Ajarannya kemudian dikumpulkan oleh muridnya, Arrian, dalam buku terkenal berjudul The Enchiridion (atau Buku Pegangan Hidup), yang berisi panduan singkat tentang bagaimana seseorang bisa hidup tenang, bijak, dan bahagia dengan cara berpikir Stoik.
- Kutipan Terkenal EpictetusSumber: Modul Prof. Apollo
“It’s not what happens to you, but how you react to it that matters.”
• Bukan apa yang terjadi padamu yang penting, tapi bagaimana kamu menanggapinya.
-> Kutipan ini menunjukkan ajaran utama Epictetus bahwa kita tidak bisa mengontrol kejadian di luar diri kita, tapi kita bisa mengendalikan sikap dan reaksi kita terhadapnya.
Contoh Kasus dan Penerapan
Seorang siswa merasa kecewa karena tidak terpilih menjadi ketua kelas, padahal sudah berusaha dan berharap besar untuk mendapatkan posisi itu.
- Reaksi umum (tanpa pemikiran Stoik):
Biasanya siswa akan merasa sedih, iri dengan teman yang terpilih, atau bahkan menyalahkan guru dan teman-temannya karena merasa tidak dihargai.
- Reaksi Stoik (menurut ajaran Epictetus):
Berpikir positif dan tetap rasional. Ia akan berkata pada dirinya sendiri, “Saya tidak bisa mengubah keputusan guru atau teman-teman, tapi saya bisa mengendalikan cara saya meresponsnya.” Daripada marah atau iri, ia memilih untuk menerima dengan lapang dada dan tetap mendukung temannya yang terpilih, sambil memperbaiki diri untuk kesempatan berikutnya.
Kesimpulan
Epictetus mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada hasil atau keadaan luar, tetapi pada kemampuan kita mengendalikan pikiran dan sikap sendiri. Dengan belajar membedakan mana hal yang bisa kita kendalikan dan mana yang tidak, kita bisa tetap tenang dan berpikir positif di situasi apa pun.”No man is free who is not master of himself.” Tidak ada manusia yang benar-benar bebas kecuali ia mampu menguasai dirinya sendiri.
1). Pengertian “The Will to Power”
The Will to Power (kehendak untuk berkuasa) adalah salah satu konsep utama dalam filsafat Nietzsche. Namun, maksudnya bukan sekadar keinginan untuk berkuasa secara politik atau fisik, melainkan tentang dorongan alami manusia untuk berkembang, berkreasi, dan menegaskan dirinya sendiri.
Menurut Nietzsche, setiap makhluk hidup memiliki daya hidup (power) yang mendorongnya untuk:
•Mengatasi kelemahan,
•Melampaui batas dirinya, dan
•Menciptakan makna serta nilai hidupnya sendiri di dunia yang sebenarnya tidak memiliki makna tetap. Jadi, The Will to Power bisa dipahami sebagai energi positif kehidupan, yaitu semangat untuk terus tumbuh, berubah, dan menjadi versi terbaik dari diri kita.
2. “Ja Sagen” – Menyatakan “Ya” pada Kehidupan
Dari konsep The Will to Power muncul sikap hidup yang disebut “Ja Sagen”, yang artinya mengatakan “ya” pada kehidupan.
Maksudnya, seseorang diajak untuk menerima kehidupan sepenuhnya, termasuk penderitaan, kegagalan, dan hal-hal yang tidak menyenangkan tanpa menolak atau membaginya menjadi “baik” dan “buruk”. Nietzsche menolak cara berpikir yang hanya melihat hidup dari sisi hitam-putih. Sebaliknya, ia mengajak kita untuk mengakui dan mencintai hidup apa adanya, karena semua pengalaman baik suka maupun duka adalah bagian dari kehidupan yang utuh. Dengan sikap Ja Sagen, seseorang berani berkata “ya” pada seluruh hidupnya, bukan hanya pada bagian yang menyenangkan.