By Christie Damayanti
Siapa yang tidak meradang, ketika ada salah satu sahabatku di Bali, juga pengandang pasca stroke (IPS), curhat penuh padaku tentang pekerjaannya yang sudah dianggap "bukan pegawai lagi", karena disisihkan dan sudah tidak digaji lagi mulai bulan Oktober (berarti pekerjaannya bulan September tidak dibayar dan tidak dihargai).
Aku semakin meradang, ketika sahabatku mengirimkan foto koran Tribun dengan headline yang menurutku sungguh sangat tidak manusiawi. Dikatakannya bahwa untuk PNS (pegawai negeri sipil), penyandang stroke diminta pensiun dini, karena dirasa tidak bisa memenuhi kewajiban2 nya lagi.
Hah!!

Bukan karena aku sebagai insan pasca stroke (IPS) saja, tetapi jika aku sehat pun aku akan mengecam pemda Bali tentang pernyataan nya tentang ‘pensiun dini’ bagi penderita pasca stroke. Penderita stroke, penyandang disabilitas apapun, atau siapapun, warga negara Indonesia, BERHAK untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, mempunyai hak dan kewajiban yang sama, dan ini semua DILINDUNGI oleh Undang-Undang. UUD’45 menjamin itu! Dan menurut salah satu pakar hukum temanku mengatakan, bahwa UU yang ada setelah UUD’45, akan gugur jika dipersandingkan untuk warga negara Indonesia!
---
Bahwa UU dan Peraturan Pelaksana dibawahnya, TIDAK BOLEH BERTENTANGAN DENGAN UUD’45. Khususnya Pasal 27 ayat 2 disebutkan bahwa “Tiap2 warga negara berhak atas pekerjaan dn penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Serta Pasal 28 UUD’45 hasil Amandemen ke-2 dimana disebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Sehingga minimal 2 Pasal UUD’45 diatas ini pemahamannya adalah UU dan perundang2an yang lebih rendah dibawahnya, dinyatakan gugur dan bertentangan.
Termasuk UU Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Cacat, ditegaskan bahwa “Penyandang cacat BERHAK untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya”.
Sehingga, tidak ada alasannya PNS dipensiunkan lebih dini (apalagi dipecat) hanya karena stroke, seperti yang dijelaskan pada tulisan di Koran tersebut. Silahkan perbandingkan kedua UU tersebut dan terlebih lagi harus sesuai dengan UUD’45.
---
Jika ada UU yang dikatakannya oleh yang tersebut di Koran itu, : UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pada paragraph 12 (Bab Pemberhentian) Pasal 87 disebutkan bahwa seorang PNS dengan hormat karena 5 alasan. Pertama, PNS meninggal dunia. Kedua, berhenti karena permintaan sendiri (pensiun dini). Ketiga, PNS mencapai batas usia pensiun (BUP). Keempat, adanya pendampingan organisasi atau kebijakkan pemerintah. Kelima, PNS sudah tidak cakap secara jasmani dan rohani yang membuatkanya tidak bisa menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang PNS.
Untukku sendiri, aku tidak mengerti tentang hukum, dan aku tidak mau terlibat dengan hukum. Tetapi yang aku tahu dan yang aku mengerti bahwa, semuanya bisa dibicarakan dengan baik. UU bukan untuk menyengsarakan warga negara. UU dibuat untuk yang terbaik untuk warga negara. Dan untuk UU tersebut diatas yang mengatakan tentang hal tersebut, BUKAN BERARTI PENYANDANG DISABLED (termasuk stroke) TIDAK MAMPU SECARA FISIK DAN ROHANI, tetapi hanya mereka TERBATAS UNTUK MELAKUKANNYA. Dan untuk masalah sahabatku di Bali ini, untukku sendiri pemda Bali sudah melakukan tindak diskriminasi!
Sahabatku ini memang adalah sebagai penyandang pasca stroke. Beliau sudah ‘sembuh’. Dalam arti, dia sedang menjalankan terapinya. Dan dia tetap bekerja sebagai fasilitator kabupaten program nasional untuk Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di sebuah Kabupaten di Bali. Beliau juga seorang assessor Kompetensi di Lembaga Sertifikasi Profesi Nasional.
Beliau terserang stroke awal Januari 2015 dan Juli 2015 beliau sudah mampu bekerja lagi, setelah mempunyai surat dari dokternya tentang kemampuannya untuk bekerja lagi. Dan akhirnya, beliau terikat kontrak bekerja lagi sampai November 2015 (beliau bukan PNS tetapi pegai kontrak dari Kemendagri dahulu, sejak 13 tahun lalu ). Dan beliau benar2 berusaha sebaik2nya dalam keterbatasan.
‘Cacat’ fisik bukan berarti tidak bisa bekerja. Jika beliau awalnya sehat dan full melakukan tugas2nya, dan sekarang beliau terbatas tetapi tetap berusaha sebaik2nya untuk melakukan kewajibannya, BUKAN BERARTI beliau tidak mampu menghasilkan karya! Bukan berarti juga, beliau tidak berusaha. Tetapi dalam keterbatasannya itu, beliau tetp mamp menjalankan fungsinya sebagai pegawai, sesuai dengan tugas2nya!
Tetapi pada kenyataannya, akhirnya pemda Bali sangat tidak komunikatif lagi dengan mempertanyakan kebisaan beliau menjalanka tugas2nya kepada kecamatan2 yang menjadi tugas beliau. Memang beliau belum mampu untuk terjun full di lapangan, tetapi beliau berusaha sekeras2nya untuk melakukannya. Dan pada akhirnya, beliau tidak menerima gaji sejak bulan oktober 2015, tanpa pernah beliau dipanggil …..
Bulan November ini, nama beliau sudah tidak ada lagi di daftar penerima gaji. Jadi, pekerjaan beliau bulan September tidak dianggap bekerja, dan Oktober tidak menerima gaji ( Gaji bulan Oktober itu hasil pekerjaan untuk bulan September ) ….. Dan beliau sekarang sangat putus asa dan terpuruk, tanpa teman dan teman2 ssesama fasilitator tidak mampu membantunya ……
Deg !!!
Aku hanya bisa membayangkan, bagaimana beliau bekerja sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat pedesaan, itu adalah untuk Indonesia. Beliau terjun ke masyarakat langsung, beliau memantapkan hidup untuk masyarakat sudah selama 13 tahun dan beliau mengatakan bahwa dia sangat mencintai pekerjaan itu. Aku benar2 terpukul dan benar2 ‘marah!’
‘Kesalahan’ pemda Bali dan Koran tersebut diatas adalah mereka sangat memblow-up kata2 ‘keji’ tentang pensiun diri bagi penyandang pasca stroke. Bukan hanya sekedar membahasnya saja dalam kolom2, tetapi justru memblow-up nya lewat judul headline ddengan huruf besar di halaman pertama! Untuk banyak orang, apalagi yang bermasalah dengagn fisiknya ( Stroke ), termasuk aku, itu sangat menyakitkan. Ditambah dengan arogansi mereka seakan2 kami para IPS dan penyandang disabilitas adalah orang2 yang terbuang! Apakah tidak ada pemikiran dari mereka bahwa jika ada saudara mereka, atau mereka sendiri, terserang stroke atau sebagai penyandang disabilitas, maukah mereka diperlakukan seperti itu?
Apalagi ada kata2 seperti ini : “Kualitas Rendah Dirumahkan”. Menurut pemikiranku, sombong sekali mereka? Sangat merendahkan seakan mereka tidak ada harganya. Adakah yang bisa berkata bahwa ‘kita adalah orang2 yang terhormat dibandingkan orang lain?’. Apakah mereka mau direndahkan seperti itu oleh orang lain? Semua manusia itu sama dimata Tuhan. Memang siapa yang mau sakit? Siapa yang mau terserang stroke? Tidak ada yang mau! Semua nya adalah atas rencana Tuhan saja …..
---
Sebagai jalan keluar yang ditawarkan apabila keadaan dimana seorang PNS yang mengalami Stroke, perlu dikaji secara mendalam secara medis, termasuk psikologinya, dimana yang bersangkutan harus diberikan waktu yang cukup untuk menjalani masa rehabilitasi dengan menerima hak-haknya sebagai PNS secara penuh.
Tidak asal vonis, ketika baru saja mengalami Stroke langsung diberhentikan, atau dipensiunkan dini. Karena penyandang Stroke harus diberikan kesempatan untuk menjalani masa rehabilitasi atau recovery dalam waktu yang cukup (batas waktunya harus manusiawi) sebelum vonis “diberhentikan dengan hormat” sesuai Undang-Undang UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara namun dengan catatan yang dilaksanakan atas dasar kesepakatan atau permintaan yang bersangkutan.
Kemudian setelah masa rehabilitasi yang bersangkutan diberikan kesempatan menentukan sikap (memutuskan) sesuai hasil analisa secara menyeluruh yang obyektif. Apabila yang bersangkutan masih dapat menjalankan tugas walaupun “dianggap cacat”, namun sesuai analisa kualifikasi pekerjaan yang sesuai dengan kodnisi fisik yang bersangkutan masih tersedia maka tidak ada alasan untuk memberhentikannya secara tidak hormat.
Pertanyaanya jika penyandang stroke “tidak cakap” sesuai analisa medis dari keseluruhan hasil analisa setelah masa rehabilitasi, yang bersangkutan misalnya hanya dapat berbaring saja, maka eksekusi peraturan tersebut dapat dijalankan namun tidak dengan pemecatan atau pemberhentian tidak hormat tetapi melalui pemberhentian sementara hingga batas watu masa pensiun yang bersangkutan, dengan demikian yang bersangkutan tetap menerima hak-haknya selayakanya sebagai PNS aktif bukan berdasarkan perhitungan hak-hak pensiun.
Jika hal ini dilakukan dengan cara pemaksaan yaitu pemberhentian dengan hormat maka pertanyaanya apa bedanya seorang PNS dapat diberhentikan sementara karena ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana namun yang besangkutan dapat menikmati status dan haknya sebagai PNS? (Pasal 88 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara).
---
Tanpa mengerti dengan hukum pun tentang UU diatas, aku sudah bisa memahami. Jika aku berada disana sebagai pemda yang mempunyai pegawai cacat seperti sahabtaku itu, aku akan memanggil beliau dan berdiskusi tentang pekerjaan2 beliau. Aku akan banyak bertanya, bagaimana beliau bisa melakukan pekerjaan2nya lagi. Jika memang aku anggap beliau tidak bisa atau terbatas, aku akan memberikan pekerjaan2 yang lain yang tidak harus banyak bergerak karena keterbatasannya.
Itu pun aku akan banyak melihat perkembangan kesehatan beliau. Karena aku tahu, bahwa IPS tidak boleh banyak berpikir lagi demi kesehatannya, sehingga semua pekerjaan DISESUAIKAN dengan kesehatan beliau. Karena aku sangat percaya bahwa, KETIKA TUHAN MASIH MEMBERIKAN KITA HIDUP DI DUNIA INI, DENGAN KEADAAN APAPUN KITA, CACAT SEPERTI APAPUN KITA, BERARTI TUHAN MASIH MEMPUNYAI RENCANA DALAM HIDUP KITA!
Dan jika Tuhan masih memberikan kesempatan hidup untuk kita, tega kah kita menyia2kan Kasih Tuhan terhadap kita? Jadi, kita tetap harus bisa berkarya bagi Tuhan lewat sesama, termasuk dengan lingkungan pekerjaan kita, apalagi keluarga kita, HARUS MAMPU UNTUK MEM-FASILITASI ‘kaum terbuang ini’ untuk terus bisa berkarya! Bukan malah benar2 membuangnya.
Ku tidak ingin berdebat dengan banyak orang. Tetapi yang mau aku katakan, bukan tentang sahabatku ini saja. Bahwa lakukanlah yang terbaik bagi sesama. UU itu adalah untuk mensejahterakan warga negara, UU itu bukan untuk menyengsarakan warga negara. Jika UU itu berkata sebaliknya, itupun harus diartikan dengan sebaik2nya. Semuanya bisa di diskusikan. Jika memang ‘orang2 terbuang ini’ masih mampu bekerja walau dalam keterbatasan, rangkullah mereka dengan kasih. Berikan lah pekerjaan kepada mereka sesuai dengan kondisinya. Dan amatilah untuk kesehatannya jangan sampai mundur karena pekerjaan mereka.
Dan jika ‘orang2 terbuang ini’ memang benar2 tidak mampu lagi untuk bekerja, tetap rangkullah mereka dalam kasih. Ajaklah mereka diskusi ( atau keluarganya ), bagaimana solusinya. Jika kita membawa Tuhan dalam diskusi ini, aku sangat percaya bahwa PASTI ADA SOLUSINYA.
***
Sebagai IPS, aku sangat sadar. Aku lumpuh ½ tubuh sebelah kanan, tetapi Puji Tuhan otakku masih berpikir baik sebagai arstek dan sebagai pegawai di salah satu perusahaan besar di Jakarta, Puji Tuhan juga, semua atasanku masih menghargai ku sebagai bawahan mereka.
Aku memang tidak bisa bergerak banyak lagi, sebagai arsitek lapangan, dan aku juga tidak boleh berpikir keras lagi dalam pekerjaanku. Sehingga ketika aku mulai bekerja lagi setekah 6 bulan aku terserang stroke, pada Juni 2010 lalu, atasanku menarikku dari lapangan ke holding untuk bekerja membatu atasanku sebagai Direktur Proyek2 kami. Dan Puji Tuhan lagi, aku tetap bisa bekerja dengan keterbatasan, tanpa ada yang ‘mengganggu’. Bahkan aku mampu berkarya terus menerus, lewat pelayanan2ku.
Aku tahu, jika aku dikeluarkan dari perusahaan ini, sebagai manusia aku sangat yakin bahwa TIDAK AKAN ADA PERUSAHAAN YANG MAU PEGAWAINYA CACAT. Dan perusahaan tempat aku bekerja pun tahu kenyataan itu. Sehingga aku yakin, dengan tulus dan peduli tentang keadaanku, aku tetap bisa bekerja lagi, tanpa ada pemotongan gaji.
Dengan kenyataan hidupku karena Kasih Tuhan ini, aku memantapkan hidupku untuk pelayanan kepada sesama. Jika ada sahabatku seperti kasus ini, aku pun ingin membantunya. Waau aku yakin, mungkin tidak banyak yang bisa aku lakukan. Tetapi aku yakin dan percaya bahwa semua yang terjadi adalah rencana Tuhan saja, bukan rencanaku. Tetap percaya bahwa rencana NYA adalah yang terbaik bagi kita semua.
Sahabat,
Mari tetap tegak dan tegar! Mari tetap berkarya dalam keterbatasan. Jika semuanya memang harus berakhir seperti ini, aku percaya Tuhan akan tetap bertindak, dengan solusi yang tidak akan ada di benak kita, tidak akan disangka! Percayalah, sahabat...
Doaku untukmu, doaku untuk semuanya, Tuhan berkati kita semua...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI