Selain itu kebutuhan afektif yang terpenuhi tidak akan membuat pribadi ini cepat puas atau putus asa. Ia akan selalu merasa dicintai, diampuni, didengar, dimaafkan dan rasa empati yang tinggi dengan kondisi orang lain, sehingga kinerja kerja dan relasi sosialnya tidak akan pernah tersinggung, dendam, marah, mendiamkan yang berbeda, dll. Apakah ciri-ciri ini kita temukan dalam calon-calon pemimpin kita; calon-calon legislatif? Â
Tapi, pertanyaannya, bagaimana seseorang bisa mencapai tingkat kepribadian yang demikian? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita lihat pada pria yang punya 15 juta pengikut di media sosial katakan. Ia akui, sebagai orang yang terkenal, banyak uang, fasilitas hidup yang serbah wah ini akui, "Saya sudah mengarungi hidup perkawinan selama 40 tahun. Selama masa yang panjang ini, saya sudah menikah dengan lima atau enam perampuan, tapi tetap setia dengan orang yang sama, yakni: Christina Oticia. Saya tidak nikah dengan wanita yang sama; demikian juga dia tidak nikah dengan lelaki yang sama".Â
Demikian ia memberi alasan: "Kalau saya nikah dengan wanita yang sama, maka dia akan terus pakai rok mini sampai sekrang. Tapi dia berubah kan. Demikian juga, dia adalah orang yang sangat tidak disiplin. Selama ini saya berusaha untuk membantu kekurangnnya ini; demikian juga saya. Saya adalah pria yang tak punya rasa empati pada orang lain, maka, dia selalu setia melatih aspek afektif saya ini. Sehingga, kami membangun rumah tangga dengan semangat untuk bisa menyelesaikan apa yang belum selesai dalam diri; kami, dengan rahmat Tuhan, bukan saja bisa saling mengisi kekurangan, tapi lebih saling membantu untuk setiap hari menjadi baik dan lebih baik".
Bagaimana agar bisa semakin hari semakin lebih baik? "Saling menjaga". Saya menjaga-nya (istrinya) bukan karena dia lemah, karena dia lebih kuat dari saya. Justru saya laki-laki yang sangat rapuh. Tapi saya punya kewajiban, sejak janji nikah untuk selalu melindungi, menjaga dan membuat bahagia orang yang sudah bersama saya selama 40 tahun, demikian juga sebaliknya, dia selalu berbuat hal yang sama untuk saya".
Wajah atau ciri seorang pemimpin bisa kita temukan dari apa yang dikatakan novelis ini. Orang yang sudah selesai dengan diri sendiri adalah bukan mereka yang punya banyak pengetahuan dan pintar bicara, tapi mereka yang sudah punya pengalaman. Pengalaman adalah ilmu terbaik yang bisa dimiliki seseorang. Pengalaman akan membuat seseorang itu bebas dan selesai dengan dirinya.
Paulo Coelho sangat yakin bahwa seorang pemimpin harus sudah punya pengalaman memimpin. Tidak bisa tidak. karena pengalaman selalu memurnikan diri. Orang yang sudah selesai dengan dirinya tidak akan menjadikan kekurangan diri sendiri dan kekurang orang lain sebagai celah untuk kritik dan menghina.Â
Orang yang sudah selesai dengan dirinya akan selalu melihat titik positif yang bisa disumbangkan olehnya atau orang lain. Ada juga ciri lain yang penting, yakni mereka akan selalu bisa dengan bebas menerima kekurangan dirinya dan siap iklas dikatakan oleh orang lain tentang itu tanpa tersinggung atau marah.
Demikian juga, ia akan sanggup menerima dengan penuh pengertian kekurangan dan kesalahan orang lain. Orang yang sudah selesai dengan dirinya adalah mereka yang selalu berusaha dalam kondisi apa-pun membuat orang lain bahagia. Karena mereka ini yakin, kebahagian hanya akan bertambah dan berkembang ketika itu dibagikan dengan orang lain. Â
Nah, dari analisa sederhna ini, semoga kita bisa melihat, mengenal dan dengan tenang hati memilih pemimpin kita, baik Presiden atau para wakil kita di Dewan. Selamat menentukan pemimpin dan wakil-mu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI