Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Renjanaku (3) Masa Lalu

27 September 2025   17:00 Diperbarui: 27 September 2025   16:32 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku tidak melihat diriku di dalam matanya yang indah. Bagaimana rasanya dekat dengan seseorang tanpa mengetahui apa yang diinginkannya, apa passionnya, apa yang dia mau aku lakukan baginya?"

Tidak terasa sudah hampir dua tahun aku menjomblo, dan selama ini aku merasa nyaman-nyaman saja. Hanya sesekali terutama malam minggu aku merasa kesepian. Sebenarnya aku pernah mencoba mendekati beberapa cewe dan berkencan, tetapi tidak ada yang berkesan dan akhirnya berlalu begitu saja. kesibukan pekerjaan dengan sering bepergian keluar kota, membuat aku juga terlupa akan dunia asmara.

Pacaranku yang terakhir juga sangat tidak berkesan. Hampir dua tahun aku berpacaran dengan Martha, tapi hubungan kami datar-datar saja. Bahkan semakin lama semakin membosankan sampai kami akhirnya mengakhirinya dengan baik-baik. Aku memang bukan lelaki yang tepat baginya.

 Awalnya aku menduga hal itu disebabkan oleh karena kesibukan pekerjaan kami masing-masing yang membuat kami jarang bertemu. Apalagi karena urusan pekerjaan, kami sering berada di luar kota. Tetapi kami akhirnya menyadari juga, bahwa tidak ada ikatan emosional yang kuat di antara kami berdua.

Sejujurnya kami juga kurang berusaha untuk membuat hubungan kami menjadi lebih kuat. Mungkin kami berpacaran supaya tidak jomblo saja. Walaupun tinggal dalam satu kota, kami biasanya bertemu hanya tiga empat kali saja dalam satu bulan. Biasanya makan, nonton, lalu pulang.

Ini sebetulnya hal yang sangat miris bagiku. Aku sulit membayangkan, bagaimana rasanya pacaran dengan seseorang selama lebih dari setahun, tanpa mengetahui apa yang diinginkannya, apa passionnya, apa yang dia mau aku lakukan baginya. Aku tidak melihat diriku di dalam matanya yang indah. Aku memang tidak ada di dalam rencana hidupnya. Tetapi aku juga merasa, kalau aku memang tidak mau "berbagi" juga dengannya.

Entah apa yang terjadi, aku tidak mengerti. Mengapa ada dua orang yang setuju untuk mencoba bersatu, tetapi tidak mau berbagi rasa dan rindu. Bahkan untuk berusaha mencobanya pun juga tidak.... 


Ya Tuhan ternyata masih banyak rahasia cinta anak manusia yang tidak dapat aku pahami. Aku bahkan baru benar-benar menyadari nikmatnya bibir Martha justru di saat kami akan berpisah. OMG, akankah aku mencoba hubungan ini sekali lagi?

Berpacaran dengan Nancy sebelumnya, sama juga nasibnya, datar saja. Bahkan ibarat bunga yang layu sebelum berkembang. Tak ada yang istimewa dan tak ada yang perlu dikenang.

Aku bekerja di Mataram sedangkan Nancy mendapat promosi pekerjaan, dan ditempatkan di Palembang. Ternyata pacaran ala Long Distance Relationship tidak berjalan seperti yang diharapkan. Sampai akhirnya bubar sendiri tanpa perlu ada rapat pembubaran panitia.

Berpacaran di zaman kuliah punya kesan yang mendalam bagiku. Setelah mencoba jalan dengan beberapa gebetan, aku kemudian pacaran selama hampir tiga tahun dengan Rini, sampai aku selesai kuliah.

Banyak kenangan yang susah dilupakan selama berpacaran dengan Rini. Selain pintar, dia juga anak yang baik, lembut, penuh perhatian dan penyabar. Dia tidak terlalu cantik, tapi kulitnya yang putih bersih dan senyumnya yang manis membuat aku menyukainya.

 

Aku bisa merasakan kalau Rini terlalu mengalah padaku. Aku sering mengabaikan janji ketemu dengannya karena sibuk main dengan teman-temanku atau dengan urusanku sendiri. Aku merasa, Rini yang lebih keras berusaha menjaga hubungan kami agar tetap berjalan dengan baik. Ia selalu berusaha membantu aku dalam segala situasi yang sesulit apapun bahkan dengan mengabaikan perasaanya sendiri.

Ketika aku sakit, ia akan berusaha merawatku dengan sebaik baiknya. Menyuapin makan dan menjagain aku. Sebenarnya aku merasa agak malu dengan orang-orang di rumah terutama mama, karena biasanya mamalah yang selalu mengurusku kalau aku lagi sakit.                

Akan tetapi mama senang-senang saja, karena Rini tipikalnya mirip dengan mama. Mama dan seluruh keluargaku menyukai Rini, karena ia pintar membawa diri dan mereka juga tahu, Rini selalu berusaha memberikan yang terbaik padaku.

Sebenarnya perhatian yang baik dari Rini ini sering juga membuat aku merasa terganggu, karena merasa diperlakukan seperti anak kecil yang harus selalu diurusin.        

Rini sering merapikan lemari pakaianku, meja belajar, pokoknya seisi kamarku yang sedikit berantakan. Hal ini sering membuat perdebatan karena aku merasa privacyku terganggu. Jadinya aku terpaksa harus menyimpan koleksi majalah Playboyku di bawah kasur.

Aku sesekali "mencari masalah" dengan berpura-pura merasa kehilangan buku atau catatan penting yang memang tidak ada, agar ia tidak usah mengacak-acak kamarku. Terkadang aku susah menahan geli melihat muka lugunya mencoba mengingat-ingat segala sesuatu yang sudah dirapikannya, yah pasti gak nemu, wong memang gak ada.

Dulu Mama sering memperlakukan aku begitu, sekarang Rini juga memperlakukan aku seperti begitu, Ya ampyuuun. Aku yakin, seyakin-yakinnya bahwa Rini itu adalah pacar yang baik dan juga bakal istri yang sangat baik, idaman semua laki-laki yang mencari seorang istri. Tetapi ada sedikit "ganjalan" dihatiku. Aku tidak terlalu yakin, apakah aku benar-benar mencintainya dan akan bahagia hidup bersamanya.

Aku jarang merindukannya, bahkan terkadang ketika "self-service"pun aku tidak pernah membayangkan wajahnya. Tapi, apakah dia juga melakukan hal yang sama padaku? Who knows...

Ketika berliburan dengan teman-temanku dalam waktu yang lama, aku juga tidak merindukannya, terkadang dengan sedikit terpaksalah baru aku menelfonnya dan dia tetap antusias mendengar ocehanku. Membayangkan matanya yang bulat dan ekspresi wajahnya mendengar "bualanku-lah" yang memperpanjang durasi percakapan kami..

Duh Tuhan, aku merasa berdosa kepadanya, tentu kepada Tuhan juga karena tidak bisa dan tidak mau berusaha juga untuk benar-benar mencintainya. Ia terlalu baik buat aku. Upss klise banget, bukankah semua laki laki yang tidak suka lagi pada pacarnya mengatakan,"sayang, kita putus aja ya, soalnya kamu terlalu baik buat aku, dan aku merasa, aku bukan yang terbaik buat kamu."

(Bersambung)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun