Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Aceh: Mekkah Kedua dan Misi Terselubung Snouck Hurgronje

2 Oktober 2017   18:43 Diperbarui: 3 Oktober 2017   08:24 9493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Harian Aceh

Penyamaran Snouck tentu menimbulkan pertanyaan banyak pihak. Ia bukanlah orang yang sudah lama menetap dan mengenal Aceh. Penyamaran Snouck waktu itu, hanya didasarkan atas keberhasilannya saat menyamar sebagai mualaf di kota suci Mekkah. Itulah satu-satunya pengalaman Snouck mempelajari agama Islam tepat di jantungnya (Mekkah), termasuk juga melakukan observasi terhadap kaum muslimin Aceh dan Nusantara yang menetap disana. Lebih dari itu, Snouck mengenal Islam lewat penguasaan teori, buku, artikel, hasil penelitian dan kiriman informasi dari teman-temannya.

Namun, semua keraguan itu berhasil dijawabnya dengan baik. Snouck sukses melakukan misi penyamaran di Aceh. Hanya saja, Snouck gagal total merevolusi masyarakat Aceh. Meski demikian, Snouck berhasil merevolusi namanya sendiri. Dari awalnya yang tidak dikenal oleh kebanyakan orang menjadi sebuah fenomena dan membuat Snouck dikenal dunia. Kini pun kita ikut mengenal siapa orientalis asal Belanda itu.

Tugas Snouck, selain menyamar sebagai mualaf di Aceh, juga meneliti masyarakat Aceh tentu sangatlah berat. Bukan hanya karena harus menutup kedoknya sebagai orientalis dari masyarakat Aceh, melainkan juga karena harus bisa menyatukan misi-misi yang telah di usung, termasuk memasok informasi-informasi penting kepada Belanda. Jadi Snouck harus menjalankan tugas itu secara bersamaan.

Tapi, saya tidak tahu apakah pada saat Snouck tiba di Aceh, ia juga melakukan hal yang sama seperti di Mekkah: mengucapkan syahadat dihadapan para ulama untuk merebut simpati masyarakat Aceh? Saya juga tidak tahu apakah masyarkat Aceh memendam rasa kecurigaan selama Snouck bermukim di Aceh? Bukankah dalam situasi genting (berperang), wajar kalau masyarakat menaruh kecurigaan terhadap orang-orang sekitarnya sebagaimana yang terjadi pada saat konflik GAM dan RI sedang memenas? Untuk dua soal itu, saya tidak punya jawabannya. Tapi satu hal yang pasti, bahwa Snouck sudah memasuki Aceh dan menjalankan misi terselubung disana.

Snouck menganggap bahwa dirinya sukses menjalankan penyamaran di Aceh. Itu terbukti dengan adanya hasil peneltian dan memberikan pandangannya kepada petinggi Belanda untuk menjinakan perlawanan rakyat Aceh. Tapi mengenai praktek menjalankan ide-ide Snouck di lapangan, rasanya sulit untuk mengiyakan bahwa Snouck juga sukses. Sebab, kita juga harus melihat bagaimana respons pasukan Aceh ketika Belanda mengeksekusi ide-ide Snouck. Di satu sisi, iya, ide Snouck memang sukses dijalankan, bahkan terjadi pembantaian (genosida) di Aceh. Tapi di sisi lain tidak, karena rakyat Aceh meresponsnya dengan menampilkan perlawanan yang bervariasi dan begitu heroik.

Ketika misi penyamarannya di Aceh berakhir pada awal tahun 1892, Snouck menurunkan laporan kunjungannya ke Aceh dalam bentuk barisan kata-kata (buku dan artikel). Laporan penelitian Snouck tentang Aceh yang sangat panjang dan berjumlah empat jilid, diserahkan kepada Gunernur Jenderal Pijnacter pada 23 Mei 1892.

Verslag Omtrent de Religieus Politieke Atjehers (Laporan tentang Situasi Politik dan Agama di Aceh). Begitulah Snouck memberikan judul laporannya. Dari laporan itu, diterbitkan dua jilid buku yang berjudul De Atjehers (1893-1894) edisi bahasa Belanda atau The Acehnese dari edisi bahasa Inggris. Kini buku tersebut telah terbit dalam edisi bahasa Indonesia dengan judul "Aceh di Mata Kolonialis" jilid I dan II. Bahkan edisi bahasa Indonesia telah beredar luas di internet dalam bentuk PDF. Selain laporan penelitian dan buku, Snouck juga pernah menerbitkan beberapa artikel dan surat tentang Aceh, baik saat ia telah kembali ke Belanda atau setelah ia tidak lagi terlibat secara langsung dalam urusan Hindia Belanda.

Inti dari laporan penelitian atau buku Snouck itu adalah tentang masyarakat Aceh itu sendiri. Dalam laporan dan buku itu, Snouck membahas masyarakat Aceh dari berbagai aspek, mulai dari Islam, budaya, adat istiadat, struktur masyarakat, sampai perlawanan rakyat Aceh melawan Belanda.

Dalam kajian penelitiannya, Snouck menggunakan pendekatan tradsi orientalisme. Pertama-tama adalah mempelajari Islam dan kecakapan bahasa untuk menguak kehidupan masyarakat Aceh. Tak ada keraguan bahwa Snouck merupakan seorang orientalis yang mengkaji dunia ketimuran dan Islam, termasuk juga kepiawaiannya dalam penguasaan bahasa. Untuk dua hal itu, Snouck telah mempersiapkan diri selama bermukum di Mekkah, dimana ia telah belajar Islam dan mengkaji bahasa Aceh. Selain hal itu, Snouck juga menggunakan alat bantu analisis dalam mengkaji masyarakat muslim melalui ilmu antropologi. Hal itu pun terlihat jelas dalam hasil karyanya mengunjungi Aceh yang banyak membahas tentang budaya dan adat istiadat Aceh.

Namun, hasil penelitian Snouck tentang Aceh itu, ternyata banyak yang perlu dikritisi secara objektif. Hanya saja, untuk mengkritisinya tidak cukup melalui artikel ini saja. Perlu kajian ilmiah juga agar bisa mengimbangi hasil penelitian Snouck, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para sejarawan yang melakukan penelitian untuk membantah atau merevisi hasil penelitian dan kajian sejarah yang pernah dilakukan sebelumnya.

Untuk melengkapi laporan penelitiannya, Snouck juga memberikan pandangan dan nasihat kepada Belanda dalam menangani masalah perang dengan Aceh. Tapi pandangan Snouck juga mengundang kontroversi, seperti halnya ia melakukan pertualangan berbahaya di Mekkah dan Aceh yang sangat kontroversial. Hal ini membuatnya mendapat banyak kritikan dari pimpinan Belanda ataupun pasukan yang bertugas di Aceh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun