Mohon tunggu...
Christian Armana Putra
Christian Armana Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa biasa

Mahasiswa biasa

Selanjutnya

Tutup

Financial

Tax Avoidance dan PPh Minimum: Banyak Perusahaan Ngaku Rugi

22 Oktober 2021   23:51 Diperbarui: 23 Oktober 2021   00:00 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Sri Mulyani merinci, WP Badan yang melaporkan rugi lima tahun berturut-turut jumlahnya meningkat dari 5.199 wajib pajak pada 2012-2016, naik hampir dua kali lipat, yakni menjadi 9.496 WP Badan pada 2015-2019.

Sayangnya, kata Sri Mulyani meskipun banyak perusahaan yang melaporkan rugi, namun tetap beroperasi dan malah mengembangkan usahanya di Indonesia. Hal tersebut juga kata Sri Mulyani banyak terjadi di banyak negara, bukan hanya Indonesia.

"Namun, kita ingin melakukan compliance yang adil, banyak WP Badan menggunakan skema penghindaran pajak. Di sisi lain Indonesia belum punya penghindaran pajak yang komprehensif," jelas Sri Mulyani.

Adapun jumlah WP yang melaporkan kerugiannya dari tahun ke tahun sebagai berikut:
- Tahun 2012-2016 sebanyak 5.199 WP Badan
- Tahun 2013-2017 sebanyak 6.004 WP Badan
- Tahun 2014-2018 sebanyak 7.110 WP Badan
- Tahun 2015-2019 sebanyak 9.496 WP Badan.

Dengan adanya pandemi, maka secara logika akan lebih banyak lagi perusahaan yang mengaku rugi karena terdampak pandemi. Dilansir dari Tribunnews Jakarta, Ekonom Universitas Airlangga (Unair) Yanuar Nugroho, menariknya lagi, kata Yanuar, meski melaporkan rugi berturut-turut, kegiatan operasional perusahaan mereka tetap berjalan seperti biasa.

"Ada beberapa perusahaan yang kemudian justru ekspansi pasar. Inilah kemudian merupakan salah satu bentuk nyata penghindaran pajak cukup agresif," katanya. 

Hal tersebut dilakukan perusahaan agar mendapat relaksasi pajak, seperti kompensasi kerugian yang terdapat di Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 6 ayat 2 yang berbunyi "Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. "

Dilansir dari cnbcindonesia.com, UN Trade mengungkapkan bahwa 60% - 80% merupakan transaksi afiliasi yang bekerja di perusahaan multinasional. Adapun kasus di Indonesia sebanyak 37% - 42% dari PDB dilaporkan sebagai transaksi afiliasi di dalam SPT WP Badan. 

"Hal tersebut membuat potensi penggerusan basis pajak dan pergeseran laba diperkirakan sebesar US$ 100 miliar hingga US$ 240 miliar per tahun. "Setara dengan 4% sampai 10% penerimaan PPh Badan global, menurut OECD," jelas Sri Mulyani. 

Transaksi afiliasi tersebut termasuk kedalam transfer pricing dan itu merupakan Unacceptable Tax Avoidance. Transfer pricing ini tentu saja sangat berdampak besar karena telah disebutkan bahwa di Indonesia, sebanyak 37% - 42% dari PDB dilaporkan sebagai transaksi afiliasi di dalam SPT WP Badan. Menurut penulis, transfer pricing pada kasus ini tentu saja membuat biaya dan beban yang ditanggung perusahaan yang berada di indonesia seolah-olah besar sehingga membuat biaya fiskal besar juga, dan menyebabkan kerugian secara fiskal. Praktik tax avoidance ini tentu saja membuat penerimaan negara menjadi kurang optimal. 

Oleh karena itu, muncul isu mengenai Pemerintah bakal mengenakan pajak penghasilan (PPh) minimum bagi perusahaan yang mengalami kerugian, dihitung dengan tarif 1% dari dasar pengenaan pajak berupa penghasilan bruto. Skema PPh minimum sebelumnya diakomodasi dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang kini berganti nama menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun