Mohon tunggu...
chitania sari
chitania sari Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Agama dan Polarisasi Akibat Politik

8 September 2023   03:31 Diperbarui: 8 September 2023   03:40 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu dekade ini peristiwa politik membawa tantagan serius bagi bangsa. Jika mungkin ini tidak berlaku di tingkat elite politik (partai) tapi tejadi di tingkat akar rumput (masyakat).

Kita tahu bahwa mungkin usai kampanye atau pemilu dengan segala silat lidahnya di depan massa, para elite partai atau para calon yang masuk dalam kontestasi pemilihan umum, bisa saling bergurau dan ngopi-ngopi cantik. Namun tidak begitu di kalangan masyarakat. Sebagian dari mereka terbawa narasi yang dilontarkan para elite politik itu. Jika narasinya bertone serangan kepada pihak lain, menjelek-jelekan, dan berisi ujaran kebencian, maka masyarakat akan melontarkan itu kembali kepada pihak tertuju.

Masyarakat kita yang agraris seringkali tidak berfikir panjang soal dampak yang diakibatkan atau cara menyaring informasi dengan akurat. Masyarakat sering terjebak pada narasi ujaran kebencian hanya karena sebagian temannya atau saudaranya berlaku serupa. Dengan begitu tak heran satu kelompok masyarakat membenci kelompok masyarakat yang lain , dan sebaliknya.

Sehingga seperti yang kita lihat di Pilpres 2014 dan pilpres 2019 serta Pilkada Jakarta 2017, aroma pecah belah ada di situ. Bukan saja aroma, namun pecah belah sudah terjadi.. Kelompok A tak segan memaki kelompok B karena pilihannya, dan sebaliknya kelompok B juga memaki kelompok A. Kelompok-kelompok itu tak segan mengaitkan dengan soal agama

Yang menyedihkan adalah itu tidak saja terjadi di media sosial (yang berlangsung massif) namun juga berlangsung di tataran offline, dimana satu kelompok tak segan memaki kelompok lainnya di masjid, di jalanan dan ruang-ruang kelas dan di para tetangga. Kebencian yang dilontarkan oleh elite partai masuk dalam relung-relung hati terdalam masyarakat. Menaruhnya dalam hati dan melontarkannya dengan keras. Hal ini yang diacuhkan oleh para elite politik.

Karena itu tantangan kita sekarang ini (menjelang tahun politik) adalah menghindari disinformasi yakni penyebaran informasi atau berita palsu yang sengaja dibuat, dikemas dan disebarluaskan untuk kepentingan tertentu. Di tahun politik, disinformasi yang ada biasanya disebar dengan tujuan menjatuhkan lawan politik.Dampak lainnya adalah mengadudomba masyarakat sehingga mereka saling membenci. Inilah membuat masyarakat tercerai berai hanya karena pilihan politik.

Dampak masyarakat karena disinformasi ini menyebabkan polarisasi ; mereka terbelah ke arah elite politik yang mereka yakini benar dan lebih benar dibanding yang lain. Polarisasi bisa terjadi selama bertahun-tahun setelahnya. Bahkan ketika elite politik itu sudah menyatakan bergabung dalam kabinet sang presiden, polarisasi di masyarakat akar rumput tidak berakhir.

Ketiga yang agak ekstrem adalah radikalisasi. Radikal atau radikalisasi adalah satu proses perubahan pola pikir seseorang atau sekelompok orang. Peribuahan pola ini cenderung menuju ke fanatisme, eksklusifisme yang akhirnya melahirkan sikap intoleran, dan akhirnya cenderung menggunakan kekerasn dalam tindakannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun