Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Penulis tinggal di Bojonegoro

Setiap perjalanan adalah peluang untuk menemukan hal baru, menghadapi tantangan, dan menemukan kekuatan dalam diri. Jangan mengeluh tentang perjuanganmu. Bersyukurlah karena kamu masih diberi kesempatan untuk berjuang.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pertanian Holistik dan Terintegrasi: Kunci Ketahanan Pangan di Masa Depan

19 Agustus 2025   11:07 Diperbarui: 19 Agustus 2025   11:07 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sinau Bareng Dekan Fakultas Pertanian UGM Ir. Jaka Widada | dok.pri.

Kata kuncinya adalah integrasi. Dalam pertanian terintegrasi, satu komoditas tidak berdiri sendiri. Padi terhubung dengan sapi, sapi terhubung dengan biogas, biogas menghasilkan energi untuk rumah tangga, sementara limbahnya kembali ke sawah. Inilah prinsip circular economy dalam dunia pertanian.

Model ini sebenarnya bukan barang baru. Di banyak desa Jawa dulu, ada konsep tani ternak. Sawah menghasilkan jerami untuk sapi, kotoran sapi jadi pupuk kandang, lalu pupuk itu menyuburkan padi kembali. Namun, dengan sentuhan teknologi, model lama ini bisa ditingkatkan: limbah sapi diolah menjadi biogas, pupuk organik dikombinasikan dengan biofertilizer, dan semua hasil pertanian bisa dipasarkan lewat aplikasi digital.

Kunci Ketahanan Pangan

Mengapa pertanian holistik dan terintegrasi disebut kunci ketahanan pangan? Ada beberapa alasan:

  1. Diversifikasi Produksi
    Dengan sistem terintegrasi, petani tidak hanya bergantung pada satu komoditas. Jika harga beras turun, ada sapi atau ikan yang bisa dijual. Jika panen gagal, kebun sayur masih menyelamatkan dapur. Diversifikasi ini membuat pangan lebih terjamin.

  2. Efisiensi Sumber Daya
    Air, tanah, dan energi digunakan berulang kali dalam satu ekosistem. Limbah jadi input, bukan beban. Akhirnya biaya produksi turun, produktivitas naik.

  3. Ramah Lingkungan
    Pertanian yang terlalu bergantung pada pupuk kimia dan pestisida telah terbukti merusak tanah dan air. Sistem holistik dan organik justru memperbaiki kualitas tanah, menjaga keanekaragaman hayati, dan mengurangi emisi karbon.

  4. Kemandirian Petani
    Petani tidak lagi sekadar "tukang tanam" yang nasibnya ditentukan harga pasar global. Dengan sistem terintegrasi, mereka punya kendali lebih besar atas siklus produksi, konsumsi, hingga distribusi.

  5. Ketahanan Sosial
    Ketahanan pangan sejatinya juga ketahanan sosial. Desa yang mandiri pangan lebih kuat menghadapi krisis---entah pandemi, inflasi, atau konflik global.

Teknologi dan Digitalisasi

Tentu saja, pertanian holistik masa kini tidak bisa dilepaskan dari teknologi. Bayangkan sensor tanah yang memberi tahu kapan pupuk organik harus ditambah. Atau aplikasi mobile yang menghubungkan petani dengan konsumen kota tanpa perantara. Bahkan konsep blockchain bisa dipakai untuk menjamin transparansi rantai pasok pangan: beras dari sawah siapa, diolah di mana, dijual ke siapa---semua jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun