Sekitar 50an remaja terbentuk dalam 9 kelompok, masing2 harus mewawancarai 1 orang di lingkungan mereka. Ada yang mewawancarai ibunya, gurunya, kakak kelasnya karena merupakan idolanya atau ketua osisnya dan lainnya. Dan kami membimbing merrka untuk membuat reportase. Bahwa sebuah mading bisa menjadi menarik, ketika kita memberi 'sentuhan' cantik, bukan hanya menulis tentang keindahan Indonesia atau tentang apapun atau reportase tentang sesuatu tetapi tempat atau orang yang sering di dengar ( karena itu semua ada di internet dan mudah untuk didapatkan ), tetapi kita bisa memberi sentuhan dengan mewawancarai warga biasa atau tempat biasa dan belum pernah orang lain tahu, tetapi meninspirasi banyak orang.


Mba Sita berkeliling untuk membimbing remaja2 pintar itu untuk membuat reportase bagi masing sekolahnya .....
Misalnnya, salah satu kelompok mewawancarai salah satu gurunya, pak Eko yang ternyata sudah 7 tahun cacat stroke, seperti aku, dan beliau tetap mengajar dengan penuh semangat untuk masa depan bangsa! Ada juga yang mewawancarai temannya yang dipandang sebagai 'idola'. Mading dengan sentuhan seperti ini, akan membuat sentuhan khas seorang remaja yang peduli dengan lingkungannya .....


Masing2 ke-9 kelompok kecil itu berhasil membuat reportase di bimbing oleh tim IDKita Kompasiana.
Lain lagi dengan konsep penulisannya. Kami memberi motivasi menulis. Bahwa remaja sekarang, bukan hanya malas membaca tetapi juga malas menulis. Mereka lebih memilih berinteraksi lewat dunia maya. Kami memotivasi, mengapa kami memilih 'profesi' sebagai penulis. Memang bukan penulis profesional tetapi penulis amatiran. Yang jelas, manusia mati meninggalkan nama dan tulisan, bukan?

