Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Saatnya "Move On" dari Kejuaraan Dunia, Indonesia!

5 Agustus 2018   19:06 Diperbarui: 5 Agustus 2018   19:40 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Greysia Polii dan Apriyani Rahayu di podium Kejuaraan Dunia 2018. Ganda putri ini menyabet medali perunggu, sekaligus satu-satunya medali yang bisa dibawa pulang Indonesia kali ini/foto dari @INABadminton

Dari target minimal satu emas, Indonesia ternyata hanya mampu mendulang satu perunggu di Kejuaraan Dunia Bulutangkis 2018. Youth Olympic Sports Complex, Nanjing, China, menjadi kuburan bagi para pemain terbaik Indonesia, minus Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir.

Hanya Greysia Polii dan Apriyani Rahayu yang mampu melangkah hingga babak semi final. Unggulan lima ini harus puas dengan medali perunggu setelah dijegal Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara asal Jepang, 12-21, 21-23.

Seperti ganda putri terbaik Indonesia, harapan juara dari sektor ganda putra pun kandas di tangan Jepang. Ganda nomor satu dunia, Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo takluk dua game langsung dari pasangan Jepang, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda, 19-21, 18-21. Sementara sektor lain, terutama tunggal baik putra maupun putri lebih dulu angkat koper di babak awal.

Apa arti semua ini? Di satu sisi, melihat "order of play" final turnamen level satu ini, Jepang mulai menancapkan kukunya terutama di sektor ganda, bersaing dengan tetangga Asia Timur, China. Menariknya dari lima sektor hanya, nomor tunggal putri yang diperebutkan bukan oleh kedua negara tersebut. Ganda putra, ganda putri, tunggal putra, dan ganda campuran dikuasai kedua negara itu.

Dengan masing-masing empat wakil di partai final, dua nomor yakni ganda putri dan ganda campuran terjadi final sesama rekan senegara. Jepang di ganda putri, sementara China di ganda campuran.

Di sisi lain, hasil ini mengisyaratkan kedua negara itu sebagai ancaman utama di Asian Games 2018. Kejuaraan Dunia adalah turnamen penting terakhir sebelum para pemain terbaik Asia bertarung di Istora. Tinggal menghitung hari, bisakah para pemain tuan rumah bangkit untuk meraih prestasi?

Ada apa?

Sebelum menatap Istora, mari kita sejenak ke Nanjing. Greysia dan Apriyani gagal ke final setelah ditekuk pasangan Jepang yang kemudian menjadi juara dunia. Kekalahan ini cukup disesali. Sebelumnya keduanya mampu menumbangkan unggulan pertama sekaligus juara bertahan asal China, Chen Qingchen dan Jia Yifan, 23-21 dan 23-21.

Saat mengalahkan unggulan teratas, pasangan Indonesia tampil memukau. Greysia tampil dengan penuh kematangan. Ia menunjukkan sebagai pemimpin dengan semangat juang luar biasa. Pertahanan dan refleksny begitu cepat dan terarah. Sama sekali tidak terlihat sebagai pemain yang telah berusia kepala tiga.

Bersama Apriyani yang memiliki semangat menggelora, keduanya mampu meredam kecepatan para pemain China, terutama Jia Yifan. Pemain kidal itu memiliki sergapan yang cepat. Bila salah bergerak bisa celaka. Namun keduanya mampu meredam juara bertahan.

Saat tampil di semi final, keduanya harus menghadapi tembok Jepang. Mayu dan Wakana memiliki pertahanan sangat rapat. Sepanjang pertandingan pemain Indonesia begitu sukar membobolnya. Namun dalam situasi seperti ini tidak hanya butuh kecerdasaan tetapi juga konsentrasi tinggi. Kesalahan sedikit bisa berujung petaka. Apalagi bila itu menyangkut kesalahan sendiri. Akan dengan mudah memberi peluang kepada lawan untuk mengunci kemenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun