Sehingga sila ke-4 bukan berbicara Demokrasi dalam arti sempit seperti bagaimana kita memilih presiden atau kepala daerah, tetapi sila ini berbicara hal-hal yang lebih luas yaitu bagaimana mana kita membuat hukum atau aturan yang mengatur itu semua dan juga segala macam urusan negara ini.
Jika kita terjemahkan sila ke-4 bedasarkan pengertian KMP yang begitu simple maka tersirat bahwa  Negara ini dijalankan/didasarkan oleh kekuasaan (machstaat) bedasarkan keterwakilan. dan Kekuasaan berada diatas Hukum. karena seakan-akan sila ke-4 ini mengatur bagaimana kekuasaan diperoleh. bukan bagaimana negara ini berjalan dan mendapatkan landasan untuk berjalan maka akan terjadi ketidakcocokan dengan sila ke-3 yang berbicara soal bentuk negara ini, dan sila ke-5 yang memuat tujuan negara ini. bagaimana bisa kita sudah mempunyai bentuk negara kita sudah punya tujuan, tapi tidak berbicara bagaimana mencapai tujuan tersebut, tapi malah berbicara masalah sistem transisi kepemimpinan?.
Oleh sebab itulah terlalu piciknya kita jika terlalu menyederhanakan arti dari sila ke-4 adalah demokrasi keterwakilan, sila ke-4 berbicara bagaimana hukum dibuat, soal sistem politik negara, dan tetek bengek tata negara seperti soal sistem pemilihan kepala pemerintahan tidak dibicarakan disini, hal-hal tersebut dibicarakan dan diatur dalam hukum-hukum yang dibuat bedasarkan sila ke-4 tadi yang menjadi landasan bagaimana negara ini berjalan, baik itu UUD ataupun UU.
Negara ini dijalankan oleh Eksekutif tetapi aturannya bagaimana negara ini berjalan dibuat oleh Legislatif, ada aturan yang harus diingat oleh Legislatif bahwa TUJUAN hukum yang mereka buat berada di sila ke-5 Memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, Eksekutif pun dalan menjalankan hukum Goalnya adalah sila ke-5 ini.
Maka dalam RUU PEMILUKADA ini pun sama, apakah bertujuan untuk menyejahterakan rakyat?, mana yang lebih luas manfaatnya untuk rakyat apakah pemilihan Langsung atau melalui DPRD? . Yang pasti 10 tahun pemilukada langsung berjalan dinegri ini lahir pemimpin-pemipin baru yang dicintai rakyat, yang apabila akal logika kita mengkalkulasi, seandainya sistem pemilihan melalui DPRD mungkin mereka tak akan pernah memimpin dan dikenal.
Ada juga yang mengatakan toh DPRD itu representasi suara rakyat, sama saja kan dengan kedaulatan rakyat, lalu bisakah kita juga mengatakan Presiden yang kita pilih pun representasi suara rakyat maka bolehkah kita menjadikannya sebagai representasi kedaulatan rakyat sehingga kita tidak perlu memilih anggota legislatif?.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI