Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Siti Zubaidah (Bagian 2)

12 Februari 2021   02:35 Diperbarui: 12 Februari 2021   02:36 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Henry berasal dari sebuah keluarga sederhana di Perbaungan. kota kecil ini berjarak sekitar 30 Km saja dari kota Medan. 

Mamanya berjualan sembako dan kebutuhan hidup sehari-hari di sebuah toko sederhana merangkap rumah tinggal mereka.

Dulu ketika Henry masih kecil, papanya pernah berjaya dengan mempunyai sebuah pabrik tapioka. Tetapi kemudian usahanya bangkrut digilas pabrik tapioka modern yang lebih kuat. Sejak itu watak papanya berubah menjadi keras. Mungkin karena menderita post power syndrome. Dulu kaya, sekarang kere.

Penghasilan dari berjualan sembako yang tidak seberapa membuat keluarga Henry harus hidup berhemat. Apalagi papanya tidak mempunyai penghasilan tetap.

Papanya setiap pagi pergi dengan pakaian rapi, dan pulang ke rumah biasanya pada malam hari. Henry tidak tahu persis apa pekerjaan papanya.

Kata om A Kang, teman papanya itu, mereka itu "agen langit," alias "palugada," apa lu mau gua ada. Mereka ini broker bisnis yang bisa mencarikan pembeli ataupun penjual produk atau pekerjaan apa saja "yang masih bisa kelihatan" di dunia ini. Yang penting produk atau pekerjaan itu halal.

Henry tidak tahu bisnis apa saja yang pernah diageni papanya. Walaupun jarang, tetapi kalau papanya dapat cuan, maka wajahnya akan selalu berseri-seri. Ketika masih kecil, Henry dan adik-adiknya sering berdoa agar papanya selalu dapat cuan.

Berkat kegigihan mamanya, usaha mereka kini semakin maju dan berkembang. Dulu ketika masih susah, Henry sering makan bubur encer dengan sebutir telur dibagi bertiga dengan adiknya. Terkadang bubur itu diberi kaldu atau minyak jelanta untuk menambah rasa. Ketika Henry menginjak SMA, kehidupan mereka sudah jauh lebih baik, dan dia pun tidak pernah lagi makan  bubur encer.

Tapi satu hal yang pasti, selama bersekolah Henry tidak pernah merasakan yang namanya uang saku. Jadi sejak kecil Henry dan beberapa temannya yang keadaan ekonominya senasib dengannya, sudah tahu caranya untuk mencari uang jajan. Mereka ini berjualan apa saja. Layangan, kue-kue, majalah, buku, ikan cupang dan apa saja yang menghasilkan duit.

Setelah duduk di SMA, Henry kemudian memberikan private les kepada anak-anak SMP. Sejak itulah Henry mempunyai "penghasilan tetap" layaknya uang saku bagi anak-anak sebayanya. Ketika liburan sekolah tiba, Henry pun kembali berjualan apa saja yang menghasilkan duit.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun