Mohon tunggu...
Farah Anshori
Farah Anshori Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti Kekinian

Kandidat Doktor. Masih perlu banyak belajar. Berusaha mendengar sebanyak-banyaknya untuk diolah dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Omnibus Law Cipta Kerja Bukan "Hanya" Tenaga Kerja

11 Maret 2020   16:59 Diperbarui: 11 Maret 2020   17:02 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak orang mengira, saat Pak Presiden Jokowi melayangkan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang omnibus law itu ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), di dalam draft RUU ini ada banyak sekali pembahasan soal tenaga kerja. Lha iya, demonya banyak betul. Padahal "hanya" ada 5 (lima) pasal terkait tenaga kerja, dari jumlah total 174 (seratus tujuh puluh empat) pasal. Sedikit, kan? Lalu, 169 (seratus enam puluh sembilan) pasal sisanya bahas apa, dong?

Banyak, loh! Ada 81 (delapan puluh satu) pasal yang membahas Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha. Ada lagi 16 (enam belas) pasal yang membicarakan bagaimana upaya memperjuangkan dan mengimplementasikan Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Perkoperasian.

Usaha ini ditunjang dengan 10 (sepuluh) pasal yang membicarakan Kemudahan Berusaha, 1 (satu) pasal tentang Dukungan Riset dan Inovasi, 20 (dua puluh) pasal yang menerangkan Pengadaan Lahan, 6 (enam) pasal terkait Kawasan Ekonomi, 16 (enam belas) pasal lagi terkait Investasi Pemerintah Pusat dan Kemudahan Proyek Strategis Nasional, dan 5 (lima) pasal terkait Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja.

Dalam usaha Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha, ada paradigma yang secara fundamental berbeda dengan yang umumnya berjalan saat ini. Pertama, dengan menggolongkan pemberian Perizinan Berusaha berdasarkan tingkat risiko kegiatan berusaha tersebut; mulai dari rendah, menengah, dan tinggi. Kedua, persyaratan dasar untuk Perizinan Berusaha dan pengadaan lahan. Ada pula penyederhanaan Perizinan Berusaha yang bersifat khusus untuk sejumlah sektor tertentu. Nah, sektor tertentu ini ada banyak sekali.

Tercatat ada 15 (lima belas) sektor yang disederhanakan. Ada (1) kelautan dan perikanan, (2) pertanian, (3) kehutanan, (4) energi dan sumber daya mineral, (5) ketenaganukliran, (6) perindustrian, (7) perdagangan, metrologi legal, jaminan produk halal, dan standardisasi dan penilaian kesesuaian, (8) pekerjaan umum dan perumahan rakyat, (9) transportasi, (10) kesehatan, obat, dan makanan, (11) pendidikan dan kebudayaan, (12) kepariwisataan, (13) keagamaan, (14) pos, telekomunikasi, dan penyiaran, serta (15) pertahanan dan keamanan. Bahkan secara khusus investasi di 3 (tiga) sektor khusus disederhanakan, yaitu di sektor perbankan, perbankan syariah, dan pers.

Perizinan Berusaha disebutkan banyak sekali dalam draft ini. Apa itu? Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Loh, judul RUU ini kan Cipta Kerja, bukan Perizinan Berusaha. Apa hubungannya dengan Cipta Kerja?

Menurut draft ini, Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional. Jadi, ketika ada kombinasi antara (1) kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan menengah, (2) peningkatan ekosistem investasi, (3) kemudahan berusaha, dan (4) investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional, maka terciptalah kondisi di mana banyak tersedia lapangan kerja yang akan menyerap sejumlah besar tenaga kerja yang ada saat ini, dan kemudian meningkatkan perekonomian nasional.

Ribet mikirnya? Sama, saya juga hampir ambyar baca draft RUU ini. Ada sejumlah logika berikut analogi yang belum jamak dipakai di negeri ini. Format penyusunan naskahnya saja tidak biasa bila dibandingkan dengan naskah undang-undang lain. Tampak bahwa penyederhanaan yang dilakukan pemerintah bukan hanya penyederhanaan perizinan, akan tetapi sampai penyederhanaan penyusunan peraturan perundang-undangan. Terobosan atau bagaimana, biar waktu yang menjawab. Apapun itu, inisiatif pemerintah untuk memudahkan warganya menjadi entrepreneur dan mengambil peran dalam upaya meningkatkan ekonomi nasional patut diapresiasi.

NB: Artikel ini telah ditayangkan pula di Locita.co dengan judul yang sama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun