Kalau Slot memakai skema 4-2-3-1, maka Glasner memakai skema 3-4-2-1.
Kalau Slot punya dua pemain bernomor 10 (Wirtz dan Dom) maka Glasner pun punya Sarr dan Eze. Namun Glasner menduetkan keduanya di belakang penyerang tengah, Mateta yang sama tajamnya dengan Hugo Eketike Liverpool.
Terlihat sangat jelas kalau duet Sarr-Eze lebih berbahaya (dan juga efektif) daripada duet Wirtz-Dom. Selain bertugas menyerang, trio Sarr, Eze dan Mateta juga selalu melakukan pressing ketat, baik pada saat mereka kehilangan bola, maupun pada saat pemain Liverpool akan memulai buid-up serangan.
Itulah sebabnya Liverpool tidak bisa banyak melakukan attempt ke gawang Palace. Tercatat Liverpool hanya bisa melakukan 12 percobaan saja, berbanding dengan 14 milik Palace.
Mengapa bisa begitu?
Yah karena "Liverpool kalah jumlah pemain!" Â
Mari kita amati sisi pertahanan.
Glasner menempatkan trio Chris Richards, Maxence Lacroix dan Marc Guehi sebagai bek tengah di depan Henderson. Trio ini sukses mengamankan lini belakang Palace.
Sementara itu Liverpool memakai empat bek (dua bek tengah dan dua fullback) Nah, dua fullback Liverpool ini sebenarnya lebih tepat disebut wingback, karena mereka ini memang benar-benar "berperilaku seperti wingback."
Karena penyerang sayap kanan, Mo Salah "tidak kelihatan," maka Frimpong sebagai bek kanan pun terpaksa sibuk naik-turun membantu serangan maupun pertahanan. Akibatnya di pertengahan babak kedua, Frimpong yang tadinya "pakai Pertamina-Dex, kemudian beralih ke Biosolar bersubsidi untuk berhemat."
Milos Kerkez sepertinya ditugaskan menjadi inverted fullback. Ia bergerak ke tengah lapangan saat tim menguasai bola, untuk berduet dengan Curtis Jones, karena Dom akan sedikit naik untuk membantu serangan. Padahal ketika masih di Bournemouth, Kerkez ini lebih sering melebar, naik menyisiri tepi lapangan untuk kemudian memberikan umpan ke tengah. Â Â Â Â Â Â Â