Menafsir Ulang: Hijrah dari Ateisme Praktis ke Etika Kehidupan
Jika membuang makanan adalah bentuk ateisme praktis, maka tantangan kita adalah menemukan jalan untuk mengembalikan makna kehidupan ke dalam praktik sehari-hari.
Pertanyaannya bukan sekadar "bagaimana agar tidak membuang makanan," tetapi "bagaimana kita membangun relasi baru dengan makanan sebagai sumber kehidupan."
Langkah pertama adalah menolak logika komodifikasi. Makanan harus dipahami kembali sebagai hak dasar, bukan barang dagangan semata. Ini berarti menuntut sistem pangan yang lebih adil, berkelanjutan, dan berorientasi pada kebutuhan, bukan profit.
Langkah kedua adalah menghidupkan kesadaran ekologis. Setiap makanan yang kita makan atau buang membawa jejak bumi. Menyadari hal ini berarti menempatkan diri sebagai bagian dari ekosistem, bukan penguasa tunggal.
Langkah ketiga adalah menghidupkan solidaritas sosial. Makanan yang berlebih harus dipandang sebagai kesempatan untuk berbagi, bukan sekadar surplus yang bisa dibuang. Solidaritas ini menolak logika pasar yang membatasi distribusi berdasarkan daya beli.
Langkah keempat adalah membangun habitus baru dalam keseharian. Menghargai makanan berarti menghargai keberadaan, alam, kerja, dan kehidupan. Kebiasaan kecil seperti menghabiskan makanan atau mengolah sisa dengan kreatif bisa menjadi praktik resistensi terhadap logika pasar.
Langkah kelima adalah menyadari dimensi politis dari makanan. Konsumsi bukan hanya tindakan pribadi, tetapi juga bagian dari sistem global. Memilih produk lokal, mendukung pertanian berkelanjutan, atau menolak pemborosan adalah tindakan politik kecil yang bermakna.
Dengan semua ini, kita bisa bergerak dari ateisme praktis menuju etika kehidupan. Sebuah etika yang menempatkan makanan bukan sebagai objek pakai-buang, melainkan sebagai simbol keterhubungan manusia dengan seluruh keberadaan, alam, sejarah, dan sesama.
Pada akhirnya, membuang makanan berarti membuang hidup dan kehidupan. Menolak membuang makanan berarti menolak ateisme praktis yang disusupkan oleh neoliberalisme, dan menegaskan kembali keberpihakan pada sang hidup itu sendiri.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI