"Perang, seperti yang selama ini kita pahami, adalah ajang unjuk kekuatan. Dua pihak dengan ideologi berbeda bertaruh nyawa, siap mati demi apa yang mereka yakini. Pihak yang kalah tidak hanya kehilangan harta dan wilayah---mereka kehilangan identitas."
Namun sekarang, perang bukan lagi seperti itu.
Di dunia kita saat ini, perang bukanlah tentang ideologi, atau bahkan keyakinan. Perang menjadi sebuah bisnis dan alat politik. Seperti panggung diplomasi dengan media berita sebagai lampu sorot yang menentukan ke mana mata kita harus terfokus.
Perang menjadi sebuah pertunjukan, dimana darah patriot harus ditumpahkan demi agenda tersembunyi pemimpin negara yang mungkin sudah disepakati di balik layar.
Lihatlah ketegangan yang sedang berlangsung antara Iran, Israel, dan Amerika Serikat. Di permukaan, tampak seperti konflik serius, ancaman keamanan nasional, atau pembalasan setimpal dan misi kemanusiaan. Tapi jika kita berhenti sejenak, mencerna fakta dan berpikir secara logika, mungkin beberapa dari kita akan melihat dengan jelas kejanggalan-kejanggalan dan "missplay" dari panggung komedi antarnegara ini.
"Perang jaman sekarang memiliki naskah yang sudah disepakati bersama di balik layar"
Yang kita saksikan hari ini bukanlah perang sesungguhnya---ini adalah konflik simbolik, sebuah permainan pengaruh. Serangan yang dihitung, respons yang dikalkulasi. Tak ada pihak yang benar-benar ingin perang besar, namun seluruh negara ingin seakan-akan terlihat paling kuat dan berpengaruh.
Iran.
Rakyat Iran sedang kacau dan memiliki rasa nasionalisme rendah, dan mereka ingin menggulingkan presiden mereka. Jadi untuk mempersatukan rasa kesatuan dan mengalihkan isu dari presiden, maka diciptakanlah musuh buatan "Israel dan Amerika" sehingga rakyat tidak punya pilihan lain selain bersatu dan membela negara yang mereka cintai.Israel.
Israel sedang mengalami tekanan besar dari seluruh penjuru dunia karena serangannya terhadap Palestina. Perang ini merupakan sebuah panggung bagi Israel untuk menarik simpati dari mata dunia. Dengan menunjukkan diri sebagai pihak yang terancam Israel berniat dunia akan memaafkan dan membenarkan agresi militer mereka terhadap Palestina.Amerika Serikat.
AS selalu berkoar-koar sebagai negara super power, sebagai negara terkuat di dunia, dan selalu memposisikan diri sebagai posili dunia. Mereka tidak mau melewatkan kesempatan ini sebagai ajang unjuk gigi dan membuktikan kepada dunia bahwa setiap negara masih menghormati dan tunduk pada mereka. (mari pikir secara logika, negara dengan ekonomi sebesar Amerika tidak akan semudah itu menempatkan diri mereka ditengah medan dan menjadi target sekutu iran seperti rusia, china dan korea utara tanpa ada agenda tersembunyi)
Bersama-sama, tiga negara ini terlihat seperti sedang berkonflik. Tapi jika kita pikir dan cerna secara baik-baik mungkin kita bisa berpikir, "apakah mungkin para pemimpinnya sudah sepakat di balik layar?". Ya, memang kita banyak melihat ratusan rudal meluncur secara live dari iran ke israel, namun apa dampaknya? berapa korbannya? dimana bukti dan foto kerusakan dari ratusan ratusan rudal militer tersebut?
Yang selalu kita lihat adalah gambar gurun pasir dan beberapa apartemen kosong yang diberondong oleh rudal tersebut. Dan tiba-tiba muncul jumlah korban yang dilaporkan oleh beberapa media. Kita mungkin harus bertanya, apakah data ini bisa direkayasa?.
Rudal ditembakkan ke padang pasir, bukan untuk menghancurkan musuh---tapi untuk mengirim pesan kepada dunia seolah-olah ini adalah perang yang serius. Kerusakan direkayasa, korban dilaporkan secara politis, dan gencatan senjata diputuskan setelah pesan politiknya tersampaikan.
Kita Hidup di Era "Proxy War"
Kita hidup di era di mana satu tombol bisa menghapus satu negara dari peta. Tapi justru karena itu, perang sungguhan tidak akan pernah terjadi. Semua pihak tahu: tidak ada yang menang dalam perang nuklir.
Maka yang mereka lakukan adalah memainkan fokus dan ketakutan kita. Pamer senjata, bawa kapal perang, umumkan peringatan, kirim pasukan ke perbatasan, mengancam mengaktifkan senjata nuklir, dan setiap negara saling pamer sekutu yang mem-backing mereka seolah mereka siap berperang---semua untuk menciptakan citra kekuatan dan pengaruh. Ini bukan perang, melainkan sebuah pertunjukan.
Pesan untuk Penonton
Dan di tengah semua itu, kita hanyalah penonton. Kita melihat berita, membagikan opini, memilih kubu, dan menonton seakan ini adalah sebuah film drama. Kita lupa bahwa nyawa manusia jadi taruhan---meskipun banyak dari perang ini adalah hasil dari perencanaan, propaganda, dan skenario politik.
Media mempertajam setiap adegan mereka. Membentuk opini massa, jurnalis menyampaikan versi cerita bukan berdasarkan fakta melainkan agenda atasan, menciptakan musuh dan pahlawan yang memicu emosi dan menarik interaksi pemirsa. Dan selama kita hanya menerima apa yang mereka sampaikan tanpa bertanya, mereka akan terus bermain.
Narasi ini ditulis berdasarkan opini dan olah pikiran pribadi dari kejanggalan dan ketidakpuasan terhadap berbagai media yang saya rasa kurang objektif dan memilah hal mana yang harus ditayangkan kepada kita, seolah media berusaha keras membentuk opini kita sebagai masyarakat ke arah satu kubu, dan juga media yang mengesampingkan realita objektif demi klik dan viralitas semata.Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI