"Trus, kalau boleh milih, gue pilih yang mana dong?"
"Gini bro, cewe cakep memang bisa bikin elu bangga. tapi ada tapinya bro. Cewe cakep suka belagu, butuh effort karena juga butuh biaya kan. Kadang bisa bikin ati ngilu juga, dan gampang baper, hehe."
"Buset. Kalo gitu gue sosor Jenny aja deh." Kataku pada Clara. Ketika itu aku memang sedang berjuang untuk "CLBK tipis-tipis" dengan Martha. Apalagi kini ia terlihat semakin tjantik. Sementara itu aku juga lagi senang-senangnya menjalin HTS* dengan Jenny. Â
Sewaktu kami liburan di Singapura kemarin Jenny juga sudah bertemu dengan Tommy yang mengundang kami makan malam bersama.
Jenny suka dan respek pada Tommy. Sedangkan menurut Tommy, ia harus respek kepada Jenny karena ia mampu membuatku terlihat lebih manusiawi. Jenny membawa vibes positif bagiku.
Namun Jenny belum pernah bertemu dengan papa dan mama. Itu membuatnya sedikit nerveous. Aku tertawa geli. Anak yang selalu cuek bebek ini ternyata bisa juga grogi, hehe.
Acara makan siang berjalan lancar jaya dengan suasana hangat. Aku merasa sangat berutang kepada keluargaku. Mereka sangat sayang kepadaku. Mereka selalu memperlakukan teman-temanku dengan baik, terlepas mereka suka atau tidak suka, dan itu dilakukan semata-mata karena menghargaiku. Ya Tuhan, aku berjanji akan selalu berusaha melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan buat keluargaku ini.
Acara makan siang sudah lama selesai. Papa dan Mama duduk ngobrol di teras belakang dekat kolam renang. Clara sibuk telfonan di pojokan, Tommy sudah ngorok di atas sofa.
Aku kemudian menarik dengan lembut tangan Jenny "kita ke atas aja yuk, ke kamarku saja, di sini gak ada kehidupan lagi" kataku sambil menyipitkan sebelah mata agak nakal.
"Apaan sih, gak ah, gak enak sama orang-orang" katanya sedikit gusar.
"Alaah..belagu lu, aku pengen nunjukin kamarku. Dari aku SMP dulu, semua teman-temanku kuajak ke kamar. Di sini mah memang biasa gitu, gak papa, yuk" kataku sambil menarik tangannya dengan mantap.
Aku menunjukkan kepada Jenny seisi kamarku, termasuk juga mainan-mainanku dulu dan pernak-pernik lainnya. Aku menceritakan hal-hal lucu yang kualami dulu selama tinggal di kamar ini, termasuk juga baju-baju favoritku sewaktu SMA dulu yang masih tersimpan rapi di dalam lemari pakaianku yang besar.
Jenny memperhatikanku dengan seksama ketika aku bercerita. Ia kadang tertawa kencang sambil menutup mulutnya, terkadang melongo.