dan kami akan memberitahukan untuk semua tim, keadaanmu disana, dan mendoakankamu ...."

Aku terpengarah.

Begitu juga bapak. Kami saling terpengarah.

Tuhan berada diantara kami, di antara 2 benua, Amerika dan Asia, dinatara 2 kota, San Francisco dan Jakarta, dengan selisih waktu 14 jam.

Tuhan ada disana!

Ya! Tuhan benar2 ada disana!

Tuhan ada dimana aku, atau kami, membutuhkan bantuan! Bukan hanya bantuan fisik atau moril saja, tetapi juga bantuan kesempatan!

Sebuah bantuan untuk aku tetap punya kesempatan untuk bisa bekerja lagi setelah aku mampu untuk itu. Luar biasa Tuhanku. Benar2 luar biasa .....

Aku, seorang pasca-stroke, aku tetap bisa sadar dan mengerti bahwa Tuhan benar2 ada disana!

TUHAN BENAR2 ADA DISANA, SAAT ITU!

Saat2 itu, aku merasakan belaian Tangan Tuhan, mengisap tubuhku. Memberi hatiku sungguh damai, dan menjangkau hati diujung telpon disana ......

Siapalah, aku?

Aku cuma salah satu pegawai di perusahaan property multi nasional, salah satu yang terbesar di Indonesia, tidak menjabat tinggi, hanya seorang arsitek dan "preman proyek", bisa2nya pemilik perusahaan tersebut, memintaku untuk tidak resign, dengan keberadaanku yang tidak tentu kapan sembuh?

Ini jelas2 campur tangan Tuhan!

Dan, sejak saat itu, semakin yakin lah bahwa aku harus segera sembuh, supaya aku bisa segera bekerja lagi. Aku tidak mau 'makan gaji buta', aku mau bekerja .....

Setelah itu, semua tim di ujung sana, saling menyapaku,

"Cepat sembuh, bu Christie ...."

"Cepat sembuh, Chris .... Supaya kita bisa bangun mall lagi".

"Cepat sembuh Christie, biar bisa kongkow lagi"

"Cepat sembuh, bu .... Cepat sembuh ...."

"Get well soon, Christie .... GOD always be with you", kata salah satu konsultan asing kami, dalam tim hebat kami .....

Semua menyapaku, semua mendoakanku. Membuat malam itu, hatiku diguyur es, menjadi dingin dan sejuk. Berbalur kebahagiaan dengan harapan2 besar, untuk bisa ssegera sembuh ......

Dimana, awalnya aku tidak berpikir untuk bisa bekerja lagi, dengan masa depan gelap, jika tdak disebut suram, dan mungkin tidak bisa bekerja lagi karena tidak ada yang mau mempekerjakan seorang cacat seperti aku.

Tetapi, Tuhan sudah langsung menjawab, betapa ternyata aku tetap bisa bekerja lagi, walau entah kapan aku bisa mulai bekerja lagi. Tuhan sudah menjamin itu!

Dengan jawaban si empunya perusahaan, untk aku tettap bisa bekerja lagi, sesaat aku masuk bekerja lagi.

Bukankah ini jawaban Tuhan dari semua pertanyaan2ku selama 4 hari ini? 

Cepat sekali jawabannya, cepat sekali!

Dan, DIA menjamin bahwa aku bisa berkarya lagi, dan menghidupi kedua anak2ku lagi, walau mungkin aku tidak bisa seperti dulu lagi .....

Aku yakin, aku sudah terjamin, Tuhan sudah menjamin aku! Puji Tuhan!

Malam ini, setekah menutup telpon dengan tim di ujung sana, mataku bersinar2 bahagia. Senyumku terus mengembang dan semakin lebar. Kedua orangtua ku pasti juga berbahagia.

Hari itu, hari keempat yang tadi pagi aku sempat terpuruk karena anak2ku sudah pergi ke Las Vegas lalu ke Los Angeles dan langsung pulang ke Jakarta, berubah menjadi sungai kebahagiaan .....

Aku bernyanyi2, berdendang ria dengan suara seperti alien, hatiku bersinar bahagia, dan ketika kedua orang tuaku berpamitan untuk pulang ke hotel, aku tetap merasa bahagia, karena masa depanku, demi anak2ku, sudah ada yang menjamin .....

Ya itu,

Tuhan ku, Tuhan Yesus ku .......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun