Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Yaqut Cholil Qoumas, Kado Natal dan Tahun Baru

24 Desember 2020   17:31 Diperbarui: 24 Desember 2020   18:41 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yaqut Cholil Qoumas (tengah)/kemenag.go.id

Pohon natal terbuat dari anyaman daun lontar di Denpasar, Bali, Sabtu (21/12/2019)(KOMPAS.com/IMAM ROSIDIN)
Pohon natal terbuat dari anyaman daun lontar di Denpasar, Bali, Sabtu (21/12/2019)(KOMPAS.com/IMAM ROSIDIN)

Selain itu untuk menambah semarak pemilihan jenis lampu juga penting. Memilih lampu hemat energi seperti lampu LED adalah langkah yang bijak.

Meski jumlah masing-masing pengguna tak seberapa, bila diakumulasi secara keseluruhan, penggunaan lampu hemat energi akan berdampak luas. Tidak hanya menyelamatkan kantong agar tidak terkuras, tetapi juga menyelamatkan bumi dari ancaman pemanasan global yang ada di depan mata.

Ketiga, Natal dan Tahun Baru juga identik dengan makanan. Aneka hidangan tersaji. Berbagai jenis makanan disediakan dan dibagi-bagi. Patut diingat untuk menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup. Menyediakan makanan dalam jumlah berlebihan bukanlah hal yang tepat.

Sekalipun kita mampu untuk menyediakan makanan dalam jumlah banyak, sadar atau tidak, makanan yang disisahkan akan menjadi sampah. Lantas, sampah itu akan ikut menambah emisi karbon di bumi.

Tahukah anda berapa banyak makanan yang terbuang sia-sia? Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO),seperti dilansir dari Kompas.com 21/02/2019 memperkirakan, sepertiga makanan yang diproduksi terbuang atau hilang begitu saja setiap tahunnya.  Bila dikonversi ke dalam rupiah, sekitar Rp 14 kuadriliun atau setara 14.000 triliun menguap.

Indonesia menempati peringkat kedua dalam daftar pembuang makanan terbanyak. Laporan Barilla Center for Food & Nutrition pada tahun 2016 itu memperkirakan sekitar 300 kilogram makanan per kapita terbuang saban tahun.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, mencatat tingkat stunting di Indonesia mencapai 30,81 persen. Angka ini masih jauh di bawah standar kasus stunting yang bisa ditoleransi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu maksimal 20 persen.

Laporan Barilla Center for Food & Nutrition di tahun yang sama, Indonesia menempati peringkat kedelapan di antara 67 negara dengan tingkat prevalensi kekurangan gizi tertinggi.

Infografis masalah stunting di Indonesia per 2018/http://www.p2ptm.kemkes.go.id/
Infografis masalah stunting di Indonesia per 2018/http://www.p2ptm.kemkes.go.id/

Masalah kekurangan gizi yang tinggi di satu sisi dan banyaknya makanan yang dibuang sia-sia, jelas sebuah paradoks. Situasi ini sungguh menampar kita. Laiknya ironi yang mestinya menggugah kesadaran dan laku hidup kita untuk segera berbenah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun