Mohon tunggu...
Winni Soewarno
Winni Soewarno Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa yang sedang belajar menulis

Perempuan yang sedang belajar menulis dan mengungkapkan isi kepala. Kontak : cempakapt@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Cashless: Kok, Malah Bayar?

7 Februari 2023   04:30 Diperbarui: 7 Februari 2023   05:43 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terasa lebih aneh bila saat bepergian harus membawa serta buku tabungan hanya untuk mengantisipasi hal ini. Belum lagi resiko karena membawa uang tunai juga harus diperhitungkan.

Yang membingungkan, kejadian pembebanan biaya tambahan karena menggunakan transaksi non-tunai ini terjadi hanya di pelaku usaha lokal, meskipun yang bukan  lagi usaha kecil. Sementara, bila bertransaksi dengan merchant jaringan usaha waralaba nasional maupun internasional kecil atau besar di daerah yang sama, tak ada tambahan biaya yang diberikan kepada pembeli yang menggunakan kartu maupun dengan scan barcode saja.  

Tambahan biaya ini tentu saja merugikan konsumen/pembeli, terutama yang menggunakan kartu kredit atau kartu debit. Hak Konsumen sebagaimana disebut pada Pasal 4 huruf g Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu hak konsumen untuk diperlakukan dan dilayani secara jujur oleh pelaku usaha dilanggar.

Saat ditanyakan kenapa ada tambahan tersebut, mereka menjawab karena bank membebani potongan ini kepada mereka. Saya 'berusaha' mengerti, jika tambahan ini dibebankan pada saat menggunakan kartu kredit, mungkin karena bank penerbit kartu berbeda dengan bank yang mengeluarkan EDCnya.

Namun jumlahnya tidak mencapai 3%. Yang membuat heran, kenapa penjual yang waralaba malah bisa tak membebankan biaya penggunaan kartu ini tak perduli bank apapun?

Setelah mencari tahu, ternyata ada peraturan mengenai sanksi hukum mengenai surcharge (biaya tambahan) yang diatur dalam Peraturan BI APMK khususnya pasal 8 ayat 2 menjelaskan bisa dilakukan penghentian kerjasama terhadap pemilik usaha  yang merugikan.

Namun, peraturan ini nampaknya belum tegas dalam melarang pengenaan biaya tambahan, hanya mengatur terhadap kewajiban acquirer untuk melakukan penghentian kerjasama dengan pemilik usaha yang terbukti melakukan kegiatan yang dapat merugikan pihak lain yang terkait yaitu pemberian biaya tambahan dalam transaksi.

Celah menguntungkan ini digunakan oleh merchant 'nakal' dengan alasan mereka juga dipotong oleh bank cukup besar. Pelaku usaha tak merasa bersalah melanggar ketentuan Bank Indonesia mengenai biaya tambahan tersebut.

Nampaknya pihak yang berwenang mengurus sistem pembayaran ini harus lebih tegas memberi sanksi kepada pelaku usaha nakal ini. Pasti banyak yang melakukan praktek merugikan konsumen seperti ini tak cuma di daerah.  Bila dibiarkan, pengalaman jelek itu membuat malas bertransaksi di gerai lokal dari penjual lokal.

Alih-alih ikut mendukung usaha kecil lokal, maka pembeli seperti saya, akan memilih yang pasti-pasti saja. Mencari yang bisa menerima kartu debit, kartu kredit atau scan QRIS tanpa tambahan biaya. Pengusaha kecil yang produknya mungkin bagus,cantik dan unik,  jadi tak terlirik. Entah berapa banyak lainnya yang menjadi kapok, tak bisa bertransaksi karena terkendala surcharge yang lumayan besar ini.

Ini unek-unek perjalanan saya bulan lalu. Curahan hati orang yang beberapa kali kecewa karena gagal transaksi. Tak mungkin melangkah mundur, kembali ke saat perlu tas besar untuk membawa uang tunai saat akan bertransaksi. Capek juga bila akan melakukan transaksi harus bertanya dulu soal tambahan biaya ini kepada merchant. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun