Di tengah kesibukan bekerja, setiap orang berharap cukup waktu menuntaskan segala sesuatu. Bergelut dengan waktu. Sehari serasa sedetik, sewindu serasa setahun, waktu berlalu cepat.
Sejauh mata memandang, hamparan rumput nan hijau. Pohon rindang meneduhkan. Saya menyendiri, membaca diri. Sepi!
Hening dan tenang, jeda sesaat
Bapak Ki Hadjar Dewantara, tokoh Pendidikan Nasional menulis, heneng sama artinya dengan meneng (Bahasa Jawa). Diam, bersatu dengan Sang Hyang Sukma.
Melalui keheningan akan dicapai eneng, hati yang hening, bening, jernih. Menurutnya, hidup senantiasa mengheningkan hati dan pikiran.
Enung dumunung, mapan, karena keheningan menjadi enung, tidak tergoyahkan, berakhir dengan enang, menang atau sukses.
Dalam keheningan, umat Hindu di Bali akan menjalankan Hari Raya Nyepi dengan melakukan Catur Brata Penyepian.
Catur Brata Penyepian meliputi 4 larangan, yaitu dilarang menikmati hiburan, menghidupkan api/listrik, dilarang bepergian, dilarang bekerja.
Manfaat diam itu emas
Mengorek ingatanku tentang larangan ini, bulan April tahun lalu, terpikir secara spontan, melakukan pantang bicara selama 10 hari.
Ide absurd ini hanyalah iseng. Puasa suara sejak hari pertama hingga genap hari ke-10. Semula ingin digenapi 14 hari, namun tak sampai tujuan.
Jadi yang kulakukan hanya membalas semua pertanyaan melalui tulisan baik keluarga, kawan, dan kolega. Bahkan saya tidak menyanyi juga tidak bermedia sosial. Selama itu hanya menulis, membaca, dan berpikir.
Alhasil, puasa bersuara ini menciptakan:
(*) Pikiran lebih tenang
(*) Tidak memiliki keinginan berhura-hura, tidak menginginkan makanan enak, menonton film, dan kegiatan lain untuk kesenangan raga semata.
(*) Daya pikir lebih aktif dan fokus mengerjakan sesuatu.
(*) Kualitas tidur meningkat. Terbukti puasa suara juga menjadi pengantar tidur.
Di mana dan kapan kita hening?
Hari Nyepi dalam bahasa Inggris adalah silent day. Silent Artinya not speaking, speechless, keadaan tidak berbicara.
Mari simak kiasan ini. Perhatikan jika seseorang menjawab pertanyaan, ia perlu waktu jeda untuk berpikir lalu menjawab. Saat jeda itulah, diperlukan pikiran tenang.
Dalam konteks spiritual, keadaan tenang adalah untuk merenung, Ada kisah kanak-kanakku yang menjadi cermin saat dewasa. Begini kisahnya.
Saya kerap melihat ayah duduk di beranda. Pandangannya lurus ke alam terbuka. Saya kira ia berdoa, karena itu segan mendekat. Suatu hari, saya duduk di seberang kursinya agar pandangannya mengarah padaku. Ia tetap diam.
Setelah beranjak dewasa, saya mengerti, ia kerap merenung, diam dalam tenang dan hening.
Waktu pun berlalu.
Hingga suatu hari, ayah mengajak ke kebun. Kami duduk di bawah pohon rindang, gak ngobrol, diam saja. Pesannya sebelum itu agar berdiam diri. Saya manut.
Dugaanku hanya beberapa menit saja, hingga mataku meredup tertiup angin semilir. Saya tertidur, ia masih memandang alam.
Tenang berarti penguasaan diri, membuat seorang pribadi hatinya tenteram. Meredam pikiran panas, keheningan yang mahal harganya.
Secara tak sadar, kini telah menjadi gaya hidup. Hasilnya cukup mengagumkan.
Berdiam, hening di setiap kesempatan:
(*) Di kendaraan dalam perjalanan macet
(*) Di pesawat
(*) Dalam antrean di bank
(*) Menunggu pelanggan
(*) Di sudut kamar
(*) Di ruang bekerja
Lihatlah, ketenangan dapat dilakukan siapapun, dimanapun dan kapanpun ia menghendakinya.
Tenang mengurai segala keruwetan. Menghaluskan bahasa yang dapat melembutkan perasaan. Menumpahkan rangkaian kata yang lembut kedalam karya tulisan.
Menumpahkan curahan hati, membuat kelegaan. Kelegaan menggarap suatu pekerjaan dengan tenang akan menghasilkan nilai seni yang tinggi.
Di tengah kesibukan sehari-hari, orang semakin tidak memiliki waktu tenang. Sejak mentari terbit hingga terbenam. Sejak bangun tidur hingga tidur lagi.
Apakah Anda ingin mengikuti arus kesibukan? Di manakah Anda ingin tinggal, di suatu sudut sepi atau...?
Sekelompok orang memilih berdiam di bawah kaki Tuhan. Sebagian orang terbuai kesenangan dunia. Sekelompok orang kelilipan debu ketegangan.
Dalam kesunyian akan mengarungi jalan hidup penuh kehangatan dan kegembiraan. Mencari kedamaian pada diri. Bagaimana meraihnya?
Hidup ini bagai musim, Hari ini tenang, esok gelisah. Bila jiwa resah, mari saatnya hening, menjauhkan dari hiburan, bekerja, dan segala kegiatan di hari Nyepi.
Hening, roda alam menuju harmoni
Dalam hening, petiklah hal positif, karena hening:
(1.) Membuat pikiran tajam, memberi daya tahan menghadapi pelbagai kesulitan
(2.) Mampu menyapu segala kesukaran
(3.) Mendengarkan alam yang memberi ketenangan hidup.
(4.) Membuat orang bijaksana
Kepada saudaraku seluruh Umat Hindu, selamat Hari Raya Nyepi tahun baru Caka 1943. Semoga dilakukan khidmat agar tercipta jalannya roda alam menuju harmoni.
Rujukan
(1.) I Ketut Suweca, Kompasiana, 12 Maret 2021, "Nyepi. Saatnya Merenung dan Mengendalikan Diri"
(2.) en.m.Wikipedia.org, "Silence"
(3.) Echart Tolle, Listening for Silence (Creating a New Earth), YouTube, 22 Maret 2011.